Jangan lupa vote dan komen nya ๐
Ra In telah bersiap dengan seragam pramugarinya. Masa liburnya telah usai. Padahal ia masih sangat merindukan anaknya. Tapi, bagaimanapun tugasnya juga penting.
Ra In memoleskan sekali lagi lipstik di bibir nya. Ia kemudian menuruni anak tangga dan terperangah melihat suaminya masih berada diruang tengah.
"Kau belum ke kantor?"
Jungkook menoleh dan tersenyum melihat cantiknya Ra In pagi ini. Alih-alih menjawab pertanyaan Ra In, Jungkook malah mendekat dan memeluknya erat.
"Aku masih merindukan---"
"Huweekk...." Ra In melerai pelukan Jungkook dan lari menuju kamar mandi. Jungkook merasa khawatir dan ikut menyusul istrinya.
"Kau...sakit? Ayo kerumah sakit"
Jungkook membantu memijit tengkuk istrinya. Tidak ada yang dikeluarkan dari mulut Ra In. Ia merasa khawatir sekali, takut istrinya sakit parah.
"Jimin dimana?" tanya Ra In seraya mengelap wajahnya dengan tisu.
"Jimin dirumah Dokter Niel. Pikirkan dulu kesehatanmu. Kau akan melakukan penerbangan disaat sakit begini?"
"Huweek..." Ra In kembali merasa mual dan mengabaikan omelan Jungkook.
"Ayo kerumah sakit" Jungkook menarik tangan istrinya namun ditepis begitu saja. Ia melihat Ra In tersenyum. Anehnya, wajah Ra In jadi semakin...pucat.
"Aku akan terlambat. Sudah ya? aku baik-baik saja. Hanya kelelahan"
Ra In sangat keras kepala. Jungkook hanya bisa pasrah menghadapi istrinya.
Gubrak!
Ra In terjatuh tepat didepan Jungkook.
"Ra In"
...
Ra In mengerjapkan mata saat sadar. Ia memperhatikan apa yang ditangkap oleh penglihatannya. Melihat jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan pagi.
"Aku terlambat" teriak Ra In seraya memposisikan dirinya menjadi duduk. Wanita itu mengagetkan Jungkook yang tengah mengobrol diluar dengan seorang dokter.
"Aku dimana? Sudah aku katakan aku baik-baik saja. Oh..ya Tuhan! Aku terlambat" cicit Ra In.
Jungkook menarik napas kasar. Istrinya benar-benar serius meniti karir.
"Kau pingsan, Ra In. Dengarkan aku. Mulai sekarang kau tidak perlu ikut penerbangan lagi. Tunggu sampai anak kita lahir"
Ra In melongo saja mendengar kata anak. Apa telinganya tidak salah dengar. Jadi aksi mual-mual pagi itu karena dia hamil.
"Aku hamil?"
"Iya. Aku berhasil membuatnya"
Jungkook mengelus perut Ra In yang masih terlihat rata. Dokter bilang kandungan Ra In baru beberapa hari. Masih sangat sensitif.
"Appa akan menjaga mu, anakku"
Ra In ikut mengusap perutnya diatas tangan Jungkook. Kemudian perempuan itu tersenyum hangat. Ia ikhlas kalau harus meninggalkan profesinya demi melindungi malaikat kecilnya.
"Aku tidak sabar memberitahu Jimin" ujar Ra In.
"Terima kasih, Ra In. Sudah memberiku satu lagi seorang malaikat"
"Kau juga yang membuatnya" nakal Ra In mengingat malam saat Jungkook mabuk.
...
Dokter Niel tengah membersihkan tubuh hewan peliharaannya ditemani Jimin yang terus mengusap bulunya. Anak kecil itu gemas sekali pada kucing-kucing milik Dokter Niel.
"Yeay....Looney sudah mandi" pekik Jimin melompat-lompat kegirangan.
"Rooney bukan Looney"
"Iya. Looney" ulang Jimin.
"Lucunya...." Dokter Niel menarik pipi Jimin hingga merah. Anak itu selalu saja menggemaskan. Untungnya hari ini Dokter Niel tidak sedang sibuk. Jadi bisa menemani Jimin bermain dengan Rooney dan peter.
"Paman Niel....petel di mandiin juga"
"Iyaa tentu saja"
Jimin mengejar Rooney yang menjauhi tempatnya. Rumah Dokter Niel yang begitu besar terasa hidup saat ada Jimin. Maklum saja, hidup di Seoul sendirian membuat Dokter Niel jauh dari keluarganya.
"Paman....Looney menjatuhkan poto" Jimin memungut bingkai yang dijatuhkan Rooney. Dan berlarian menghampiri Dokter Niel.
"Ini paman"
Dokter Niel meraih bingkai tersebut. Jimin berlari menjauh kembali hendak menyusul Rooney.
Lama Dokter Niel memperhatikan wajah didalam foto itu. Semakin memandangnya perasaan rindunya semakin membuncah.
"Apa kabar....Go Hira?"
...
Jungkook membantu Ra In berbaring di ranjang. Ia membelai lembut surai istrinya.
Satu kecupan hangat mendarat di kening Ra In. Ia menatap Jungkook sembari bersyukur dalam hati. Karena kebahagiaan yang sederhana terbentuk dengan sendirinya.
"Eomma dan Appa mu akan datang. Aku sudah memberitahu mereka kalau kau hamil"
Ra In tersenyum kemudian memeluk lengan suaminya. Ia jadi ingin bermanja-manja saja.
Kebiasaan Ra In kalau sedang hamil.
"Appa...." Jimin berlarian menghampiri Jungkook. Anak itu tidak datang sendirian. Ia bersama dengan Dokter Niel yang sudah memakai jas snelinya.
"Hai...Ra In. Hai...Jungkook"
Sapa Dokter Niel.
"Eomma...kenapa? eomma sakit ya?katanya eomma mau telbang" tanya Jimin.
Ra In mengubah posisinya menjadi setengah duduk yang dibantu oleh Jungkook.
"Jimin...sebentar lagi Jimin bakalan punya adik" terang Jungkook.
"Wah..." Jimin segera menaiki ranjang dan duduk disamping ibunya.
"Selamat ya...Ra In. Saya harus ke rumah sakit. Kalau begitu, permisi" Dokter Niel merasa ikut bahagia melihat kerukunan keluarga Jungkook. Ada perasaan rindu lagi yang menjalar. Maka dari itu Dokter Niel ingin segera meninggalkan mereka.
"Eomma, dede bayinya laki-laki atau pelempuan?"
"Belum tau, sayang"
...
Ra In terbangun dari tidurnya dan tidak menemukan Jungkook. Saat melihat jam, Ra In begitu terkejut. Jungkook pasti sudah berangkat ke kantor lebih dulu. Sejak hamil, Ra In jadi gampang lelah.
Ia turun dari ranjang dan menghampiri kamar putranya. Syukurnya Jimin masih terlelap. Kemudian ia bersiap membersihkan diri.
Tidak butuh waktu lama Ra In selesai mandi. Ia kemudian membuat sarapan untuk Jimin.
"Jimin...sudah bangun?" dilihatnya Jimin tengah mengucek mata sembari menuruni ranjangnya. Jika seperti itu,Jimin terlihat begitu besar.
Ra In menggendong Jimin dan membawanya masuk kedalam kamar mandi. Ra In terlihat hati-hati saat menggendong Jimin. Takut melukai kandungannya. Sejak dini Ra In mengajarkan kebersihan kepada anaknya. Setelah bangun tidur Ra In akan langsung mengajak anaknya membersihkan diri.
Pagi ini karena ibu dan anak itu sama-sama bangun kesiangan, mereka hanya sarapan berdua.
"Eomma...Jimin mau main sama looney"
"Nanti saja, sayang. Dokter Niel kan sibuk dirumah sakit"
"Eomma ayo masuk saja. Jimin tau ko angka lumah paman Niel"
"Tidak sopan, Jimin" Dokter Niel dan Ra In sekeluarga memang sepakat membagi password rumah masing-masing. Itu juga yang menyebabkan Dokter Niel sering masuk tiba-tiba. Tapi, tujuannya baik untuk mempermudah Jimin. Saat itu ia juga mengantar Jimin setelah main kerumahnya.
"Kita main ke rumah tante Minsu saja bagaimana?"
"Hmmm...." Jimin menggembungkan pipinya seakan sedang berfikir keras.
"Tidak ah, Eomma. Jimin mau di lumah saja, main sendili. Nanti kalo paman Niel pulang Jimin mau liat Looney sama petel"
"Jimin juga harus menjaga dede bayi Jimin, eomma"
Ra In terkekeh sendiri. Bahasa cadel anaknya luar biasa membingungkan. Untungnya ia sudah terbiasa, jadi mengerti- mengerti saja.
"Iya sudah. Ayo Jimin habiskan sarapannya ya"
...
Myeon Ji masih tidak habis fikir dengan hidupnya saat ini. Ia dipaksa mendatangi calon suaminya tapi malah diminta menjaga rumah.Ia merasa Minhyun benar-benar menghindar. Ia berangkat kantor sangat pagi dan pulang larut malam.
Bruk!
Hampir saja Myeon Ji menginjak semua buku-buku milik Minhyun. Karena tidak ada kerjaan, ia menghabiskan waktu dengan membaca apa saja yang ada di perpustakaan kecil Minhyun.
"Benar-benar membosankan. Haruskah aku kembali ke Jepang?"
Gadis itu menaruh kembali buku tersebut pada tempatnya. Kemudian ia beranjak keluar rumah. Lingkungan disekitar rumah Minhyun begitu bersih. Tidak hanya didalam rumah saja. Myeon Ji betul-betul menyukai namja yang menjaga kebersihan.
"Appa pulang...."
"Jimin..."
Myeon Ji tertarik melihat interaksi Jimin dan Jungkook didepan rumah mereka. Jika diingat kembali pertemuannya dengan Jungkook pertama kali saat mengerjai ulang tahun nya.
"Appa....Jimin mau main sama looney. Kapan paman Niel pulang?"
"Hmm...Appa rasa di rumah sakit sedang banyak pasien. Jimin main sama Appa aja ya? Oh, iya. Eomma dimana?"
"Disofa menonton TV. Katanya eomma lelah"
Jungkook mengayun ke kanan dan ke kiri tubuh Jimin di gendongannya. Membuat sesekali wajahnya terlihat jelas dimata Myeon Ji. Tanpa sadar gadis itu tersenyum.
"Hai...Jimin" Myeon Ji mendekati Jungkook kemudian berpura-pura mengelus kepala Jimin lembut. Tentu saja anak itu sangat tidak suka. Ia masih ingat bagaimana Myeon Ji mengusirnya waktu itu.
"Myeon Ji-ssi...apa Minhyun belum pulang?"
"Belum. Oh, iya. Jangan panggil begitu. Panggil saja Myeon Ji supaya akrab" tanpa sadar ada sorot mata yang berbeda dari pandangan Myeon Ji pada Jungkook.
"Geure"
Puk...puk...puk
Jimin menepuk-nepuk bahu Ayahnya agar menatap dia seorang.
"Appa. Tante ini jahat. Jangan belteman dengan nya. Jimin tidak suka"
"Hehehe....Jimin masih marah sama Tante karena waktu itu ya? Oh...Mian"
Jimin menepis tangan Myeon Ji yang hendak meraih kepalanya lagi. Andai Jimin sudah cukup besar ia pastikan akan melawan Tante jahat itu.
"Jimin jangan begitu. Tante Myeon kan sudah minta maaf. Jimin bilang jahat itu kan karena belum mengenal lama" bujuk Jungkook. Jimin hanya diam saja lalu memeluk erat leher Ayahnya. Sedangkan Myeon Ji tidak sedetik pun berpaling dari wajah Jungkook.
Tampan sekali...---batin Myeon Ji.
"Appa....ayo masuk. Jimin mau lihat Tayo" rengek Jimin mengencangkan pelukannya.
"Iya iya" Jungkook pun menyerah.
"Myeon Ji-ssi. Eh, maksud ku Myeon Ji. Kami masuk dulu ya. Sampai Ketemu"
Myeon Ji tersenyum mengantar kepergian Jungkook hingga menghilang dibalik pintu. Sejak detik ini, Gadis itu sudah menemukan kegiatan baru.
"Jika Minhyun tidak mau. Jungkook pun jadi"
"Mommy....aku ingin menikah"
Lompat Myeon Ji girang melenggak-lenggok manja meninggalkan rumah Jungkook.
...
Ra In memegangi perutnya yang lagi-lagi terasa mual. Sudah lebih dari tiga hari ia mengalami hal itu. Yang ini lebih parah. Tidak seperti saat mengandung Jimin dulu.
"Eomma....Balon Jimin telbang"
Ra In tersentak kala Jimin tiba-tiba memasuki rumah dan menarik-narik ujung bajunya.
"Eomma...ayo cali. Eomma..."
Ra In menghela napas mengeluarkan kekesalannya. Ia harus bisa menjaga emosi.
"Ayo cari..."
Akhirnya Ra In menggandeng putranya dan keluar rumah mengitari tempat yang Jimin tunjukan. Anak itu menunjuk-nunjuk balon diatas pohon.
"Oh...nyangkut" Ra In mengangkat sebelah tangannya dan menarik balon berwarna biru milik Jimin. Anak itu memekik girang melompat-lompat saat Ra In menyerahkan balonnya.
"Eomma ayo foto Jimin dan kilim ke Appa"
"Eh?"
Ra In mengerutkan keningnya. Jimin tahu dari mana soal hal narsis. Apa dari Jungkook?
"Ayo Eomma foto. Nanti jangan dihapus. Kalo adek bayi udah lahil. Jimin akan tunjukan"
Jimin benar-benar tidak bisa didiamkan sekali saja. Ra In langsung mencubiti pipi chubby anaknya. Ia pun mengeluarkan ponselnya kemudian menekan kamera.
๏ฟผ
Cekrek!
"Haloo...Jimin"
Jimin menoleh dan kaget melihat Myeon Ji, si Tante jahat menghampirinya. Jimin segera bersembunyi dibalik tubuh ibunya.
"Hai....Myeon Ji-ssi"
Myeon Ji mendengus sebal. Lagi-lagi pakai embel-embel seperti itu untuk memanggilnya.
"Panggil Myeon Ji saja biar akrab"
Gadis itu mengeluarkan permen lolipop dari saku mantelnya. Kemudian mengarahkannya kedepan wajah Jimin.
"Jimin suka?"
Jimin menggeleng, sebenarnya ia sangat suka hal-hal manis. Tapi, karena yang memberikan adalah si Tante jahat, mau tidak mau Jimin harus menaikkan gengsinya.
"Jimin...ayo diambil" pinta Ra In.Jimin hanya diam dan menunduk. Ia merasakan tangannya disentuh seseorang dan melihat lolipop disana. Myeon Ji benar-benar terlihat tulus.
"Gomawo.." lirih Jimin.
Yess! Myeon Ji berhasil meluluhkan Jimin. Kalau seperti ini, dia mungkin sudah lakukan dari kemarin.
"Minhyun Oppa belum pulang?"
"Belum. Dia akan pulang sangat malam. Aku bahkan tidak tahu kapan dia pulang dan berangkat" ada nada kecewa disetiap kalimat Myeon Ji. Ra In pun merasakan kecemasan orang didepannya. Minhyun memang sering menolak setiap gadis yang dijodohkan dengannya. Tentu saja alasannya Ra In. Tapi, kali ini sepertinya Myeon Ji yang paling istimewa. Karena masih bertahan meskipun diperlakukan tidak baik.
"Ayo main kerumah kami. Aku sedang membuat cake dari resep di internet. Mau ikutan?"
"Aku sangat suka memakannya. Tidak tau cara membuatnya. Tidak apa-apa aku habiskan?"
"Kalau itu silahkan tanya Jimin"
Jimin hanya asik menjilati permennya. Saat namanya dipanggil pun hanya diam saja.
...
"Kookki....gomawo tiket bulan madunya..."
"Iya...iya. Jangan lupa pulang dan bawa hasil karyamu diperut Amel"
"Hahaha...kalau itu sudah pasti. Aku membuatnya setiap malam. Bahkan tiga kali sehari"
"Ya Tuhan! Kau benar-benar"
"Becanda...Kook. Sedang apa? Di seoul jam berapa?"
Jungkook menghela napas sembari membenarkan letak dokumen-dokumennya.
"Masih dikantor. Disini sudah malam"
"Oh....eh, Amel sudah siap. Kami akan berbelanja oleh-oleh. Sudah dulu ya. Bye..."
Tut.
Setelah panggilan selesai baru saja Jungkook meraih jasnya, ia melihat Minsu memasuki ruangannya. Jungkook mengangkat alisnya. Bingung dengan kedatangan perempuan itu malam-malam begini. Tapi begitu melihat Taehyung juga menghampiri mereka ada rasa tenang dihati Jungkook. Ia pikir mereka tengah bertengkar.
"Ada apa?"
Taehyung menepuk bahu sahabatnya. Kemudian melirik istrinya yang tengah memegangi perutnya itu.
"Kook.Bantu aku ya?"
Ada bau-bau mencurigakan. Jungkook sedikit ragu untuk mengangguk.
"Apa?"
"Minsu ngidam ingin melihat rambutmu diwarnai" ujar Taehyung.
"Warna Pink. Tolong Jungkook" pekik Minsu.
Kedua bola mata Jungkook melebar. Ditatapnya Taehyung seolah meminta agar membatalkan ucapan istrinya. Siapa yang menghamili siapa yang harus mengurusi ngidam nya.
"Besok" ketus Jungkook.
Taehyung mencengkeram bahu Jungkook. Ternyata Jungkook salah. Kalau keinginan Minsu bisa ditunda Taehyung juga tidak mungkin mengganggu Jungkook malam-malam begini.
Jungkook menghela napas pasrah.
"Baiklah..."
Jungkook sudah sangat lelah. Ia tidak sadar tertidur kala sedang mewarnai rambut. Sementara itu terlihat Minsu tengah tersenyum hangat pada suaminya. Sebenarnya, Taehyung juga merasa bersalah memaksa pada Jungkook. Tapi, demi anak yang belum lahir. Apapun akan Taehyung usahakan.
๏ฟผ
...
Selesai membersihkan dan keluar dari dari kamar mandi, Jungkook mendapati Ra In tengah menyiapkan jas kerjanya.
"Aku semalam ketiduran. Mian...tidak menyambutmu pulang. Kau pulang jam berapa?"
"Sebelas" Jungkook perlahan-lahan menghampiri Ra In dan menghindari tatapan istrinya. Jangan sampai Ra In melihat kepala Jungkook yang masih terbungkus handuk.
"Berikan handukmu biar aku jemur"
"Andwae!"
"Wae?"
Jungkook mengeratkan handuk ditangannya. Ia bahkan masih bertelanjang dada. Hanya pusar hingga lutut yang ia lilit dengan handuk. Ra In membuka tutup kelopak matanya heran.
"Sini"
Jungkook menyerah saja, ia melepas tangannya dan otomatis handuk ditarik dengan mudah oleh Ra In.
"Rambutmu...." Ra In melongo menunggu apakah yang dilihatnya itu nyata atau bukan.
"Yakh! Kau----uweekk..."
Ra In berlari menuju kamar mandi. Tak menyiakan waktunya, Jungkook segera memakai pakaian yang telah Ra In siapkan. Ia sangat yakin istrinya merasa makin mual melihatnya.
"Ra In-ah...kau tidak apa-apa?"
"Jangan dekat-dekat. Setiap melihat rambutmu aku mual"
Begitu membalikkan badan, Ra In melihat Jungkook telah memakai topi untuk menghalau pandangan Ra In pada rambutnya.
"Kau kenapa mewarnai rambut segala?"
"Taehyung semalam mendatangi kantor ku. Minsu ngindam melihat aku dengan rambut warna pink. Aku tidak bisa menolak karena Minsu adalah istri sahabatku" jelas Jungkook.
"Kookki..." tiba-tiba Ra In menggelayut manja di lengan suaminya. Membuat Jungkook senang dan tidak lagi ambil pusing karena warna rambutnya.
"Kenapa? Kau juga menginginkan sesuatu?"
Ra In mengangguk. Ini mungkin saatnya mengidam juga.
"Aku ingin bertemu Jinyoung Wanna One"
"Morago?!"
TBC
Ini yg ngidam pengen liat Jinyoung kayanya authornya deh. wkwkwkwkw....๐๐
๏ฟผ
Anggap aja Rooney atau Peter ๐
@yurriansan Iyaa ya, haha๐. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐
Comment on chapter Dia-ku