Jangan lupa vomment guys...☺
Dipandanginya wajah dingin namja didepannya saat ini yang sama sekali tidak menampakkan senyum. Bahkan sejak pertama kali membukakan pintu. Gadis itu, apa yang salah darinya. Bukankah dia datang untuk memenuhi permintaan kedua orang tua lelaki itu. Jelaskan siapa yang lebih lelah.
"Daddy Minhyun~~"
Gadis itu berputar kearah kanan akibat senggolan seorang anak kecil. Untung saja ia berpegangan kuat pada kopernya. Begitu tersadar gadis itu memikirkan panggilan anak kecil itu.
Apa katanya? Daddy?
"Jimin...sini sayang" Minhyun menarik Jimin dan mendudukkannya dipangkuan. Sontak Minhyun mengubah channel TV yang menampilkan acara drama menjadi acara kartun.
"Oh...jadi Karena anak ini Oppa tidak mau dijodohkan? Oppa..." gadis itu memegangi keningnya. Rasanya akan linglung andai ia tidak memegangi kopernya.
"Oppa sudah punya anak? Oh! Ya Tuhan...apa aku harus menikahi seorang duda?" sambungnya.
"Park Myeon Ji!" Minhyun menutupi telinga Jimin sebelum berteriak. Ia tidak mau saja anak kecil itu mendengar yang tidak-tidak.
"Oppa...membentakku, Wae?"
Minhyun melerai tangannya ditelinga Jimin. Ia menghela napas. Myeon Ji benar-benar cerewet. Itulah alasan kenapa Minhyun tidak menyukainya. Atau belum?
"Dia bukan anakku. Dia anak dari temanku. Dia memang suka keluar masuk rumah. Jangan berfikir yang tidak-tidak" jelas Minhyun.
Myeon Ji segera mengubah mimik mukanya. Senyuman lebar kini menghiasi bibirnya yang merah. Minhyun memang tidak menyangkal kecantikan Myeon Ji. Meskipun begitu, rupanya dia belum bisa melupakan cinta pertamanya.
"Oppa. Dimana kamarku? Atau...kita langsung saja tidur sekamar?" Myeon Ji mengerlingkan matanya sembari memperlihatkan lesung pipinya.
"Yakh! Pilih saja mau tidur dimana. Tapi ingat! Jangan menyentuh kamar ku!" tegas Minhyun.
Myeon Ji selalu mengingat kalimat ibunya. Kalau menghadapi Minhyun harus bersabar. Yang harus dilakukan gadis itu hanya menghela napas saja.
...
Jungkook merasa ada yang berbeda dari istrinya. Ia tidak dibangunkan di pagi hari dan terpaksa sampai kantor cukup siang.
Ra In juga tidak menyiapkan makanan apapun. Saat ditanya kenapa perempuan itu hanya menggeleng dan tidak mengeluarkan suara.
Ada apa dengan Ra In?
Jungkook menyesap A
americano sedikit kemudian ia letakkan kembali ke meja.
"Semangat dong. Lesu gitu" sahut J-Hope didepannya. Mereka memang hanya bertemu berdua saja. Jungkook memang sudah selesai dengan pekerjaannya. Tapi, menyadari bahwa ada yang berbeda dengan istrinya membuat ia malas pulang cepat-cepat. Jimin, anaknya juga asik bermain dengan Minhyun.
"Ra In...aneh" lirih Jungkook.
"Aneh bagaimana?" heran J-Hope.
"Aneh. Ya aneh! Pokoknya aneh. Benar-benar aneh"
J-Hope tersenyum sinis seketika.
"Kayanya kamu deh yang aneh"
"Dia lagi puasa ngomong kayanya. Tadi pagi nggak bangunin, terpaksa sampai kantor siang. Ra In tidak menyiapkan makanan. Ditanya malah melengos. Aneh kan?"
J-Hope mengangguk-angguk ngerti.
"Mungkin kamu kelupaan sama permintaan dia kali. Ingat-ingat lagi coba, soalnya perempuan sering ngambek karena hal sepeleh"
Tapi Jungkook merasa tidak ada janji yang ia lupakan. Terakhir kali ia memenuhi keinginan Ra In membuka galeri. Istrinya itu juga tidak marah saat Jungkook meminta ditemani ke makam Jimin.
"Nggak ada. Aku yakin nggak ada janji yang kelupaan"
J-Hope menyesap kopinya. Sesekali sibuk juga dengan ponsel.
"Kook, Ra In lebih suka bunga atau coklat?" tanya J-Hope tiba-tiba. Masih dengan fokus yang sama. Tidak pernah beralih dari ponsel.
"Dua-duanya" kata Jungkook.
"Okee" sahut J-Hope.
Jungkook menjentikkan jarinya. Ide ini mungkin bisa meluluhkan istrinya. Sudah lama juga Jungkook tidak membelikan sesuatu hal romantis untuk Ra In.
"Aku harus beli bunga dan coklat juga. Untuk Ra In" senyum Jungkook mengembang.
"Kamu kenapa nanya gitu? Mau beli buat siapa?"
"Uhuk..." J-Hope terbatuk padahal tidak sedang minum. Dia hanya gugup ditanya mendadak begitu.
"Ada lah yeoja" lanjut J-Hope tidak bisa bohong pada sahabatnya itu. Tiba-tiba Jungkook merebut ponsel J-Hope yang sudah ada dimeja. Dengan cekatan dia membaca nama di room chat J-Hope.
"Ditunggu undangannya"
"Apaan sih. Balikin, Kook"
J-Hope berhasil kembali merebut ponselnya dan menanggapi kalimat Jungkook dengan senyuman.
"Suga masih di paris?"
J-Hope mencoba mengalihkan perhatian Jungkook.
"Iyaa. Lagi enak dia"
"Sinting"
Baik Jungkook maupun J-Hope sama-sama saling terkekeh menikmati siang hari mereka dengan kehangatan tawa.
...
"Hei...anak kecil. Ngapain di kamar Oppa ku? aku saja calon istrinya dilarang masuk"
Jimin menunjukkan giginya yang kecil-kecil itu. Membuat Myeon Ji tambah kesal saja. Ia menarik pintu kamar Minhyun dan menutupnya.
"Tante jahat. Jimin nggak suka. Jimin bilang Appa" raut Wajah Jimin sudah berubah. Dia yang awalnya hanya tersenyum kini sudah menunjukkan tanda akan menangis.
"Tante nggak takut" tantang Myeon Ji.
Jimin menyeka matanya dan keluar dari rumah Minhyun dengan berlari. Myeon Ji kini bisa bernapas lega. Untungnya Minhyun membutuhkan waktu lama di dapur untuk sekedar membuatkan susu.
"Oh. Oppa" Myeon Ji hampir jantungan. Saat berbalik ia berhadapan dengan Minhyun yang tengah memegangi cangkir berisi susu untuk Jimin.
"Apa?" Minhyun menaikan alisnya. Dia sepertinya tidak melihat Myeon Ji mengusir Jimin tadi. Syukurlah, setidaknya gadis itu tidak perlu merasa khawatir sekarang.
"Oppa aku kan baru datang ke Korea. Ayo kita jalan-jalan"
Minhyun sama sekali tidak berniat. Ia malah melengos pergi menuju sofa tempat Jimin duduk tadi. Tapi, netranya tidak menemukan anak itu.
"Jimin dimana?"
Myeon Ji memutar bola matanya malas.
"Pulang. Mungkin" ketusnya.
Minhyun berdesis dan duduk disofa sembari meminum susu yang dia buat untuk Jimin. Mubazir kalau dibuang, Minhyun juga tidak berminat membaginya dengan Myeon Ji.
"Opp--"
"Minhyun...dimana Jimin?" suara Jungkook yang tiba-tiba memotong kalimat Myeon Ji membuat Minhyun terlonjak. Dengan segera ia berdiri dan menghampiri ayah Jimin itu.
"Bukankah dia sudah pulang?" heran Minhyun. Sampai-sampai harus meminum susu Jimin yang telah ia buat karena anak itu memang pergi. Setidaknya itulah kata Myeon Ji.
Jangan-jangan wanita itu...
"Aissh..." Minhyun meletakkan cangkir diatas meja kemudian pergi keluar rumah. Jungkook yang tidak mengerti ikut mengikutinya dibelakang. Minhyun terus berjalan hingga berhenti didepan sebuah mobil. Dari sana keluarlah Dokter Niel.
Terheran-heran sang Dokter didatangi para tetangganya dengan raut wajah khawatir.
"Dokter, Jimin ada dirumah mu?" tanya Minhyun.
"Aku baru pulang dari rumah sakit. Wae?"
Jungkook menyadari situasi itu dan menarik kaos Minhyun.
"Yakh! Dimana Jimin? Ra In bilang dia bersamamu sejak pagi. Dimana anakku?"
Sementara itu Myeon Ji hanya diam ditempat menyaksikan perdebatan Jungkook dan Minhyun. Wanita itu merasa bersalah karena membuat Jimin pergi. Dia sama sekali tidak bermaksud mengusir Jimin. Hanya agar dia punya waktu berduaan dengan Minhyun, itu saja.
"Lepas, Jungkook! Kita cari saja Jimin" ujar Dokter Niel menarik bahu Jungkook agar melepaskan Minhyun. Dengan menyentak tubuh Minhyun, Jungkook berlari menuju rumahnya. Ra In harus tahu itu. Dokter Niel ikut menyusul nya.
Minhyun mengacak rambutnya. Seharusnya ia menjaga Jimin dan tidak meninggalkannya bersama Myeon Ji.
"Kau tau kemana Jimin?" Minhyun memang sudah curiga pada Myeon Ji. Dia hanya ingin bicara tanpa Jungkook. Emosinya pasti meluap kalau tahu Myeon Ji terlibat.
"Eh?" kaget Myeon Ji.
"Jimin tidak biasanya pergi tanpa pamit. Dia anak yang ceria dan baru pertama kali pergi tanpa memberitahu. Kau pertama kali datang kesini. Kurasa kau tau sesuatu. Cepat katakan dan kita cari bersama sebelum Jungkook mengetahuinya"
Minhyun melenggang terlebih dahulu. Myeon Ji mengekor dibelakang dengan pikiran nya yang melayang-layang. Hwang Minhyun, untuk pertama kalinya membela dia. Meski tidak secara langsung. Tapi, sukses membuat Ia tersentuh.
"Oppa ayo kita cari disebelah sana" teriak Myeon Ji seraya berlarian dan menarik tangan Minhyun berbelok arah.
...
Ra In menatap wajah Jin dan Taehyung bergantian. Ia sama sekali tidak tahu harus apa sekarang. Jungkook masih memeluknya dan mengatakan bahwa Jimin hilang. Jungkook sudah memberitahu kedua orang tuanya dan mertuanya. Tapi, Jimin tidak ada disana.
"Me-na-ngis..." eja Jin tanpa bersuara. Ra In mengerjapkan mata sebelum akhirnya ia menyentak hatinya.
"Dimana Jimin? Kau pulang tanpa tau waktu. Kemana kau? sebagai seorang ayah seharusnya kau menjaga putramu. Menjaga....hiks Jimin-ku"
Ra In mendorong tubuh suaminya dan menutup mulut sembari merasakan sakit ketika melihat tetes-tetes air mata jatuh dari kedua mata suaminya.
"Aku...Minta maaf" Jungkook pasrah dan berjongkok didepan Ra In. Ia dan Dokter Niel sudah mencari hingga ke jalan depan rumah mereka. Bahkan Jin dan Taehyung sudah mencari juga. Jimin tidak ada, dia hilang. Jungkook merasa gagal menjadi ayah. Gagal menjaga putranya.
"Pergi Jungkook. Pergi cari Jimin. Temukan dia. Jangan pernah kembali sebelum kau mendapatkannya"
"Ra In---" Jungkook tercekat dan melihat tubuh Ra In hilang kelantai dua.
Tepukan kekuatan ia dapatkan dari Jin dan Taehyung. Jungkook masih enggan mendongak. Ia malah semakin gencar menangis. Jin mengedikkan bahunya kearah Taehyung. Sahabatnya itu malah balas tersenyum.
Dokter Niel hanya geleng-geleng kepala. Rencana kecil yang luar biasa menurutnya. Dokter Niel pun keluar rumah Jungkook diam-diam.
Apa mereka kelewatan?
"Kook" J-Hope datang dan membantu kedua sahabatnya menenangkan Jungkook. J-Hope hampir akan tertawa kalau saja Jin tidak menutup mulutnya.
Drrt...drrt...
Jungkook merogoh saku jas nya menemukan ponselnya yang berdering. Ia pun menggeser tombol hijau kemudian menempelkannya tepat ditelinga kanan.
"Yobeoseo.." sapa nya pertama kali. Karena tidak sempat melihat nama kontaknya.
"Jimin diculik"
"Mworago?!" kaget Jungkook.
"Cepat kesini. Aku kirimkan alamatnya. Jangan panggil polisi. Ingat!"
"Arrasheo"
Tut.
Jungkook berdiri dan mengusap kedua pipinya. Kemudian menghadap ketiga temannya.
"J-Hope. Tolong jaga Ra In. Biar Taehyung dan Jin ikut aku. Rapmon bilang Jimin diculik"
"Ayo kita susul, Kook" sahut Taehyung. Tanpa banyak berpikir ketiganya segera keluar rumah dan memasuki mobil Jungkook dengan Jin sebagai pengendaranya. Jungkook sedang kalap, jangan sampai terjadi sesuatu nanti.
Sementara itu J-Hope melihat Ra In berjalan menuruni tangga dengan penampilan berbeda. Perempuan itu sudah terlihat cantik dengan dress panjang berwarna merah darah. Rambutnya tergerai indah.
"Bagaimana kau berdandan secepat itu?"
Ra In mengedipkan sebelah matanya.
"Aku kan pramugari. Kau harus tau bagaimana aku dapat nilai sempurna pada kelas make up ku" sombong Ra In.
"Aku mengerti sekarang"
Ra In mengecek sekali lagi ponselnya.
"Palli. Eomma bilang semua sudah siap. Jangan sampai Jimin menghabiskan cake nya"
...
Jungkook merasa ada yang aneh. Sudah dua kali memutari jalanan yang sama. Belum juga menemukan tanda-tanda adanya Jimin. Dimana sebenarnya alamat yang Rapmon kirimkan. Mana mungkin salah.
Jin melempar tatapan kode pada Taehyung lewat kaca spion depan. Taehyung sontak memeriksa ponselnya. Kemudian tersenyum sembari mengangguk kecil.
"Aku tau dimana alamatnya" seru Jin antusias. Jungkook mengamati raut wajah Jin. Sahabatnya itu sekarang malah terlihat bahagia. Ah, mungkin karena Jimin sudah akan ditemukan.
"Ayo Jin lebih cepat" timpal Jungkook. Lelaki itu percaya seratus persen kalau Jin bisa membawanya menemukan alamat penculikan Jimin. Kepala Jungkook sudah penuh dengan hal-hal negatif. Sesekali bayangan tangisan Jimin memanggil namanya dengan ketakutan muncul menggerayangi pikiran Jungkook.
Beberapa menit kemudian mobil dihentikan didepan sebuah restauran. Jungkook mengernyit, keanehan pun mulai terjadi.
"Ini alamatnya? Kenapa mirip restauran"
Taehyung menepuk pundak Jungkook pelan.
"Lihat betapa gelap dan sepinya. Mungkin restauran ini sudah tidak terpakai"
Jungkook hanya menggaruki kepalanya bingung. Sepertinya ia pernah melewati daerah ini dan baru menemukan fakta soal restauran lama ini.
"Aku lewat samping kanan dan Taehyung lewat samping kiri. Kau masuk lewat depan ya. Aku dan Taehyung akan menangkap penculiknya, oke! Coba lah mengulur waktu kalau dia mengancammu" terang Jin. Taehyung mengangguk setuju. Jungkook masih tidak setuju, untuk apa ia malah berjalan lewat depan?
Tapi mau protes pun tidak bisa. Mereka berdua sudah pergi dan tinggalah sendiri Jungkook dengan perasaan campur aduk.
Semua kekuatan ia kumpulkan dikepalan tangannya. Demi Jimin, rasa takut tidak bisa mengalahkannya. Demi Jimin, Jungkook akan berjuang melawan para penculik.
Demi Jimin dan Ra In. Dua orang yang sangat berharga bagi hidupnya.
Kring!
Satu lagi keanehan terjadi. Jungkook mendengar bunyi lonceng nyaring kala ia membuka pintu. Dan samar-samar benda-benda indah ditempat itu.
"Jimin..." seru Jungkook. Dia telah melangkah hingga ketengah namun, belum juga mendengar suara anaknya.
Dorr!
Suara letusan balon dan cahaya yang tiba-tiba mengisi ruangan menyambut pandangan Jungkook. Ia melihat Istrinya membawa sebuah kue berwarna putih dengan hiasan lilin di atas nya.
"Happy Birthday Jungkook" seru semua yang ada disana. Kedua orang tua Jungkook, orang tua Ra In, Rapmon, J-Hope dan Jin, ada Min Rae juga. Jangan lupakan Minhyun dan gadis yang bersamanya. Oh, dan Minsu serta Nayeon juga.
"Appa....chukkae" Jimin berlari memeluk kaki jenjang Ayahnya.
Jungkook mengusap gusar wajahnya. Ia segera menggendong putra kecilnya. Jadi, semua ini hanya sandiwara mereka saja? OMG! Haruskah Jungkook marah sekarang juga.
"Ra In-ah....kau bahkan membentakku hanya demi kejutan ini?" rajuk Jungkook.
"Benar. Aku sengaja melakukannya. Meminta bantuan Teman-temanmu, bahkan Min Rae. Minhyun Oppa juga awalnya takut karena mengira Jimin hilang beneran. Padahal dibawa Rapmon" jelas Ra In panjang lebar. Rapmon mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya.
"Tiup lilin nya Appa" pinta Jimin. Jungkook mengelus pipi putranya kemudian memejamkan mata untuk berdoa.
Aku berharap Ra In mau berhenti menjadi pramugari. Dan lebih mementingkan aku sama Jimin..
Semoga...Aku hanya akan melihat istriku tersenyum ketimbang menangis. Jimin sahabatku...Aku berjanji akan membahagiakan istriku...
Wussh...
Suara tepukan memenuhi gendang telinga Jungkook. Selang beberapa detik saja, para pelayan restauran berhamburan mengisi meja dengan makanan.
Jungkook semakin erat memeluk Jimin dan menciumi pipi gembilnya.
...
"Rapmon..."
Lelaki itu menoleh kala tangan cantik yang selalu ia ingat kini menggamit telapak tangannya.
"Wae?" jawab Rapmon datar. Ia sebenarnya hampir saja melompati gedung Big Hit andai tidak mengingat pertemuannya dengan Min Rae dan seorang lelaki.
"Aku...sudah lama ingin mengatakan kalau aku mencintaimu"
Rapmon menautkan alisnya. Min Rae mengaku mencintainya padahal sudah menjalin hubungan serius dengan namja lain.
"Kau bukannya sudah menikah? Yang kau bilang kalau kau bertunangan dengan namja itu"
Min Rae melengkungkan bibirnya. Betapa bahagianya ia dapat melihat wajah cemburu Rapmon.
"Bukan. Aku membatalkannya. Aku sadar hanya kau yang aku cinta. Rapmon"
"Benarkah?" kaget Rapmon. Min Rae mengangguk antusias. Rapmon segera mendekap tubuh mungil Min Rae.
"Cie...cie..." terdengar suara godaan dari semua yang ada direstauran. Termasuk para pelayannya.
...
Ra In hampir saja akan terjatuh. Ia tiba-tiba merasakan kepalanya pusing. Untung Jungkook segera menangkap tubuh istrinya.
"Gwenchana? Kau sakit ya?" panik Jungkook.
Ra In menggeleng. Ia juga tidak mengerti. Bukankah tadi ia baik-baik saja. Kenapa sekarang perutnya sedikit mual dan kepalanya pusing.
"Jimin?" tanya Ra In. Jungkook mengerlingkan matanya jahil. Malam ulangtahunnya ini harus membahagiakan.
"Eomma membawanya" maksud Jungkook adalah Ibu Ra In.
"Jangan bilang kau mau mencuri sesuatu malam ini. Aku tidak mau! Kepalaku pusing" Ra In memasuki mobil Jungkook terlebih dahulu.
"Yakh! Ini ulang tahunku"
TBC.
Sengaja banget nih up hari ini juga. Soalnya mau sekalian ucapin HBD buat Appa Jungkook. Harusnya malem ya tp aku ketiduran. So nggak papa lah ya hari ini juga.


Saengil Chukkae Jeon Jungkook. Babang tercintaahh...
#happyjungkookday
#happyappajungkookday
#happykookkiday
@yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊
Comment on chapter Dia-ku