Kebersamaan berlanjut setelah waktu maghrib telah usai. Menikmati keindahan malam di Agra adalah salah satu tujuan mereka untuk jalan-jalan disekitar Taj Mahal sambil menikmati kuliner makanan khas untuk mengisi kebutuhan tubuh alias perut.
Mereka lebih dahulu mencicipi makanan khas sebelum pergi keliling. Makan malam kali ini benar-benar terasa nikmat. Terutama bagi Karina dan Maya. Mereka berdua bisa menikmati makanan secara gratis, traktiran dari kolaborasinya Arshad dan Malik. Karina dan Maya begitu menikmati makanan khas yang selama ini hanya mereka ketahui dari film. Tentu saja makanan itu tidak lain dan tidak bukan adalah Biryani dan Chicken Tandoori.
Setelah puas memenuhi kebutuhan perut, mereka pun kembali ke tujuan awal, berkeliling sekitar Taj Mahal. Maya terlihat sibuk melihat sekelilingnya, ia berniat untuk mengunjungi salah satu toko survenir yang menjual pernak pernik untuk dibawa pulang sebagai buah tangan.
Sementara itu, Karina tidak terlalu tertarik dengan hal itu, ia lebih menikmati suasana disekitarnya. Karina juga sesekali bertanya pada Arshad ataupun Malik mengenai suatu hal yang belum diketahuinya dan juga sesuatu yang ia anggap unik.
Maya menarik tangan Karina yang tengah berbicara dengan Arshad. Karina tak berkomentar karena ia tahu Maya akan membawanya ke tempat penjualan survenir.
Arshad sedikit kesal karena pembicaraannya terputus, namun ia merasa bahagia melihat kedua tamunya begitu menikmati hari-hari yang telah berlalu selama berada di negerinya. Ia hanya memandang dua orang bersahabat itu tanpa ikut dengan mereka. Maliklah yang menemani Karina dan Maya mengunjungi toko survenir yang berada tidak jauh dari tempat Arshad berdiri.
Karina dan Maya langsung memilih survenir yang mereka beli. Karina membeli 6 survenir, 3 buah miniatur taj mahal dan 3 buah gantungan kunci. Ia membeli survenir sebanyak itu untuk diberikan kepada Tante Ratih dan Kak Ratna. Tidak jauh berbeda dengan Maya, ia juga membeli miniatur dan gantungan kunci taj mahal dengan desain yang berbeda, namun tidak sebanyak yang dibeli oleh Karina.
Begitu selesai dengan urusan pembelian survenir, mereka bertiga keluar dari toko tersebut. Malik dan Maya langsung menghampiri Arshad yang berada tidak jauh dari toko. Berbeda dengan Karina, ia berhenti tepat di depan toko. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Snow Globe Taj Mahal terpajang rapi dari balik kaca. Dengan dihiasi lampu – lampu berwarna menambah keunikan dari benda itu. Meski disekelilingnya juga banyak pernak pernik lainnya, Karina hanya menunjukkan ketertarikannya pada benda yang satu itu.
Karina melihat label harga yang tertera di bawahnya, hanya bisa menggelengkan kepalanya mengingat harga dari Snow Globe Taj Mahal itu cukup mahal jika dirupiahkan. Ia pun mengurungkan niatnya dan segera kembali bersama ketiga temannya.
* * *
Sekembalinya ke penginapan, waktu telah menunjukkan pukul 10 malam waktu setempat. Maya langsung merebahkan tubuhnya di kasur tanpa mengganti pakaian. Berbeda dengan Karina, ia menyandarkan tubuhnya di salah satu sofa yang menghadap ke jendela. Ia ingin menikmati pemandangan langit malam di kota Agra. Arshad tidak salah memilihkan tempat penginapan yang strategis hingga siapapun yang berada di penginapan ini bisa melihat Taj Mahal dari kejauhan. Seperti yang dilakukan Karina saat ini.
Karina belum berniat untuk tidur karena matanya masih belum menunjukkan tanda-tanda kantuk sama sekali. Ia hanya menyandarkan kepalanya dan mencoba memejamkan matanya. Namun hal itu tidak berlangsung lama karena ponsel yang ia letakkan di atas meja tepat disampingnya itu pun bergetar. Ia menatap layar ponselnya dan tersenyum.
“Assalamu’alaikum,” salam yang berasal dari pemilik suara berat.
“Wa’alaikumsalam,” balas Karina.
“Apa aku mengganggu tidurmu?”
Karina menggeleng. Ia sadar bahwa isyaratnya tidak dapat dilihat oleh Arshad. Dan ia pun segera menjawab tidak. “Aku belum bisa tidur,” ucapnya.
“Itu berarti kita bisa ngobrol sebentar, ‘kan?”
“Tentu saja.”
Ada keheningan yang tercipta sejenak. Arshad belum memulai pembicaraannya, sementara Karina hanya diam sambil memandang langit malam, ia menunggu Arshad yang berbicara lebih dulu. Ia pun berdiri melangkahkan kakinya menuju jendela yang masih belum tertutup tirai.
Beberapa detik pun berlalu, namun tidak ada juga suara dari Arshad yang terdengar. “Arshad, sebenarnya kamu ingin kita ngobrol atau kamu hanya ingin membiarkan suara jangkrik yang bicara diantara kita?” tanya Karina yang penasaran karena Arshad tak kunjung bicara.
Terdengar suara tawa dari seberang.
“Aku memang ingin bicara, tetapi barusan tadi aku melihat bintang jatuh.”
“Benarkah? Kamu pasti sedang bercanda, ‘kan? Karena aku sama sekali tidak melihat adanya bintang jatuh,” kata Karina seraya memandangi langit dan memastikan perkataan Arshad benar atau tidak.
“Berarti kita sedang memandang langit yang sama,” ucap Arshad yang terkesan begitu cepat, ada kegembiraan tersirat dari nada suaranya. “Maksudku, kamu juga sedang memandang langit, ‘kan?” tanya Arshad menutupi kegugupannya.
Keduanya tentu bisa memandang langit yang sama. Karena jarak kamar yang mereka tempati hanya terpisahkan oleh beberapa kamar saja dan berada di lantai yang sama pula.
“Ya, aku memang sedang menikmati pemandangan langit malam. Aku memang cukup sering melakukannya sebelum tidur,” sahut Karina, lalu ia tersadar bahwa Arshad tidak berkata serius. “Hei! Berarti kamu sudah membohongiku, ‘kan?”
“Maaf, aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya bercanda. Tapi, langit malam ini memang dipenuhi bintang, kan?”
“Ya, memang ada beberapa bintang. Tapi, lupakan soal itu. Kamu telah membuatku sedikit kesal. Jadi, apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan padaku?” tanya Karina mencoba untuk to the point.
“Sebenarnya, mungkin ini agak sedikit basa-basi. Tetapi aku ingin sekali menanyakannya padamu. Bagaimana dengan hari ini? Tum khush, hai na (Kamu bahagia, kan)?”
Karina tersenyum mendengar pertanyaan dari Arshad yang memang terdengar basa basi. Ia tidak tahu apa alasan dibalik pertanyaan dari temannya itu. “Nahin (Tidak),” sahut Karina singkat.
Alis Arshad terangkat. “Sach (Benarkah)?”
Terdengar Arshad mendesah kesal dari seberang. Mungkin dia merasa kesal karena tidak bisa membuat bahagia tamu istimewanya itu.
Karina diam sejenak. Dalam hati, ia senang bisa membalas Arshad yang sebelumnya telah membuatnya kesal. Tidak ingin membuat Arshad merasa bersalah lebih lama, kemudian ia berkata lagi dengan nada begitu meyakinkan. “Lakin, bohat khush hoon main (Tapi, aku sangat bahagia),” ucap Karina dan ia tak bisa menyembunyikan senyumannya meski tak terlihat dengan lawan bicaranya.
Terdengar lagi suara tawa dari seberang. Suara tawanya mengartikan bahwa Arshad begitu bahagia mendengar perkataan Karina. “Bahasa Hindimu cukup bagus. Aku sedikit tidak menyangka kamu akan mengatakannya padaku, tetapi aku senang perlahan kamu akan bisa berbahasa hindi dengan lancar.”
“Ya, kuharap begitu. Supaya nantinya aku tidak perlu terjemahan lagi untuk menonton film Bollywood,” ucap Karina.
“Well, aku sudah tahu kalau kamu merasa senang hari ini. Jadi, sampai bertemu besok. Kita akan mengunjungi tempat yang tidak asing lagi bagi pecinta film Bollywood sepertimu. Bersiaplah untuk hari esok,” ucap Arshad diiringi tawanya.
“Baiklah, aku sudah siap sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di negeri Bollywood ini.”
“Bye. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
* * *
Sebelum beranjak ke tempat tidur, keduanya kembali menatap langit. Meski langit tidak dipenuhi dengan bintang dan hanya ditemani dengan rembulan yang bersinar saja, hal itu sudah membuat keduanya merasakan ada sesuatu dibalik gelapnya langit malam. Keduanya tersenyum dan berdo’a dalam hati masing-masing.
Karina sangat menyukai langit. Baik itu di siang hari maupun di malam hari. Bahkan terkadang ia selalu menyempatkan diri di sela waktunya untuk menatap langit dimanapun dirinya berada. Terutama saat di siang hari yang cerah. Karena ia bisa melihat birunya langit ditemani tebalnya awan putih yang menyejukkan bila dipandang. Baginya, pemandangan langit di siang hari seperti sebuah lukisan karya Sang Pencipta, Allah Swt. yang tidak bisa dibandingkan dengan lukisan apapun.
Berbeda dengan Arshad, ia lebih menyukai pemandangan langit malam. Baginya, langit malam itu memiliki keindahan yang tersembunyi. Terutama saat langit malam bertaburan bintang, seperti langit malam ini. Bahkan terkadang, ia sering menghitung bintang-bintang yang menghiasi langit malam dan ia juga sering membentuk gambar apa saja dari bintang-bintang tersebut. Menurutnya, pemandangan langit malam itu seperti kehidupan. Dibalik gelapnya langit malam, cahaya rembulan selalu bersinar meski terkadang tertutupi oleh awan. Begitu pula dengan kehidupan, dibalik kepedihan yang dirasakan oleh setiap manusia, akan selalu ada kebahagian yang datang meski terkadang manusia itu tidak menyadarinya.