Berhenti bersikap seakan-akan kau adalah orang yang bisa menjalani semuanya sendiri. Kau terluka, bodoh!
- Breakeven ????
"Letta? Kamu di sini?"
"Kata kamu kemaren aku harus nyamperin kamu ke kelas biar kamu ga di kerumunin sam-hmptt!"
"Iya. Ayok ke kantin," potong Galaksi, setelah melepaskan bekapannya pada mulut Letta. Hell! Sekarang orang-orang apalagi fans Galaksi sudah ada yang berdiri di depan kelas Galaksi, namun karena kedatangan Letta, mereka mengurungkan niatnya dan hanya berdiri menonton.
"Bakso Bu Sayang?" tanya Galaksi setelah mereka berdua berada di kantin.
Letta menggeleng. "Gak, kamu aja."
"Kamu ga makan?"
Letta lagi-lagi menggeleng. "Lidah aku pait. Nanti mau ngerokok aja di atap ben-"
"Bu Sayangku! Bakso dua ya!" teriak Galaksi, memotong kalimat Letta. Setelah di jawab acungan jempol oleh Bu Sayang, Galaksi langsung menarik pergelangan tangan Letta ke tempat duduk yang kosong.
"Kalo lo ngerokok lagi, gue ga jadi buat beliin lo dua buku dan nemenin lo sampe lo puas di toko buku."
"Yaudah, berarti lo juga harus mulai jalanin lagi point ketiga, beliin gue rokok Joged perhari."
Galaksi menghela napas kasar. "Oke. Itu juga bukan urusan gue. Buat apa gue peduli."
Galaksi menyerah, berhenti merokok bukan perkara mudah. Ia sendiri sadar itu. Walau bukan perokok aktif yang bisa menghabiskan hampir dua bungkus sehari, setidaknya Galaksi harus merokok tiga atau sampai empat batang per harinya.
Mereka diam, hingga akhirnya bakso sudah terhidang di depan mereka, Galaksi juga Letta masih mempertahankan keterdiamannya.
"Lo ga makan?" Galaksi membuka suara.
"Emang tadi gue bilang gue mau makan?"
Skakmat.
"Tapi seenggaknya lo harus mak-"
"Lo bisa kan nggak usah ngatur-ngatur gue? Inget, lo cuma pacar pura-pura gue, Galaksi Abimanyu."
Galaksi memejamkan matanya sesaat, berharap mengurangi emosi yang selalu ada jika berbicara dengan manusia yang penuh dengan kata-kata sarkasme seperti Letta.
"Selamat makan." Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Galaksi yang tak di jawab apalagi di pedulikan oleh Letta.
"Bisa cepet ga makannya?" ujar Letta setelah baru lima menit Galaksi memakan baksonya.
Galaksi mengurungkan suapan yang sudah berada di ujung bibirnya, beralih menatap Letta. "Gabisa."
Srakk...
Letta langsung berdiri, hendak melangkah pergi, namun tangan Galaksi sudah lebih dulu menahannya.
"Gue bayar dulu," ujar cowok itu lalu menarik lengan Letta menuju kios Bu Sayang.
Galaksi hanya bisa tersenyum miris, menatap baksonya yang bahkan belum habis setengahnya.
Masih laper abang dek, masya Allah.
Jika saja ia pagi tadi tidak melakukan 'mari berantem sama mama di pagi buta', mungkin ia tak masalah jika tidak makan di sekolah.
Kini mereka berdua sudah berada di atap sekolah, dengan Letta yang langsung mengeluarkan sebatang rokok dari kertas yang ia lipat di dalam sakunya.
"Cuma bawa satu lo?" tanya Galaksi, menaikkan sudut bibirnya melihat Letta yang sepertinya mengantisipasi lebih dulu akan kemungkinan Galaksi yang kembali merampas rokoknya.
Letta tak menjawab, lalu mulai memantik rokok yang ia pegang, sepersekian detik setelahnya, asap rokok sudah mengepul di depan wajahnya.
"Lo kayak badmood sekarang."
Letta tak menjawab.
"Atau gara-gara kemarin temen deket lo si Dion di cium Nada?"
Refleks, Letta mendengus, namun tak memberikan respon apa-apa, kembali menghisap rokok di tangannya.
"Lo suka Dion," ucap Galaksi menekankan sebuah pernyataan.
"Gausah sok tahu."
Galaksi menaikkan sudut bibirnya, ikut mendengus. Kini ia mengamati Letta dari samping, bagaimana cewek itu terlihat santai menghisap atau mencapit rokoknya di sela jari telunjuk dan jari tengahnya, juga menghembuskan asap rokoknya.
Tep!
"GAL-"
"Berhenti ngerokok, Letta," ucap Galaksi dengan nada rendah, mematahkan kata yang belum sempat keluar dari mulut Letta. Galaksi kini dengan santainya telah menginjak rokok Letta dan menggerusnya di lantai bersemen atap sekolah dengan sepatunya.
Lantas, Letta langsung melayangkan tangannya hendak memukul kepala Galaksi, namun cowok itu lebih gesit dan menahan tangannya.
Letta menggeram kesal. "BERHENTI IKUT CAMPUR URUSAN GUE, SIALAN!"
"Gue cuma ngingetin yang terbaik buat lo." Galaksi menjawab santai, berbanding terbalik dengan Letta yang membentaknya barusan.
"LO PIKIR LO BERHAK BUAT NGINGETIN GU-"
"CUMA BERHENTI NGEROKOK, ZETHEERA SEKALETTA!" bentak Galaksi, yang tiba-tiba mencengkram kuat kedua bahu sempit Letta, menatap tajam ke arah bening hazel milik cewek itu.
Letta tersenyum miring, mencemooh. "Lo sendiri yang bikin perjanjian kalo misal gaada yang boleh jatuh cinta di antara kita, tapi sekarang ngeliat kelakuan lo, kayaknya lo sendiri yang ngelanggar."
Sorot mata Galaksi semakin menajam. "Cuma itu? Cuma itu kalimat yang selalu lo lontarin ke gue kalo misal gue mulai bersikap peduli sama lo? Jadi lo kira semua yang peduli sama lo, lo bilang jatuh cinta sama lo?"
"Emang selama ini gue minta lo buat peduli sama gue?" balas Letta tajam.
Mendengar itu, refleks Galaksi berdecih, melepas cengkramannya di bahu Letta dengan sedikit mendorongnya, membuat cewek itu agak termundur ke belakang.
"Silahkan bilang gue udah jatuh cinta sama lo, suka sama lo. Tapi asal lo tahu, niat buat suka sama lo aja gaada apalagi jatuh cinta." Galaksi membalik tubuhnya, lalu melangkah pergi.
...
Dion mendesah samar, melihat Letta yang bersandar di tiang depan kelasnya dengan mata terpejam, sembari memangku tangannya dengan earphone yang menyumpal telinganya. Sekolah sudah cukup sepi, karena bel pulang sudah berbunyi sejak tadi.
Baru hendak membuka suaranya, sudut mata Dion menangkap sosok Galaksi yang berjalan ke arahnya. Lagi, Dion menghela napasnya, memilih berbalik dan membawa langkah kakinya menuju parkiran, untuk pulang.
"Gue ada latihan basket. Kalo lo mau pulang duluan gapapa," suara berat Galaksi membuat kedua mata Letta terbuka, dan menemukan raut datar di wajah Galaksi.
"Gue ga punya ongkos kalo mau naik angkot, apalagi taksi," sahut Letta.
Tak merubah raut datar di wajah cowok itu, Galaksi merogoh saku jaket yang tersampir di tangannya.
"Gue tungguin lo latihan," ujar Letta, lalu melangkahkan kakinya menuju sisi lapangan, menghentikan kegiatan 'mari memberi Letta uang ongkos pulang'.
Dan itu taunya tak merubah raut wajah datar Galaksi. Cowok itu lantas ikut melangkah menuju sisi lapangan, tempat di mana Letta sudah duduk, agak jauh dari rombongan team basketnya.
Tangan Galaksi terulur, memberikan tas, handuk, juga jaketnya pada Letta yang langsung di ambil alih oleh cewek itu tanpa ada percakapan di antara keduanya.
Sesi latihan di mulai, suara teriakan-teriakan memekakkan telinga mulai terdengar, siapa lagi kalau bukan fans Galaksi ataupun anak basket lainnya yang memang sudah hapal dengan jadwal latihan team basket sekolah.
Letta bersikap tak peduli, lebih memilih sibuk pada handphonenya. Hingga suara peluit menyudahi sesi latihan babak pertama mereka.
Galaksi mendekat, meminta minum yang ada di sisi samping tasnya, yang langsung di ambilkan oleh Letta.
"Gal," panggil Letta.
Galaksi menyudahi kegiatan meneguk minumnya, beralih menatap Letta dengan wajah yang masih sama datarnya, hanya keningnya yang berkerut seolah bertanya 'kenapa?'.
"Bungkukin badan lo di depan gue."
Refleks Galaksi tersenyum miring, dan melakukan sesuai apa yang di suruh Letta, membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Letta.
"Service tambahan?" tanya Galaksi dengan nada sarkastik, saat tebakannya ternyata benar, Letta mengelap wajahnya dengan handuk.
Letta menggeleng, menatap mata Galaksi yang juga menatapnya.
"Makasih. Udah peduli, Galaksi Abimanyu."
...
Kenawhy gue merasa ni cerita acakadul?
Holy shit :))
Galaksi yang butuh asupan makan :'))
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme