Aku menjadi sesuatu yang rusak ketika aku di rusakkan tentu saja.
Bisakah kau memperbaikinya?
- Breakeven
Dion menghela napasnya lelah. "Nad, gue udah berbaik hati dengan ga ngusir lo secara kasar. Sekarang lo bisa nggak pergi dari sini?"
"Gak. Gue nungguin lo pulang, sekalin gue juga mau nagih janji lo semalem buat nemenin gue pergi abis pulang ini."
Dion lantas mendengus keras, memijat pangkal hidungnya. "Gue ga ngomong kalo gue setuju. Gue ingetin kalo lo lupa."
"Ya emang gue peduli?"
"Ya gue peduli kalo misal ini bersangkutan sama gue, sial! Lama-lama jijik juga gue sama cewek kayak lo!" umpat Dion, menghentakkan tangannya kasar.
Nada malah menyeringai, bukan karena umpatan juga jawaban ketus Dion, melainkan karena manik matanya menangkap dua sosok dari arah berlawanan dengan posisi Dion sedang berjalan ke arah mereka.
"Lo nungguin Letta, kan?"
"Bukan urusan lo."
"Gue mau ngasih lo penawaran bagus."
"Dan gue ga mau di tawar."
Seringaian Nada tetap tak luntur, ia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Dion dengan sedikit berjinjit, membuat Dion tersentak kaget.
"Kalo lo sayang sama Letta, lo ga mungkin ngebiarin anak-anak atau fans Galaksi tahu kalo dia cuma pura-pura pacaran sama Galaksi, kan?"
Spontan, mata Dion mendelik sempurna. Ia tiba-tiba teringat akan Letta yang sekarang saja sudah cukup terkena imbasnya sialnya seperti loker cewek itu yang penuh dengan sampah, apalagi jika fans Galaksi tahu kalau Letta hanya berpura-pura pacaran dengan Galaksi.
Sial!
Cup!
Dan lagi, keterkejutan Dion semakin besar tatkala Nada menciumnya saat lelaki itu sedang sibuk dengan pikirannya.
"... BANGSAT!"
Umpatan dari sumber lain itu lantas menyadarkan Dion, hingga spontan mendorong cewek 'gila' di depannya cukup keras. Setidaknya itu adalah sebutan baru yang di sematkan oleh Dion untuk Nada.
"Letta," panggil Dion, karena mendapati Letta hanya menatap datar ke arahnya.
"Astaghfirullah. Sumpah, kaget gue! Secara gue ga pernah liat orang ciuman secara live gini anjir. Pernahnya cuma liat di hape doang," ujar Galaksi, masih sibuk mengusap dadanya.
"Mesum," ujar Letta yang di tujukannya pada Galaksi, setelahnya langsung melangkahkan kakinya pergi.
"Bentar Kala!" Dion mengejar dan menarik lengan Letta. "Itu nggak kayak yang lo liat."
"Ya terus kenapa? Gue cemburu? Nggak kali."
Dion menghela napasnya kasar. "Maaf, gue ga pernah ngasih tau lo kalo gue sempat deket sama Nada. Tapi itu kemarin, sekarang nggak lagi."
Letta ikut menghela napasnya kasar, melepas cengkraman Dion di lengannya. "Itu hak lo Dion. Mulai sekarang lo jauhin gue. Oke?"
"Nggak. Kita pulang bareng."
"Eits bro. Pacar gue nih. Gue yang nganter dia pulang. Ya kan Lett?" Galaksi tiba-tiba sudah berdiri di samping Letta. "Sana, lo urus pacar lo aja," usir Galaksi dan tanpa menunggu jawaban Letta maupun Dion, ia menarik lengan Letta menuju motornya di parkiran.
"Merasa ingin mengucapkan sesuatu, nona Letta?" ujar Galaksi ketika mereka sudah sampai di parkiran.
"Lo mesum, najis, jijik, suka nonton bokep," ujar Letta kemudian memasang helmnya.
Galaksi mendelik. "Ngomong makasih kek udah gue selametin dari Dion tadi. Bukannya malah ngatain gue. Yah, walaupun yang lo bilang itu bener. Hehe..." Galaksi langsung nyengir.
PLAK!
"Sakit Lett, sakit! Astaghfirullah."
Letta tak peduli, lalu menaiki motor Galaksi. "Mampir bentar nanti ke warung depan komplek."
...
"Bu, rokok Joged masih ada kan?"
"Lo mau beli rokok?!"
"Ada neng. Berapa bungkus?"
"Satu bungkus aja bu kayak biasa."
"Woy Letta! Lo mau beli rokok?!" Galaksi langsung menarik bahu Letta untuk menghadapnya, namun dengan cepat Letta menepisnya.
"Lo kebiasaan, udah tau nanya. Otak lo di dengkul apa ya?!"
"Gak. Lo ga bol—"
"Nih bu. Makasih." Letta langsung mengambil rokok yang ibu-ibu itu jual dan meletakkan dalam saku seragamnya.
Galaksi berdecak kesal. "Ck! Mau gue ambil, nanti tangan gue ga sengaja kena nenen l—"
PLAK! PLAK!
"Iya gue salah! Iya!"
"Udah. Pulang sana lo."
"Lah, lo mau kemana?"
"Bukan urusan lo." Tanpa menunggu jawaban. Letta melangkahkan kakinya pergi. Namun, Galaksi di belakangnya tetap mengiringi cewek itu. Dan juga, sepertinya Letta tak terlalu peduli.
Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah kursi taman komplek dan Letta langsung mendaratkan pantatnya di sana. Di susul dengan Galaksi yang turun dari motornya dan duduk di samping Letta.
Cewek itu tetap seolah tak peduli, dan mulai mengeluarkan rokoknya lalu memantiknya dengan korek yang ia ambil dari dalam tas. Galaksi di sampingnya hanya mendesah pelan, lalu ikut menyalakan rokok yang ia keluarkan dari saku celananya.
"Mama papa lo tau kalo lo ngerokok?"
Letta menggeleng samar sebagai jawaban.
"Kenapa lo bisa ngerokok gin—Nggak, nggak. Tepatnya kapan lo mulai ngerokok?"
Hening. Galaksi menoleh ke arah Letta di sebelahnya yang tatapannya seolah menerawang.
"Semenjak gue di jadiin bahan taruhan."
Alis Galaksi hampir bertaut. Ini kesempatan untuknya bertanya lebih jauh tentang Letta. Belum sempat Galaksi berbicara, Letta telah membuka suaranya lagi.
"Lo tau Gal, rasanya di sundut rokok tuh sakit banget."
Mendengar itu, spontan Galaksi mendelik lebar. "M-maksud lo?"
Letta menarik napasnya perlahan dan menghembuskannya perlahan pula. "Gue ngerokok karena gue pernah di sundut rokok. Dan pas di sundut gue tiba-tiba mikir, 'ni rokok jahat banget sama badan gue, liat aja nanti gue bakal bales dendam sama lo dengan ngabisin lo, rokok sialan'." Letta terkekeh sebentar lalu melanjutkan kalimatnya. "Aneh ya. Gue bales dendamnya malah sama rokok. Bukan sama orang yang nyundut rokok ke badan gue."
Mendengar itu, Galaksi langsung mengacak rambutnya kasar, merasa belum mengerti apa yang di katakan Letta.
"Lo bisa ga ngomongnya jangan acak-acakan gitu. Gue ga ngerti apa hubungannya rokok Joged, taruhan, lo di sundut rokok, sama lo bales dendam ama rokok. Gue berasa lagi ngerjain soal matematika yang makek bahasa Inggris anjir. Sama-sama mabok."
Letta hanya tersenyum miring. "Gue ga nyuruh lo ngerti." Letta tiba-tiba berdiri. "Gue balik."
Belum sempat melangkah, tangan Galaksi sudah menahannya lagi, membuat Letta berbalik menghadap Galaksi yang kini telah berdiri tepat di depannya.
Galaksi tersenyum, tiba-tiba tangannya terulur untuk mengambil rokok di saku baju Letta dengan hati-hati, agar tidak terjadi hal yang tak di inginkan. Tersentuh nenen misalnya.
"Gue ambil ini. Dan lo ambil ini." Galaksi mengulurkan dua kaleng susu beruang di tangannya pada Letta.
"Sampai kapanpun. Cewek ga pernah boleh yang namanya ngerokok. Seenggaknya itu yang ada di kamus idup gue."
Letta tersenyum miring, menepis tangan Galaksi dari puncak kepalanya.
"Itu kamus hidup lo, bukan kamus hidup gue."
Galaksi malah tersenyum lebar. "Karena sekarang, lo ada dalam hidup gue."
...
My 2nd acc hurtbyunee
Ada yang masih ga ngerti kenapa Letta bisa ngerokok?
Kalo masih ga ngerti gapapa. Emang belum gue jelasin secara detail di chapter ini. Semangat berpikir wankawand????????
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme