Dari ujung ke ujung tercium aroma bunga dan kue yang lezat. Pagar alami, bebatuan alami di halaman bagian depan dan penataan barang yang rapi disertai puluhan ukiran motif batik tersebar di rumah besar ini menambah kesan mistis dan ketegangan yang dirasakan oleh mereka bertiga.
Guntur dan Nindia yang merasa sungkan mengatakan sesuatu kini saling melirik, meminta pertolongan guna menjawab pertanyaan dari Mina namun keduanya tidak pernah terpikir sesuatu sedikit pun. Sedangkan Mina sendiri justru jadi gugup.
"Ketegangan macam apa ini? Apa yang sedang kurasakan saat ini?" Mina membatin dengan perasaan sedikit bersalah tapi juga tidak mengerti kenapa situasi jadi hening dan canggung seperti sekarang.
[Ayahmu merupakan rekan kerja kami. Musuh ayahmu juga musuh kami berdua. Mengenai siapa yang melakukannya kami tidak tahu.]
“Apa?! Kupikir dengan datang kemari maka aku akan menemukan sesuatu!” teriak Mina marah.
Guntur menggelengkan kepala dan kembali menuliskan, [Kami hanya tahu musuhnya ada banyak. Sulit mencarinya atau bahkan hanya sekadar berspekulasi tapi kami bisa menunjukkan siapa yang mungkin melakukan itu.]
Kemudian dia menunjukkan beberapa foto orang yang memiliki ciri-ciri berbeda jauh. Disebutkan mereka yang paling mungkin memusuhi ayah Mina.
“Mereka semua terlihat seperti orang ahli.”
“Ahli?” sahut Bu Nindia.
“Iya.” Mina menganggukkan kepala. “Orang yang berpengalaman, ahli bela diri atau semacamnya?”
“Pemikiran dan matamu bagus juga, Mina. Ternyata anak dari senior sungguh hebat.”
Mina merasa malu setelah dipuji olehnya. Meskipun orang-orang dalam foto merupakan musuh ayahnya tapi apa penyebabnya masih belum diketahui.
“Kami—”
“Sudah cukup. Saya paham, anda berdua memiliki keterikatan yang rahasia. Saya memahaminya dan tidak akan bertanya lagi.”
[Kalau begitu tolong jangan ikut campur lagi. Ayahmu tidak mau jika kamu terlibat.] Pesan dari Guntur ingin menjauhkan Mina dari masalah.
Mina hanya tersenyum dan Guntur sadar ada sesuatu yang dia sembunyikan. Firasat pasutri ini terbilang cukup kuat.
“Mina jangan gegabah. Aku tahu kamu marah pada mereka. Tetaplah berdamai untukmu sendiri, kelak mereka akan mendapat balasannya. Kami lah yang akan melakukannya,” ucap Nindia.
Organisasi rahasia, mata-mata, individu yang bergerak demi menangkap target. Mina dapat meraba-raba tentang identitas mereka tapi dia memilih berhenti menguliknya terlalu jauh dan fokus pada tujuan awal. Kini beberapa lembar foto orang berada di tangannya telah menjadi sebuah petunjuk awal.
"Aku bukan detektif apalagi pahlawan keadilan. Aku hanya tidak puas jika keluargaku meninggal dengan tidak adil. Keinginanku hanya satu, membalas perbuatan seseorang yang telah melakukan ini pada mereka dengan setimpal."
Balas dendam, inilah yang alter-ego Mina inginkan sejak awal. Perasaan tak rela juga terasa janggal membuat tenggorokannya seolah terbakar, semua perasaan itu akan hilang jika Mina menjadikan "balas dendam" ini sebagai penerang dalam dukanya.
“Bibi boleh saya meminta air putih lagi?” Air putih dalam gelas miliknya baru saja habis. Mina menyodorkan gelas itu dan tanpa merasa sungkan memintanya lagi.
Nindia langsung pergi ke dapur sambil membawa gelas kosong itu lalu setelahnya Mina melihat ke arah depan rumah.
Guntur mengetuk meja dengan kuku jarinya lalu saat Mina kembali menghadap, Guntur mengangkat sedikit dagu yang berarti sedang bertanya apa ada masalah.
“Saya hanya mendengar nama paman dipanggil dari luar.”
Guntur merasa aneh karena sejak tadi tidak mendengar apa pun, tapi dia tetap beranjak pergi guna memastikan.
Berhubung tidak ada yang mengganggu, Mina lekas mengambil kesempatan ini tuk mengambil potret semua foto yang berada di atas meja dari ponselnya.
"Petunjuk ini cukup berharga dan sangat besar. Sekarang hanya perlu mencari cara menemukan semua orang di dalam foto ini." Mina berkata dalam batin lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dengan cepat.
“Ini airnya.”
“Terima kasih, bibi.”
Setelah Mina menenggak air minum itu hingga habis, lekas dia berpamitan pada mereka.
“Sepertinya kamu benar-benar kehausan.”
“Sepanjang perjalanan saya menghabiskan energi. Itu karena gugup. Kalau begitu setelah semua ini saya hanya bisa berterima kasih dan akan segera pergi.”
“Cepat sekali.” Nindia merasa sayang karena harus kehilangan teman bicara sesama perempuannya namun apa boleh buat jika Mina memang ingin pergi.
“Saya ingin tidur lebih awal karena lelah,” ucap Mina hanya beralasan.
Berkat bantuan dari Guntur dan Nindia yang entah mereka sebenarnya siapa namun dengan begini Mina percaya diri untuk menemukan pelakunya meski hanya sendirian.
Di satu sisi awalnya Guntur merasa terlalu berlebihan dengan berpikir buruk tentang Mina namun pada kenyataannya itu semua terbukti setelah Mina yang tiba-tiba berpamitan pulang hari ini.
"Dasar gadis licik." Nindia terkejut setelah membaca gerak bibir suaminya dan sadar bahwa gadis itu memang tidak berniat berhenti.
Wanita itu hendak pergi dan menghentikannya namun sang suami justru menghalangi lalu menggelengkan kepala sebagai tanda agar tidak perlu ikut campur.
“Bagaimana bisa kamu membiarkan hal ini?”
"Kita duluan yang mengekspos diri. Dia hanya mengambil kesempatan."
Niat awal yang merupakan tujuan Mina memang tidak pernah berubah. Hanya saja kadangkala tertunda akibat musibah yang menimpa dirinya. Kini sedikit petunjuk dan bukti bahwa memang benar adanya seseorang dengan sengaja mencelakai keluarganya berada dalam genggaman Mina sendiri.
“Mencari orang tanpa bantuan itu sulit. Tapi jika aku mencarinya sendirian pasti langsung ketahuan 'kan?”
Mina adalah gadis yang cerdas, dia bahkan mempertimbangkan gerak-geriknya sendiri yang mungkin akan ketahuan oleh mereka. Belum lagi dia tidak bisa selamanya menyembunyikan niat ini dari si pria bisu.
“Besok atau mungkin sewaktu aku pergi mereka pasti sudah sadar.” Mina menoleh ke belakang dan tak seorang pun yang ia kira sedang membuntuti dirinya.
“Mereka nggak ngejar rupanya. Bagus deh, karena kalau dikejar sekarang aku pasti nggak punya kesempatan,” gumam Mina yang kemudian mempercepat langkahnya menuju rumah.
Mina mendongakkan kepala dan menatap langit, terik matahari langsung menyilaukan mata. Secara spontan gadis itu melindungi pandangan dengan lengannya dan setelah terbiasa dia pun kembali menatap langit.
“Penghujung akhir musim hujan? Yah, semoga hujan tidak menghambatku lagi.”
“Semoga do'amu terkabul,” ucap seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depannya. Mina yang terkejut lantas mengambil langkah mundur dengan sikap berwaspada.
“Astaga, jangan bikin kaget.”
Ini bukan kali pertama Lia datang dan mengejutkan Mina. Dia gadis yang suka sekali bercanda, kadang dia membuat Mina takut.
“Aku hanya kebetulan datang saat tahu kamu kembali. Lalu ikut mendoakan apa yang kamu harapkan,” ucap Lia.
“Iya, aku paham. Tapi jangan bikin kaget, aku hampir jantungan karena kamu tahu.” Mina mengatakannya dengan ketus, kedua alisnya pun terlihat hampir menyatu sekarang.
“Ngomong-ngomong kamu tadi pergi ke mana?”
Mina menolak menjawab dengan gelengan kepala, lalu pergi masuk ke dalam rumahnya. Lia ikut masuk dan karena tidak mendapat jawaban dari sahabatnya, lantas dia terus mengoceh sepanjang waktu dengan bercerita saat bersekolah tanpa kehadiran Mina.