Rahasia yang Dibocorkan Tapi Tak Dipercaya
Tiga bulan setelah Jenni dan Rai resmi pacaran—dan secara tidak resmi dijuluki media fanbase sebagai ‘The Vamp-Duo Couple’ karena chemistry mereka yang “terlalu santai untuk disebut mesra, terlalu lengket untuk dibilang teman”—sebuah kejadian besar mengguncang lingkaran mereka.
Min-Jae buka suara.
Itu terjadi dalam podcast seni yang biasanya membahas “konsep realisme dalam sinema eksistensial”. Tidak ada yang menduga pengakuan berdarah akan muncul di sana.
Host bertanya, “Apa yang membuat Blood of Twilight terasa begitu nyata?”
Min-Jae, tanpa ragu menjawab:
> “Karena para pemainnya… dulunya benar-benar vampir.”
Hening.
Host tertawa kecil, “Wah, storytelling-nya mantap, Pak Min-Jae.”
Tapi Min-Jae hanya menatap lurus ke kamera. “Saya tidak sedang bercanda. Saya tahu karena saya pacaran dengan salah satu dari mereka.”
**
Klip itu viral dalam waktu kurang dari 2 jam.
Judul-judul clickbait menyerbu:
“Min-Jae Akui Pemainnya Vampir, Benarkah?! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Kamera”
“Rahasia Jenni Terungkap?! Dulunya Vampir, Kini Jadi Influencer Kentut!”
“Season 2 Jadi Dokumenter Asli? Ini Bocoran Gila dari Sang Sutradara”
**
Sementara itu, di Kantor Produksi Blood of Twilight
Jenni menjerit sambil memeluk tumpukan skrip. “GUE BARU BISA MENGOLAH KARBOHIDRAT DENGAN NORMAL! GUE NGGAK MAU JADI BAHAN BAKAR KONTEN!!!”
Rai panik membuka situs travel. “Kita ke Nepal. Atau ke dalam laut. Ada gua bawah laut kan?!”
Fajar masuk ruangan sambil bawa kopi dan wajah kosong. “Guys... kalian tahu kan, semua orang di Twitter bilang ini promo genius? Bahkan ada thread: ‘Kenapa Blood of Twilight Sebenernya Mockumentary’.”
Vidi menimpali sambil lihat komen YouTube: “Ada yang bilang: ‘Plot twist-nya adalah kita semua bagian dari eksperimen sosial. Mereka vampir, kita yang dibohongi.’ Gue udah muak.”
Kay, satu-satunya yang mencoba menyelamatkan keadaan, buka siaran langsung di akun fansnya:
> “Guys... tolong dengerin. Kami manusia yang berperan sebagai vampir.
Kami bisa lelah. Kami makan kimchi, kami tidur siang, kami bayar pajak.”
Netizen langsung menyerbu kolom komentar:
“ACTING KAYAK GINI NIH YANG BIKIN GUE MERINDING!!!”
“Best performance sejak Season 1.”
“kimchi tuh simbol transisi kehidupan vampir ya?”
“Pajak... blood tax?!”
**
Di tempat lain, di apartemen Min-Jae
Shin menatapnya dari balik cangkir kopi. “Kamu serius waktu bilang itu ke publik?” Aku sedikit kecewa dengan karangan cerita kamu ke publik"
Min-Jae menatap tenang. “Kalau rahasia itu terlalu besar, kadang satu-satunya cara melindunginya... adalah dengan membocorkannya.
Shin mengerutkan kening. “Itu filosofis banget atau kamu lagi ngarang alasan?”
“Dua-duanya,” jawab Min-Jae. “Publik tidak siap untuk kebenaran. Tapi mereka akan menolak dengan cara yang paling aman: dengan menganggap semuanya sebagai fiksi.”
"Tapi mereka benar vampir kan?" Tanya min-jae
Shin menghela napas. “mereka profesional”
Min-Jae tersenyum. “maafkan aku ya.”
**
Tiga Hari Kemudian
Blood of Twilight: Behind The Blood diumumkan sebagai serial dokumenter dengan konsep ‘metafiksi absurd’.
Seluruh aktor kembali dipanggil untuk syuting "kilas balik palsu" versi manusia, padahal sebagian dari adegan itu justru nyata.
Rai membaca skripnya dan mengeluh, “Kenapa di sini gue disuruh pura-pura haus darah, padahal waktu itu emang beneran gue hampir nyedot botol saos?”
Jenni nyengir, “Karena sekarang semua orang pikir kita aktor jenius.”
Fajar menambahkan, “Dan semua kontrak iklan kita naik harga 200%.”
Mereka saling pandang.
Diam sebentar.
Lalu tertawa.
Mungkin, rahasia itu memang sudah waktunya “terungkap”.
Mungkin, dunia memang tidak percaya.
Tapi selama dunia tertawa, mencintai, dan menikmati cerita mereka...
…mereka tetap aman.
**
TULISAN PENUTUP:
> Mereka dulunya vampir.
Sekarang manusia.
Besok?
Entahlah.
Satu tahun setelah “pengakuan besar” Min-Jae yang tak dipercaya, Blood of Twilight berubah jadi franchise film internasional. Mereka tampil di Cannes, masuk Netflix, dan bahkan punya dokumenter spin-off berjudul: “The Art of Lying the Truth”.