“Waw, waw, waw, jadi gimana ceritanya bisa begitu?” Suara Sasi yang terdengar dari speaker ponsel, terdengar surprise.
“Ya begitu ceritanya.” Awalnya aku belum berniat cerita pada Sasi, tapi kenyataan berkehendak lain. Tak dinyana, Sasi ke rumah, malah ngobrol banyak sama Mbak Rika. Jadi deh, aku bulan-bulanannya sekarang.
“Begitu gimana? Begitu dahsyat pesonanya hingga tidak bisa menolak?” Sasi tertawa nyaring. Ini bocah memang terkadang nyebelin luar biasa.
“Sas, aku masih belum tahu. Kamu tahu sendiri, bagaimana hatiku tercincang dari dulu. Kejadian ke Bogor juga, kamu belum lupa kan?”
“Tentu aja, itu juga kan yang bikin kamu ketemu Alfian? Wah duda keren begitu, juga demennya sama kamu. Apa mau dikata, ternyata banyak yang mau sama Kanaya, hahaha.”
“Dikira engga ada yang mau?” tanyaku balik.
“Eits, jangan salah. Banyak pula orang kantor yang nanyain kamu.”
“Anak kantor?”
“Si Bos juga ada indikasi, anak finance lantai lima, pernah tuh nanyain kamu. Anak marketing lantai dua juga. Tapi engga ada yang bergerak.”
“Ah, kamu mah sukanya berasumsi,” gerutuku.
“Makanya diperjelas aja. Siapa yang kamu pilih.”
“Menurutmu segampang itu, Sas?”
“Hey, jangan dibikin susah. Ikuti saja kata hatimu.”
Kata hatiku. Nonsense. Aku pun tak tahu apa yang aku inginkan.
“Jangan berpikiran terlalu jauh, Kan. Kamu tahu apa yang terbaik untukmu. Aku yakin itu.”
>.<
Tebak siapa yang aku temui pagi ini.
Alfian.
“Al?” Entah apa rupa mukaku. Pasti kaget tak terkira. Ditambah muka masih kucel. Bagaimana engga kucel, jam sepuluh malam baru sampai rumah. Belum lagi acara beberes yang memakan waktu sampai tengah malam. Alfian tersenyum kecil, rambutnya setengah basah. Bukan, itu pasti gel. Ditata urakan. Aduh, kenapa pagi-pagi udah bikin deg-degan begini.
“Hai,” sapanya riang.
“Ken, kenapa?” tanyaku terbata. Berbagai alasan ia tiba-tiba nongol pagi-pagi, bermunculan di benakku.
“Engga apa. Kangen aja. Rifa minta ikut, tapi aku ingin hanya kita berdua.” Senyumnya tak pudar. Kaos birunya pas banget sama badannya. Aduh.
Hanya kita berdua? Apa-apaan itu?
Ia menowel pipiku. “Kok melongo begitu.”
“A, aku engga ngerti.” Aku malah menggelengkan kepala tanpa sadar.
Alfian tertawa kecil. Mengenggam tanganku tanpa ragu. “Ayo, aku ajak pergi.”
“Kemana?” tanyaku bingung.
“Suatu tempat,” jawabnya bikin penasaran.
>.<
Suatu tempat yang dimaksud itu adalah kampus. Entah apa alasannya membawaku kesini. Kampus di hari minggu sepi. Hanya beberapa mahasiswa yang tampak, mungkin ada urusan dengan kegiatan kampus.
“Kok kesini, Al?” tanyaku, menoleh padanya. Ia tak menjawab, hanya tersenyum kecil.
Ia memarkirkan mobil di depan markas BEM. Apa dia mau nostalgia? Tak banyak yang berubah, masih ruangan tambahan di dekat jurusan sains.
“Wah, dateng juga, Pak Ketua.” Sebuah suara mengagetkanku. Sosok kurus bertopi biru muncul dari dalam ruangan. Robi adalah wakil ketua BEM dulu. Perawakannya masih sama seperti yang kuingat. Ia adik tingkatku. “Wah, sepaket kayaknya.” Ia menyalami Alfian. Matanya menatapku. “Apa kabar, Kanaya?”
“Baik, Rob. Sendiri aja?” tanyaku.
Robi menoleh pada Alfian sesaat, kemudian balik ke arahku. “Dia engga bilang ya? Ada reuni kecil-kecilan.”
“Reuni?”
Alfian tertawa kecil. “Anak-anak ribut terus sejak tahun lalu, minta ketemuan katanya. Ya sudah, aku adakan saja, sembari nostalgia.”
“Kau kali yang nostalgia, Bos.” Sebuah suara membuat kami menoleh. Perempuan berkerudung datang dengan dua perempuan lainnya.
“Vina?” tanyaku. Memastikan kebenaran sosok yang kulihat.
Ia tersenyum. “Apa kabar, Kanaya?” Tak kusangka, bendahara BEM ini sekarang berkerudung. Dulu terkenal paling bebas.
Tak bisa kucegah, aku tertawa juga. Tak kupercaya, kejutan Alfian se oke ini. Mereka masih berhubungan dalam grup whatsapp.
Kami duduk berkumpul di kantin kampus. Memesan es teh dan membeli cemilan, sambil ngobrol banyak.
“Bima kemana, Kan?” tanya Rivan.
“Ke laut aja,” jawabku enteng.
“Heh, gimana sih, engga lihat apa, ada yang nampak falling in love disini?” Vina tertawa keras. Ternyata, kelakuannya belum berubah.
Alfian tersenyum lebar.
“Wah, penantian kau tak sia-sia, Bos,” celetuk Robi nyaring. Membuat semua orang kompak bersiul.
“Doakan ya,” papar Alfian. Melirikku sekilas.
Ya ampun. Ini gimana sihhhhhh
>.<