Loading...
Logo TinLit
Read Story - No Life, No Love
MENU
About Us  

“Pada akhirnya setelah badai menerpa, semua orang akan bertemu dengan kebahagiaannya masing-masing.”

***

Tidak pernah Erilya merasa sesemangat ini untuk kembali melihat rumah kesayangannya. Terkahir dia merasa senang ketika pulang dan sehari setelahnya dia ingin kembali ke kampusnya. Sekarang karena jarak yang jauh dia ingin menikmati waktu satu bulannya dengan baik. Entah kapan lagi dia bisa pulang. Kali ini dia pulang juga memiliki alasan untuk mengurus pekerjaan. Jika tidak mana mungkin dia mau pulang secara cuma-cuma. Biaya tiket eropa ke Indonesia sudah cukup membuatnya panas dingin.

Helena memeluk kakaknya dengan semangat ketika dia muncul di bandara. Gadis itu sudah jauh lebih dewasa daripada sebelumnya. Lemak di pipinya sudah mulai hilang. Erilya jadi tidak bisa leluasa mencubitnya lagi.

“Kakak bawa oleh-oleh nggak?” tanya Helena dengan antusias. Memang Erilya seharusnya tidak berpikir positif karena adiknya itu pasti sangat-sangat menunggu oleh-oleh darinya.

“Ya dong. Buat kamu, apa sih yang enggak.”

“Oh ya kakak katanya nggak mau pulang. Kenapa pulang sekarang?” Helena penasaran dengan alasan kakaknya.

“Ada kerjaan.”

“Ohhhh ituuu?? Omaigattt, kakak kenapa nggak cerita kalau novel kakak dipinang sama penerbit? Mana ada banyak itu kemarin. Nggak cuma satu dus, tapi tiga dus. Untung mama sama papa nggak di rumah, bisa langsung diusir kurirnya tuh. Dikirain paket boongan.” Helena menjelaskan dengan menggebu-gebu. Dia pun belum sempat membukanya karena tidak ada informasi apa pun di dalam resinya.

“Ya, maaf. Kakak lupa, banyak penelitian yang harus dilakukan. Ngurusin revisi novelnya juga.” Erilya menepuk bahu adiknya dengan kuat.

“Berhenti sok, kenal. Kita nggak kenal.” Helena membuka bagasi dengan kunci mobilnya. Mobil baru yang dibeli dengan uang patungan adik, mama, dan papanya. Saat itu Erilya ingin menambahkan tapi kata mereka tidak perlu karena Erilya tidak di rumah dan tidak memakainnya. Alhasil Erilya hanya bisa memantau mereka yang sibuk mencari-cari mobil dengan harga dan sepsifikasi yang sesuai.

“Enak nih mobilnya.” Erilya menarik sabuk pengaman dan memasangnya. Dia mengamati sekeliling mobil. Terlihat cocok dengan kepribadian adiknya. Memang benar bercandaan orang tuanya jika mereka patungan membeli mobil untuk Helena. Haha.

“Ohiya dong. Aku yang milih ini.” Helena berkata dengan sombong. Adiknya itu memang sudah tidak perlu diragukan lagi kelakuannya.

Kehidupan yang dulu terasa berat kini sudah berangsur-angsur membaik. Dulu rasanya mereka harus mengemis kepada Tuhan untuk diberikan masa depan yang bagus. Ternyata memang semua itu sudah ada, hanya saja perlu waktu untuk membukanya. Kalau main game, maka kita harus bersusah-susah di level satu untuk masuk ke level ke depan, dan ke depannya lagi.

Saat itu ternyata mereka sedang berusaha mencoba keluar dari level yang susah untuk naik ke level susah lainnya. Kalau hidup ini memang seperti perjalanan sebuah game, maka saat ini Erilya memiliki banyak senjata sehingga terkadang dianggap sukses dalam permainan.

“Berapa lama di Indonesia, Kak?” tanya Helena yang menyetir dengan serius. Dia akui mental adiknya dalam menyetir mobil lebih oke daripada harus menyetir motor yang terlihat mengerikan itu.

“Satu bulan sih kurang lebihnya. Nanti lihat kampus masuknya tanggal berapa.” Erilya membuka iPad-nya. Dia mengecek jadwal yang telah dia susun sebelum pulang. Ternyata jadwalnya cukup padat karena harus berpindah-pindah kota selama tiga minggu. Dia hanya bisa menikmati waktu di rumah sebanyak tiga hari di minggu awal, dan lima hari di minggu akhir.

“Kakak mau ngapain sih sebenernya pulang? Siapa tahu bisa aku bantuin deh.”

Meet and greet. Ada dua novel yang perlu meet and greet. Jadi kakak harus dateng. Ada di enam kota. Semuanya beda-beda jadi ya gitu. Nggak ada waktu kalau harus pulang setelah meet di satu kota. Paling nanti di minggu ketiga di rumah dulu lima harian,” jelas Erilya dan memasukkan iPadnya kembali ke tas. Dia menatap sekeliling yang sudah jauh berbeda. Jalanan yang dulu sering banjir itu juga sudah tidak terlihat tanda-tanda bekas benjirnya.

“Oooo gitu. Kakak kalau butuh manajer, bisa aku manajerin. Haha.” Helena tertawa dengan puas.

“Emang bisa?” Helena berhenti tertawa ketika mendengar jawaban kakaknya yang terlampau sadis. Dia tahu pasti kalau adiknya itu tidak akan bisa pergi dengan leluasa.

“Mending diam deh kak.” Helena mengerucutkan bibirnya. Dia menyesal membuat jokes itu. Ya meskipun sebenarnya dia memang sangat ingin ikut. Kapan lagi bisa jalan-jalan keluar kota selama tiga minggu lebih.

“Haha.” Erilya tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan adiknya. “Ntar mampir supermarket dulu lah ya. Pengen makan makanan ringan. Di rumah pasti nggak ada kan?” tanya Erilya yang langsung diangguki oleh Helena.

Selama ini kedua orang tuanya memang melarang mereka untuk makan makanan ringan karena tidak sehat dan juga membuat mereka malas memakan masakan rumah. Alhasil jarang mereka dibolehkan membeli makanan seperti itu.

“Kan nggak dibolehin mama sama papa, Kak.”

“Udah. Aman kalau ada kakak.” Kali ini Erilya yang menyombongkan dirinya. Dia menaikkan alisnya ketika Helena menatapnya. Adiknya itu langsung memutar bola matanya. Memang tidak ada yang bisa melawan kenakalan anak pertama. Peraturan memang ada untuk dilakukan.

***

Mereka berhenti di swalayan yang ada di pusat kota. Erilya ingin membeli berberapa peralatan mandi dan juga handuk karena di rumah pasti tidak ada. Dia telah membawanya ke luar negeri semua. Meskipun Helena melarangnya tetapi Erilya tetap membelinya. Dia lebih suka memilih sendiri alat-alat mandi yang cocok untuk wanginya. Setelah itu Erilya mengajak Helena untuk membeli makanan ringan. Di lorong itu cukup ramai karena banyak pasangan muda-mudi yang membeli makanan ringan.

Erilya tanpa sengaja menyenggol tangan laki-laki yang memegang troli. Erilya menunduk sedikit dan meminta maaf. Dia meletakkan makanan ringan di tangannya ke dalam troli. Sebelum Erilya memilih kembali makanan ringan di depannya, pria itu memanggilnya.

“Er!” Erilya menoleh. Ternyata orang yang tanpa sengaja dia senggol itu adalah Geovana. Geo terlihat berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Tubuh pria itu sedikit lebih berisi daripada sebelumnya.

Belum sempat Erilya berbicara, seorang perempuan datang dan memanggil Geo dengan mesra. “Sayang mending yang rasa madu atau rasa ayam panggang?”

“Dua-duanya boleh.”

“Okedeh.” Perempuan itu meletakkan dua makanan ringan ke dalam troli. Dia baru menyadari kehadiran Erilya. “Oh ini siapa, Yang? Teman kamu?” tanya perempuan itu dengan pandangan menelisik. Erilya merasa risih dengan tatapan itu.

“Maaf, saya tidak mengenal pasangan kakak. Saya permisi, dulu.” Erilya langsung meninggalkan Geo dan pacarnya.

“Tunggu. Kamu Erilya kan?” Pria itu kembali berbicara.

“Iya kenapa? Itu kakak aku? Kalau dia bilang dia nggak kenal sama kamu gimana? Kamu lupa kakakku pernah koma di rumah sakit?” Helena berdiri di tengah-tengah kakaknya dan Geo. Dia menatap wajah pria itu dengan berani dan matanya menatap dengan tajam. Helena lalu menarik kakaknya untuk segera ke kasir dan membayar belanjaan mereka.

“Makasih, Hel.” Erilya mengucapkannya setelah mereka ke kasir. Tempat yang lumayan jauh dari orang-orang tadi.

“Kakak kenapa ngomong nggak kenal sama dia?” tanya Helena. Kakaknya sepertinya menyembunyikan sesuatu selama ini. Mungkin hal yang sengaja dilakukan kakaknya untuk menghindari orang-orang yang pernah dikenalnya.

“Karena nggak mau kenal lagi. Sebenarnya sepulang dari kampus waktu itu, kakak ketemu sama Keira juga. Kakak berusaha buat nggak kenal sama dia. Kamu tahu, memulai sesuai yang sudah berakhir apalagi berakhir dengan hal yang tidak baik itu nggak akan menyenangkan. Makanya kakak sengaja amnesia di depan mereka agar mereka berhenti mengenal kakak.”

Helena langsung memeluk kakaknya setelah perempuan itu selesai bercerita. Dia paham betapa sulitnya mengingat kisah yang dulu. Jika mau memulai kembali pun rasanya akan sangat-sangat berat. Dia tidak mau kakaknya kembali merasakan hal pedih itu sendiri. Biarkan itu menjadi karma untuk orang-orang yang pernah melukai kakaknya.

“Terus cowok tadi siapanya kakak?” tanya Helena penasaran. Dia membuka botol susu kedelai dan memberikannya kepada kakaknya. Meskipun belum dibayar mereka tetap meminumnya karena ya tidak masalah selama mereka bayar.

“Dulu aku pernah suka sama dia. Terus dia juga pernah bilang perasaannya. Aku bilang buat jangan nungguin aku karena ada banyak hal yang harus aku urus. Yaap pada akhirnya dia sudah menemukan seseorang yang terbaik untuk hidupnya.” Erilya menjelaskan dengan tegar. Entah berasama atau tidak dengan Geo, semua itu tidak pernah ada dalam pikirannya. Kenyataannya Geo hanya pengisi masa mudanya saja. Sekarang semua itu sudah berlalu dengan akhir yang baik.

“Yaudahlah ya, Kak. Nanti pasti ada ganti yang baik kok. Kakak tenang aja. Kakakku yang cantik dan pintar ini memang seharusnya dapat pria yang memiliki prinsip.”

“Haha.” Erilya meletakkan susu kedelainya ke dalam troli kembali. “Bukan salah dia kok. Emang takdir pengennya kita berdua kayak begini.”

Helena merangkul pundak kakaknya dan menepuk pelan pundak rapuh itu. Kakaknya memang selalu berusaha memegang prinsipnya. Dia juga berusaha melakukan yang terbaik untuk hidupnya. Sekarang kakaknya sudah mulai memiliki karir yang jelas. Seharusnya dia mulai memikirkan untuk membahagiakan dirinya. Dia bangga menjadi saksi perjuangan hidup kakaknya. Tidak salah dia mengidolakan kakaknya. Kakaknya yang hebat.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
To the Bone S2
374      268     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
TANPA KATA
18      17     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Wilted Flower
278      209     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
1481      664     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
2225      997     25     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Batas Sunyi
1747      792     107     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Winter Elegy
565      397     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Ikhlas Berbuah Cinta
843      670     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
Warisan Tak Ternilai
427      154     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
164      135     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...