Loading...
Logo TinLit
Read Story - No Life, No Love
MENU
About Us  

“Saat kamu ingin menyerah, ingatlah bahwa takdir akan memiliki jalannya sendiri.”

***

Setelah tiga tahun berlalu dengan berbagai macam cerita dari yang sangat menyedihkan hingga membuatnya putus asa, pada akhirnya dia sampai di titik ini juga. Kehidupan yang dia anggap tidak pernah adil untuk dirinya dulu ternyata memang sedang dipersiapkan Tuhan untuk takdir yang sangat-sangat indah pada akhirnya. Semua hal yang menyakitkan itu berubah menjadi hal yang menyenangkan.

Erilya menghirup udara kuat-kuat di pagi hari ini. Wajahnya berseri-seri tanpa beban. Rasanya tidak ada lagi yang membuat dirinya terkekang. Dia sekarang bisa menikmati kehidupannya sendiri. No life, no love, itu telah berakhir. Dia telah menemukan kehidupannya. Memang masih tidak memiliki cinta dalam kehidupan ini tetapi setidaknya dia merasa hidupnya sudah jauh lebih utuh. Kesabaran, keputusasaan, kesedihan, tangis, kehilangan arah, semua itu telah dia lalui dengan baik.

Masa-masa dewasa memang tidak akan pernah diketahui jalan ujungnya. Dia juga tidak menyangka harus melalui masa yang menyedihkan itu. Sekarang dia tinggal menikmati hidupnya. Tanpa disangka-sangka dia telah berhasil melanjutkan pendidikannya di luar negeri, tanpa disangka-sangka juga novelnya lahir dan laris manis di negaranya. Semua itu tidak akan pernah terlintas dalam benaknya. Akhirnya dia bisa mewujudkan cita-cita yang pernah dia bayangkan. Cita-cita itu memang terasa tidak nyata tapi dia benar-benar berhasil mencapainya.

“Kakak siap-siap ya. Nanti aku anter ke bandara. Pagi-pagi banget nggak apa-apa kan? Aku izin setengah hari soalnya. Nggak bisa kalau sehari full.” Helena berteriak dari ruang makan. Adiknya itu sedang membantu mamanya menyiapkan sarapan pagi.

“Nggak papa. Aku nanti bisa jalan-jalan dulu di sekitar bandara.” Erilya masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang makan. Ayahnya juga ikut masuk sambil membawa koran dan cangkir kopinya.

“Kamu berapa lama di Medan?” tanya papanya.

“Kayaknya nanti di sana selama tiga hari, Pa. Dari Senin sampai Rabu tapi Rabu siangnya berangkat ke Banjarmasin. Aku mau riset kecil-kecilan juga di sana. Siapa tahu dapat inspirasi buat menulis,” jelas Erilya sambil memakan sop dan ayam goreng buatan mamanya.

“Ih seru banget kerjaan kakak. Aku di kantor mulu cuma mantengin tembok.” Helena mengerucutkan bibirnya. Padahal ya perempuan itu sudah bertambah umurnya tapi kelakuannya masih sama.

“Mending kamu lanjutin skripsi kamu deh. Nanti habis itu enak biar fokus belajar.” Erilya mengingatkan hal yang belum diselesaikan adiknya. Ya, kakak beradik ini memang memiliki takdir yang berbeda. Yang satu harus frustasi mencari pekerjaan setelah wisuda, yang satunya sudha mendapatkan pekerjaan sebelum wisuda tetapi skripsinya terbengkalai.

“Sabar-sabar bulan depan aku tinggal sidang kok. Masih nunggu jadwal dosennya yang kosong.”

“Gitu dong. Semangat kalau gitu. Nanti aku kasih kado deh.” Helena langsung bersemangat di tempat duduknya. Matanya berbinar jika sudah membahas tentang kado.

“Apa kadonya, Kak?” tanya perempuan itu.

“Sesuai request deh.” Helena semakin bersemangat mendengarnya. “Makanya lulus dulu. Haha.” Helena mencebikkan bibirnya setelah mendengar kalimat lanjutan kakaknya. Bukankah kakaknya selalu suka menaik turunkan mood-nya?

“Oke.” Semua orang tertawa di meja itu.

Setelah perjalanan panjang, rumah itu akhirnya kembali hidup dan tidak dipenuhi oleh kesedihan anak perempuannya. Mereka ikut senang dan bangga dengan pencapaian Erilya. Memang bagi orang lain memiliki seorang anak yang menganggur setelah berkuliah itu aib, tapi bagi keluarga mereka semuanya berubah setelah tragedi itu terjadi. Mereka menyadari bahwa yang terpenting dari semuanya adalah anaknya masih bersama dengan mereka. Tentunya kejadian itu juga membuat mereka bersyukur untuk menyadari bahwa kehadiran orang yang kita sayang akan lebih berharga daripada pencapaian-pencapaian yang ada.

Makan pagi telah selesai dan Helena mengantar Erilya ke bandara dengan kecepatan penuh. Apalagi dia harus kembali ke kantor tepat pada jam makan siang. Tentunya dia tidak boleh terlambat sedikit pun.

“Harusnya aku naik angkutan umum nggak sih?” Erilya berbicara sambil berpegangan pada sabuk pengamannya. Dia takut dengan kecepatan adiknya memakai mobil.

“Tenang, Kak. Aku udah ahli ini. Lagian kenapa harus pakai angkutan umum kalau ada orang yang bisa nganterin. Toh akan ribet juga karena kakak bawa koper dan tas besar juga. Udah paling bener menikmati taksi online gratis ini.”

Erilya manggut-manggut mendengar ucapan adiknya. Dia sangat-sangat menghargai pengorbanan adiknya yang oke itu. Selama dua jam mereka telah sampai di bandara. Helena membantu menurunkan koper dan tasnya. Setelah itu Erilya memilih menunggu di dalam ruang tunggu. Dia memilih untuk makan di kantin bandara. Meskipun mahal asal perutnya terisi tidak menjadi masalah. Toh dia juga sudah tidak semiskin dulu. Sekarang dia berusaha menikmati masa-masa kejayaannya saja.

Penerbangan kali itu beruntung karena sesuai dengan jadwalnya. Erilya sampai di Kota Medan dengan selamat. Dia menikmati suasana kota besar yang pernah diceritakan oleh teman kuliahnya dulu. Ternyata memang sebesar itu. Erilya mengamati kehidupan-kehidupan di sana. Toko-toko, warung-warung, cara bersosialisasi, dan hal-hal unik lainnya. Erilya akan menyimpan semua itu untuk dia tulis di buku-bukunya nanti. Dulu dia masih ingat betapa tidak inginnya dia mengambil profesi ini tapi sekarang dia senang karena ternyata dunia ini memang benar-benar yang dia inginkan. Erilya berterima kasih pada takdir yang diberikan kepadanya. Sekali lagi, Tuhan memiliki rencana terbaik setelah badai menerpa.

Keesokan harinya meet and greet itu berlangsung. Lokasinya berada di salah satu mall besar di Medan. Erilya takut jika nantinya tidak banyak yang datang. Apalagi dia juga tidak tahu akan seberapa besar pengaruhnya pada peluncuran buku itu. Begitu Erilya melihat orang-orang yang datang, jantungnya berdebar. Dia tidak pernah menyangka bahwa pembacanya akan sebanyak itu. Bahkan kursi yang telah disiapkan sangat kurang. Banyak pembacanya yang berdiri.

Pada acara itu sesi pertama diisi dengan penjelasan Erilya tentang lahirnya buku itu, latar belakangnya, inspirasinya, dan lain sebagainya. Dia senang bisa menceritakan banyak hal tentang bukunya. Moderator juga bertanya sedikit tentang kehidupan pribadi Erilya seperti sekolahnya dan latar belakang pendidikannya. Beberapa penonton tidak heran dia berasal dari kampus mana, beberapa lainnya biasa saja.

Kegiatan meet and greet itu berlangsung dengan baik. Kegiatan itu berakhir dengan sesi tanda tangan. Satu persatu pembaca membawa buku-buku yang dibeli dari jauh-jauh hari, ada juga yang baru beli saat itu juga, ada juga yang membawa ketiga buku Erilya, ada juga yang membawa buku lamanya. Erilya tidak masalah. Selama pembacanya senang, dia juga ikut senang. Sesekali Erilya ditanya atau pembaca menanyakan sesuatu kepada dirinya.

“Kakak kenapa pada akhirnya mau ke meet and greet setelah menolaknya berkali-kali?” Seorang anak laki-laki usia dua puluhan bertanya kepadanya sambil membernarkan kepala.

Erilya menatap wajah anak itu dengan tersenyum sedangkan tangannya masih membubuhkan tanda tangan di novel kedua.

“Karena sudah saatnya aku menemui kalian. Selain itu, tepat di hari libur semester. Jadi, bisa menyempatkan diri. Terima kasih ya telah membaca.” Erilya menyerahkan ketiga buku yang telah ditanda tangani kepada anak itu.

Erilya lalu membuka buku pembaca selanjutnya. Dia melihat nama di kertas antrean itu. Dia mendongakkan kepalanya. Dia terkejut kenapa perempuan itu ada di sana. Erilya tidak bisa mengontrol dirinya. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. Tidak menyangak mereka akan segila ini menuinya, di pulau yang berbeda.

“Aku seneng kamu bisa sampai di titik ini, Er.” Perempuan itu tersenyum dengan tulus. Senyuman yang baru bisa dia berikan kepada Erilya setelah sekian lama. Rasa-rasanya dia baru menemaninya kemarin ketika berada di gereja. Sekarang, sosok itu sudah menjadi penulis sukses. Waktu memang terasa sangat cepat berlalu. Padahal aslinya sama saja. Yang membedakan hanya kesadaran manusia itu sendiri.

“Terima kasih, Velove.” Erilya mengatakannya dengan susah payah. Perempuan berpakaian kasual itu terlihat semakin cantik.

“Apa kamu mengenalku?” tanya Velove dengan tenang. Dia tidak berharap banyak Erilya akan jujur kepadanya. “Ah, aku hanya bercanda, mana mungkin kamu kenal denganku.” Perempuan itu tertawa kecil.

“Terima kasih sudah datang.” Erilya memberikan ketiga buku yang telah dia tanda tangani kepada Velove. Dia tersenyum dengan manis. Senyuman yang memang harus dia berikan kepada seluruh pembacanya. Dia juga sangat menghargai kehadiran Velove di sini dan mau membaca karyanya.

Velove tersenyum dengan tangis tertahan sambil melihat sahabatnya itu. Dia memang telah kehilangan seseorang yang berarti untuk dirinya. Sahabatnya yang dulu menjadi temannya berbagi cerita kini sudah tidak ada. Yang tersisa di antara mereka hanya kenangan pahit yang disimpan masing-masing orang. Velove tidak akan memaksa Erilya untuk berteman dengannya kembali, dia pun akan tetap mendukung sahabatnya itu meskipun mereka sudah tidak memiliki hubungan. Semua ini memang konsekuensi dari yang telah terjadi. Velove hanya bisa menerimanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Di Bawah Langit Bumi
4005      1867     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Warisan Tak Ternilai
987      476     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
7141      2355     26     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
DARI NOL KE SERAGAM
148      38     2     
Romance
Aku selalu percaya, jika kita menemani seseorang sejak awal, sejak dia belum punya apa-apa, maka saat dia berhasil kita akan menjadi orang pertama yang ia peluk. Nyatanya, aku salah. Aku bersamanya sejak masih memakai seragam abu-abu putih. Menjadi telinga untuk semua keluhannya, menjadi tangan yang mendorongnya bangkit saat dia hampir menyerah, menjadi bahu yang ia sandari saat dunia teras...
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
266      232     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Cinta di Ujung Batas Negara
6      4     0     
Romance
Di antara batas dua negara, lahirlah cinta yang tak pernah diberi izin-namun juga tak bisa dicegah. Alam, nelayan muda dari Sebatik, Indonesia, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah hanya karena sepasang mata dari seberang. Siti Dzakyrah, pelajar Malaysia dari Tawau, hadir bagai cahaya kecil di tengah perbatasan yang penuh bayang. Mereka tak bertemu di tempat mewah, tak pula dalam pertemu...
Arsya (Proses Refisi)
2299      1174     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
Hideaway Space
277      205     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
Menanti Kepulangan
95      88     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
82      73     1     
True Story