Mereka berkeliling. Kota yang dimaksud Arimbi sama saja dengan kota-kota maju pada umumnya. Kinara tambah takjub dan terkejut saat seorang Spirit membawa barang-barangnya, diikatkannya ke badan naga besar. Naga itu tidak galak, sebaliknya dia menurut. Ada juga para Spirit bersama Lakon yang alih-alih membuka usaha makanan seperti restoran dan kafe. Ada juga di sana pertokoan. Arimbi mengajak mereka menuju tukang menunggang naga. Ada beberapa naga yang bisa ditunggangi di sana. Sang penunggang naga tampak kenal dengannya.
"Ah, Nona. Lama tidak berjumpa," sapanya."Mau menunggangi naga?"
"Iya, Pak. Tarifnya seperti biasa bukan?"
"Seperti biasa. Ngomong-ngomong Nona ini ke mana saja? Lama tidak kemari."
"Saya pulang ke Kerajaan Madhava dan setelah melakukan perjalanan mencari adik saya yang hilang."
"Maksudnya minggat," bisik Orion di belakangnya.
"Benarkah itu? Tapi, apakah adik Nona sudah ketemu?"
Arimbi menoleh ke belakang."Ini adik saya."
Sang penunggang naga menatap Orion."Ah, begitu. Mari silakan menaiki naga ini," tawarnya.
"Enggak apa-apa nih menunggangi naga ini? Naganya kurus begini," celetuk Srikandhi menatap naga besar dengan tubuh memanjang mirip pesergi panjang itu namun tampak kurus. Kulitnya berwarna cokelat-krem. Dengan tanduknya yang mungil di tengahnya.
"Walau kurus, dia nurut, kok. Tapi, lihat saja saat dia terbang. Dia cepat." Sang penunggang naga mengelus kepalanya sayang.
Mereka semua memutuskan menaiki naga itu. Di atas badan naga itu terdapat semacam tempat duduk yang dikaitkan dengan sabuk pengaman layaknya mobil. Ada beberapa bangku. Mereka memakai masing-masing sabuk pengaman. Naga besar kurus itupun mulai melesat terbang dengan cepat. Membawa mereka pergi.
"Seperti biasa, kan, Nona, tempatnya?"
"Seperti biasa."
Kinara yang berada di belakang tambah takjub. Mereka bisa terbang melewati gedung-gedung pencakar langit dan bangunan tinggi lainnya. Berbeda dengan kotanya yang kebanyakan penduduknya adalah manusia. Mereka bertemu para penunggang naga yang mengantar para pelanggannya. Ada juga tukang paket. Di belakang naga tampak dikaitkan tas khusus yang berisi paket-paket yang diantar. Para naga pun dengan aumannya saling menyapa naga lain. Naga yang ditunggangi Kinara ini misalnya. Di kota ini selain Spirit dan Lakon, ada juga para penyihir biasa yang tinggal. Semuanya berbaur menjadi satu. Dari bawah kelihatan seperti sebuah bangunan. Bangunan itu tertutupi oleh pepohonan yang rindang. Naga mengepakan sayap berbelok turun, keempat kakinya menjejaki tanah beraspal. Mereka turun. Di antara pepohonan, ternyata bila memasukinya, tampak jelas sebuah bangunan megah.
"Ini... Markas pusat?"
"Ya, ini markasnya. Ayo, masuk," Arimbi mendahului mereka masuk. Ada pintu geser otomatis yang terbuka. Yang lain ikut masuk. Dalam bangunan itu terlihat megah. Arimbi berbelok ke salah satu ruangan. Empat orang di situ.
"Arimbi!" panggil gadis cantik bertubuh tinggi menghampirinya senang."Kapan kamu datang?"
"Kemarin," jawabnya.
"Siapa yang ada di belakang kalian itu?"
Arimbi melirik mereka."Baiklah, aku akan memperkenalkan kalian pada mereka." Dia mengenalkan satu per satu di antara mereka.
"Dan ini Kinara," kata Arimbi memperkenalkan Kinara.
Ketiga temannya menatap Kinara."Dia Kinara?"
"Ya, dia memang Kinara. Kina dan lainnya mereka ini adalah anggota dari Kelompok Kaia."
"Hai, aku Ofelia, dan ini Baru," tunjuk ke arah bocah kecil laki-laki pendiam seraya memperkenalkannya.
Bocah bernama baru itu mengangguk. Tampak di lengan baju keluar sesuatu—seekor ular mungil.
"Aah!!" Orion ketakutan melihatnya langsung memeluk Arimbi dari belakang."Ada ular, ular!!"
Baru menatap ular mungil itu hanya memperlihatkan separo kepalanya."Sepertinya kamu penasaran, ya, sama mereka, Saka? Maaf, dia muncul tiba-tiba," katanya datar.
Kinara dan Srikandhi bersembunyi di belakang Larasati.
Dan pemuda yang duduk di samping Ofelia."Halo, saya Cavan," balasnya ramah kembali mencomot snack kentang di tangannya.
"Apa ada perkembangan soal Kelompok Vadhala?"
"Belum ada. Kenapa?"
"Kinara sedang dalam bahaya. Dia diincar," kata Arimbi.
"Maksud kamu diincar sama Kelompok Vadhala?"
"Betul."
Mereka semua terdiam.
"Anu..." Kinara bersuara.
"Ya?"
"Salah satu dari anggotanya sudah kami kalahkan..."
"Kamu kalahkan?!"
"Ya, tapi saat Lakon-nya mengalami kekalahan, sang Spirit sekujur badannya gosong..."
"Gosong?"
"Saya sempat melihatnya ada sebuah tanda bergambar bulan hitam."
Deg.
"Bulan hitam?" Ofelia, menatap teman sesama anggotannya.
"Tanda itu adalah tanda bahwa dia pengikut setia Kelompok Vadhala."
"Tapi, ada yang membuat saya bingung, kenapa saya ini diincar oleh kelompok itu? Padahal saya enggak mengetahui soal Spirit dan Lakon... Dan, soal si pemimpin dari kelompok itu..."
"Biasanya, dia akan mengincar Spirit yang bersinkronisasi dengan Lakon yang kuat. Saya pernah mendengar, jika dia memiliki tanda Bulan Hitam selain yang kamu bilang, ada juga tanda yang seorang Spirit melakukan beresonansi dengan Lakon terlarang," kata Ofelia.
"Lakon terlarang... Saya baru dengan soal itu."
"Jadi keingat. Kita akan menginap sementara di sini. Selanjutnya, lakukan sesuka kalian," kata Arimbi.
"Apakah kita masuk kelompok ini dapat bayaran?"
"Bayaran?"
"Tentu saja. Oh, kamu ini mukanya kayak enggak asing, deh..." Ofelia menatap ke arah Kinara.
"Oh..."
"Namamu tadi siapa—Kinara?"
Kinara mengangguk.
"Kenapa?" Cavan melanjutkan comotannya.
"Enggak... Apa aku saja ya yang merasa Kinara itu mirip sama seseorang..."
"Cuma pikiranmu kali."
Kinara beranjak menuju ruangan lain. Di markas tersebut, disediakan fasilitas pada umumnya. Ada ruang khusus berkumpul dan ada kamar-kamar yang disediakan. Ada juga ruang makan dapur serta kamar mandi. Ada dua kamar mandi yang disediakan. Berbeda pada markas lainnya, seperti halnya tempat tinggal bila di antara mereka tidak pulang. Kinara menuju ke arah kamar. Tepat di lantai atas, menaiki tangga. Di antara kamar, ia membuka pintu salah satu kamar. Kamar tersebut kosong dan rapi.
"Kamu mau istirahat, Kinara?" sahut Srikandhi melayang di belakangnya.
"Iya, nih. Capek aku," kata Kinara menyeret kopernya ke dalam."Kamu juga?"
"Ya, sudah," Srikandhi mengikutinya.
Kinara menutup pintu, keduanya merebahkan diri ke atas kasur.
"Aku enggak menyangka markas seperti ini punya fasilitas yang terbilang lengkap."
"Serasa berada di apartemenmu, ya? Tapi ini sih lebih luas ketimbang apartemenmu."
"Ngomong-ngomong, kenapa saat Kak Ofelia menatap mukaku kayak aneh begitu?"
"Ekspresi mukanya?"
"Iya."
"Apa mungkin dia seperti mengenal seseorang yang mirip denganmu? Bisa saja, kan?"
"Iya, benar. Tapi, aneh saja. Aku baru pertama kali berkunjung ke sini..."
"Kayaknya dia merasa asing sama kamu," kata Srikandhi."Bagaimana, ya, nasib Arjuna? Masa dia tidur terus..." Srikandhi memperbaiki posisi bantalnya."Aku harap, dia segera siuman... Kamu berharap begitu?"
Tidak ada percakapan lagi.
"Kinara?" Srikandhi menoleh, gadis di sampingnya kini sudah terlelap tidur. Terdengar dari suaranya yang teratur.
"Eh, ternyata dia sudah duluan tidur," gumam Srikandhi berbalik, kemudian ikut tidur.
Kota Tersembunyi juga disebut Kota Misterius. Hanya orang tertentulah yang dapat mengunjunginya ke sana. Memang para penyihir biasa bisa mengunjunginya. Kecuali orang awam. Kota itu memang jauh, karena tempat terpencil, pemerintah memberikan perlindungan kepada kota itu dari penyihir liar, Spirit, maupun Lakon ilegal sekalipun. Akses masuk dan keluar saja dirahasiakan. Manusia mengetahuinya hanya sebuah rumah reot tidak berpenghuni. Sebagian mengatakan ada yang menunggunya. Saat memasuki kota tersebut, berbanding terbalik seperti yang dikatakan Manusia. Kinara salah satunya, ia malah senang dan merasa betah tinggal di sana. Cuma berkunjung, ia memiliki rasa nyaman akan kota tersebut. Sehabis bangun dari tidur siang dan rasa lelahnya telah sirna, ia bersama yang lain diajak makan di sebuah restoran moderen. Hanya beberapa pengunjung yang datang. Makanan yang disediakan mirip seperti di kotanya. Maksudnya, makanan yang biasa dia makan. Arimbi yang akan membayar semua makanannya. Selesai menyantap semua hidangan dan pencuci mulut berupa eskrim rasa cokelat dan strawberry, mereka beranjak ke sebuah toko yang menjual aneka aksesoris. Banyak aksesoris yang dipajang rapi. Mulai dari kalung, cincin, gelang dan lainnya. Toko itu—Aksesoris Tersembunyi, nama dar toko. Orion menatap kalung berliontin berwarna biru shappire yang kesannya cantik.
"Oi, Kak," Orion memanggil.
Arimbi menoleh, dia sedang berkaca di salah satu cermin."Apa?"
"Aku mau beli ini," tunjuk Orion ke arah kalung yang ditunjuknya.
"Kamu kepingin kalung?"
"Iya."
"Itu kan kalung khusus cewek. Buat apa kamu ingin membelinya?"
"Pokoknya aku kepingin beli ini. Boleh, kan?"
"Boleh. Lihat dulu harganya berapa," Arimbi melihat label harga kalung."Ha? Kalung ini murah banget harganya!"
"Hari ini sedang diskon, Nona," kata si penjual wanita paruh baya ramah.
"Sedang diskon, ya?"
"Cepat beliin gih, Kak," pinta Orion.
"Memangnya kamu bawa uang?"
Orion berdecak."Bawa uang dari mana? Aku kan minggat. Mana sempat bawa uang? Yang kubawa hanyalah sisa tabungan."
Di belakang mereka Kinara dan lainnya menatap seisi toko. Ada banyak produk yang dilihat lebih teliti tampak mirip seperti supermaket besar atau toko perlengkapan di kotanya. Kinara memandangi satu foto yang mana foto tersebut bisa berubah jika orang yang memandanginya membayangkan sesuatu. Ia memandanginya dan membayangkan bila dirinya bisa bertemu dengan sang idolanya—band metal Scissors yang Band metal favoritnya semenjak ia kuliah hingga sekarang. Yang Foto yang dipandanginya berubah seketika dan potrait wajah seseorang dari fotonya bukan band metal favoritnya, melainkan sosok kakaknya!
Ofelia ikut memandangi. Betapa kagetnya dia saat memandangi fotonya. Namun keterkejutannya bisa diatasinya saat Baru menatap di ranjang yang berukuran besar berisi banyaknya kurungan kecil tertata rapi. Di dalamnya tampak bola. Dilihat mirip seperti bola sepak seperti umumnya. Dilihat lagi, bola itu memiliki dua tonjolan mata dan moncong. Tiba-tiba sebuah gesekan dari Cavan yang mencoba memakai topi yang diujung yang terdapat labelnya. Bola itu bangun dan mendesis seperti monster—Bola Gila.
"Dia hidup, toh?" Cavan melotot.
Saka menyembulkan kepala sedikit. Dua matanya juga melotot sembari menjulurkan lidahnya.
"Jangan disenggol, Bang. Dia berbahaya," kata Baru."Kita lihat yang lainnya saja," ajaknya.
Cavan meletakkan topi yang dipakainya ke rak asal yang tidak jauh dari mereka."Sudah, ah. Yuk, kita lihat di sana. Katanya ada produk baru, lho."
Mereka berdua menghampiri rak di sebelah. Ofelia kembali memandanginya. Potrait dari kakak Kinara belum hilang.
"Kenapa bisa potrait Kak Kirana yang muncul?"
"Kinara, lihat aku dapat apa!" Srikandhi menghampirinya, memarkan syal berwarna biru muda yang terlilit di lehernya."Bagus, enggak?"
Kinara tidak menoleh. Masih memandangi foto itu.
"Kinara?"
Kinara tidak menoleh.
"Kinara?" Srikandhi memandangi potrait yang ada di depannya."Ah,
dia..."
"Dia kakakku," ucap Kinara.
"Kakakmu?"
"Cantik, bukan?"
"Cantik. Kayaknya aku pernah bertemu dia, deh..."
Foto berganti sesosok pemuda manis memakai headband batiknya. Dia mengeluarkan sihir tanahnya yang membentuk menyerupai sesosok Titan.
"Woow."
"Apa mungkin dulu kamu pernah mempunyai hubungan dengan kakakku?"
"Enggak tahu, ya. Misal aku pernah mempunyai hubungan dengan kakakmu, mungkin juga dia seorang Spirit sepertimu."