“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya.

Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela untuk membebaskan kutukan itu darinya. Selama ini Sara tidak pernah menemukan tujuan ia hidup sebelum ia bertemua dengan Adrin.

Sebelumnya Sara hanya bisa mengutuk dirinya sendiri, ia hanya ingin kebebasan untuk melakukan apapun yang ia inginkan dan juga membebaskan hatinya yang terlampau sedih. Ia kesal karena Adrin-lah yang membuat kebebasan itu justru mengurungnyya kesebuah penjara yang tidka berpintu dan tidak berarah. Ia terjebak dalam kegelapan hatinya yang menurungnya semkain dalam, entah sejak kapan rasa itu sangat mengikatnya meski tidak sedang bersamanya.
Sara harus menerima keputusan Adrin dengan berat, Sara hanya yakin jika Adrin memiliki caranya sendiri untuk mepertahankan tekadnya meski harus mempertaruhkan nyawanya. Hanya saja hati dan tubuh ini tikda bisa dibohongi. Sara tidak ingin menjadi langit yang terus menatapnya. tapi ia ingin menjadi Angin yang bisa menyentuhnya, mengawasinya dan juga membawanya? Tapi apakah Sara bisa melakukan hal itu?