Beragam protes berdengung.
"Kalau kaos tim kita gambarnya serabi oncom, apa kata dunia?"
"Tim lain bakal ngetawain tim kita. Belum bertanding, bisa-bisa kita jatuh mental duluan kalau di kaos tim ada gambar serabi oncom."
Bang Toyib puyeng. "Kalian bisa cari sponsor? Ayo, kalian saja yang cari sponsor kalau kagak mau disponsori sama Bang Jaelani!" Tantang Bang Toyib.
"Iya, entar kita cari sponsor." jawab David.
"Tapi waktu kita mepet. Tiga hari lagi kita kudu daftar ke kantor PSSI cabang Jakarta Utara. Sanggup kalian dapat sponsor cuma dalam waktu beberapa hari? Abang kasih waktu seminggu untuk kalian dapat sponsor."
"Sanggup, Bang."
Briefing bubar. Bang Toyib pulang dengan motornya, sembari menggerutu.
"Belagu banget bocah-bocah zaman sekarang! Kagak mau disponsorin sama tukang serabi. Padahal mereka itu juga sarapannya kalau bukan gorengan, ya serabi. Mau lo pada, sponsor tim kita itu apa? Etihad Airways, kayak sponsornya klub Manchester City? Lo pada berprestasi aja belum! Sponsor kelas kakap mah ngelihat dulu prestasi!"
Sementara itu anggota tim Marunda masih ada di tepi lapangan rumput. Beberapa orang kemudian berlari ke tengah lapangan, latihan mengoper bola dengan kepala. Sebagian lagi masih mengobrol di tepi lapangan, merencanakan pencarian sponsor. David dan To Ming Se mendata nama-nama tempat usaha yang ada di Marunda.
"Hei Dapit!" Sebuah suara bernada centil membuat David menoleh. Di hadapannya berdiri Maryadi, panggilannya May, anak asli Marunda, teman sekelasnys saat SMP.
"Tumben lo kagak dandan, udah insap?" gurau David. Biasanya dia melihat Maryadi pakai bedak dan sedikit polesan lipgloss, blush on, eye liner. Namun kali ini wajah Maryadi tampak polos tanpa polesan.
Walaupun Maryadi tidak pernah pakai rok, tapi sebagai cowok pakaiannya terlalu feminin. Sore itu dia pakai celana sebatas betis, busana atasnya kaus ketat warna hijau cerah yang ngatung, memperlihatkan sebagian perut. Dia pakai sepatu sport warna putih. Bawa tas besar warna merah maroon yang tergantung di lengannya.
"Dapit, gue ikutan masuk tim bola, dong." ucapnya manja, "Gini-gini juga gue bisa main bola. Agustus tahun kemarin, gue jadi pencetak gol terbanyak lho, dalam turnamen sepak bola se Jabodetabek."
"Turnamen apa? Kok gue kagak tahu?" David heran. Biasanya kalau ada turnamen sepak bola tarkam, David selalu ikut dalam tim yang mewakili kampungnya.
"Turnamen sepak bola waria."
David menahan tawa, dia tahu Maryadi lagi serius. Maryadi alias May lanjut berucap, mempromosikan dirinya sendiri.
"Dapit, gue ini top scorer lho, gue bikin 10 gol pada turnamen itu."
"Sepuluh gol? Ke gawang lawan semua? Atau sebagian ke gawang sendiri?"
"Ih Dapit, suka ngeledek, jadi gemes!" May mencolek dagu David.
"Eh, kagak boleh colak-colek gue!" ujar David. Dia tidak tega memarahi May kalau May hanya mencolek atau mencubit.
David teringat sikap kejam rekan-rekannya sesama cowok, saat SMP. Dari mulai mengejek May, mengucilkan di sekolah, tidak ada yang mau sekelompok dengan May kalau ada tugas sekolah. Bahkan beberapa orang pernah menelanjangi May di kamar mandi sekolah. Saat itu May trauma dan pindah sekolah. Itulah sebabnya David merasa kasihan pada May.
"Boleh ya Pit, gue masuk tim bola." Rengek May lagi, lantas mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ternyata copy piagam penghargaan sebagai pencetak gol terbanyak, 10 gol, dari panitia turnamen sepak bola antarwaria se Jabodetabek. Ternyata May memang bisa main bola, tapi dengan waria. Bagaimana kalau dia main bola dengan laki-laki?
David merundingkan permintaan May, dengan rekan-rekannya. Secara kebutuhan tim, jumlah pemain Marunda United masih kurang. Mereka butuh setidaknya 18 orang untuk menghadapi turnamen. Sementara May punya kemampuan main sepak bola.
"Kita butuh striker. Di tim kita striker masih kurang." ujar David.
Striker adalah pemain penyerang, posisi terdepan dalam formasi tim di lapangan. Tugas utama striker adalah mencetak gol ke gawang lawan.
"Tapi dia ganjen begitu! Apa kata tim lawan nanti? Marunda sudah kehabisan stok laki-laki? Sampai-sampai ngambil bencong jadi striker!" Kurang lebih seperti itu ucapan sebagian besar rekan-rekan David.
David bicara pada May, "Maryadi, sorry ya, kayaknya lu belum bisa gabung."
Udin menimpali, "Lo balik lagi ke salon aja!"
May protes. "Tapi gue bisa main bola! Kemarin gue ketemu Bang Toyib, dia bilang tim Marunda belum komplit, masih butuh pemain. Gue anak Marunda! Gue berhak masuk tim Marunda United!"
Christiano yang menjawab, "Marunda United itu for man only, banci kagak bisa gabung. Ngerti kan, lo?"
"Siapa lo?" May menunjuk wajah Christiano, "Lo bukan anak Marunda!"
David yang menjawab, "Dia ini teman gue di SMK. Dia dari Kampung Tugu. Anggap aja pemain naturalisasi buat Marunda."
May mencibir. "Gue anak Marunda, gue lebih berhak masuk tim Marunda United, ketimbang teman lo itu! Suruh teman lo itu bikin tim bola di kampungnya sendiri!"
Christiano bicara. "Marunda United lebih butuh gue yang laki beneran, ketimbang lo yang kagak jelas!"
"Preeet!" Balas May.
David merasa situasi bakal panas. Dia bicara, "Sebaiknya Maryadi boleh bergabung. Kita masih butuh pemain, dan Maryadi bisa main bola. Dia anak Marunda tulen, dia juga berhak berjuang atas nama Marunda."
"Tapi dia kan, main sepak bola nggak dengan laki-laki." tukas Christiano.
May bertolak pinggang. "Memangnya lo yakin, lo bisa main bola lebih baik daripada gue? Lo pernah jadi top scorer dalam sebuah turnamen? Kalau gue mah, sudah terbukti kemampuan gue bikin gol!"
Christiano terdiam, yang lain juga. David meminta rekan-rekannya memikirkan kebutuhan tim akan pemain yang bisa mencetak gol.
"Terserah!" Christiano mendengus kesal.
"Yang lain setuju?" tanya David.
"Ya deh. Kalau bertanding nanti, Maryadi kudu pakai kaos tim yang sama dengan kita, bukan kaos modifikasi yang ngatung di perut. Dan kagak boleh dandan!"
"Sekarang gue kan, kagak dandan."
"Nanti-nanti juga kagak boleh!" ujar Udin.
David bicara, "Maryadi sudah diterima sebagai pemain Marunda United."
"Makasih ya Pit ...."
"Okeh. Sekarang kita balik lagi membahas masalah dana buat tim." ujar David. "Besok hari Minggu, gue mau jalan dengan Ase, mendatangi beberapa orang yang potensial buat jadi sponsor kita."
"Besok gue libur kerja di salon." ujar May, "Gue ikut lo cari sponsor, ya Pit?"
To Ming Se yang menjawab, "Lo boleh ikut kita May, tapi lo kagak boleh dandan, dan jangan pakai baju yang menyerupai cewek."
"Perjanjiannya kan, cuma waktu main bola aja gue kagak dandan."
David yang menjawab, "Besok itu kita cari sponsor buat tim. Kalau lo mau ikut, berarti lo jalan atas nama tim Marunda United. Selama lo jalan atas nama tim, lo kagak boleh dandan!"
To Ming Se bicara lagi. "Besok kita mau datangi pengusaha mobil, kenalan papa gue. Siapa tahu kan, sponsor kita jeep rubicon, nanti bakal disablon di jersey kita. Kalau Maryadi mau ikut, kudu berpakaian rapi, kayak laki."
"Iya deh, besok gue kagak dandan, tapi gue ikut lo cari sponsor ya?"
"Ya sudah, pulang sana!"
May garuk-garuk hidung, akhirnya pergi.
David bergegas menuju pasar, mau membereskan perabotan dagang mamihnya. Lalu pulang.