Setibanya dekat dengan ekskul band, Kak Dilar menyuruh kami berhenti sebentar.
“Kenapa, Lar?”
Kak Dilar menatap Yuki, “Yang minta kamu naikin anggaran ekskul band namanya Fajar kan?” Yuki yang masih enggan berinteraksi dengan dua orang cowok itu, hanya mengangguk.
“Mereka biasanya ke sini nggak, pas istirahat?”
Yuki memandangku. Aku ikut berpikir dan mengingat-ingat. Memang…terkadang Fajar dan Ihsan yang juga masuk ekskul ini pergi ke ruang ekskul entah untuk apa. Rasanya bukan untuk latihan.
“Kadang….kayaknya pas istirahat mereka ke ruang ekskul…ya?” aku bertanya pada Yuki, agar lebih yakin.
“Ya, tapi kayaknya mereka bukan latihan deh…”
Kak Junna menanyai kami, “Terus?”
“Soalnya….dulu awal-awal, Ihsan, yang sama-sama ekskul band dan satu kelas sama kami, bawa stick untuk drum sendiri. Tapi lama-lama….kayaknya nggak pernah lihat lagi ya?”
Aku juga ingat. Dulu mereka suka berkoar-koar soal ekskul band, Ihsan memilih drum, dan Fajar belajar gitar. Dia bahkan membawa pick sendiri.
“Berarti kemungkinan alatnya memang rusak.” Kak Junna menyimpulkan, “ atau….”
“Atau…?” Yuki mengulang. Kak Junna terdiam. Lalu tersenyum. “Kalian nggak keberatan kan dimanfaatin sebentar?”
….
“HAH?!” hanya itu suara yang keluar dari kami berempat bersamaan.