Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Friends of Romeo and Juliet
MENU
About Us  

“Huhuhuhu….Rey….giamna nih, ulangan tadi ancur banget aku…” Friska merengek. Yuki yang mendatangi bangkuku bersamanya memutar mata, mencibir.

“Halah, kamu bilang begitu padahal nilainya di atas 70.”

Friska merengut, “Itu jelek.”

Aku menggeleng, “70 dibilang jelek?”

“Yuki selalu di atas 90!”

“Itu karena aku belajar. Makanya disiapin, udah tau ada ulangan.”

Friska menggumamkan sesuatu tentang ‘diganggu adik’. Yuki melihat jam dinding, lalu menggamit tanganku, “Yuk, kayaknya kita mesti pergi sekarang.”

“Eh? Mau kemana? Nggak makan?” Frsika menanyai kami.

“Nope. Sorry, sis. Tugas memanggil.”

 “Hu…Ibu Bendahara, mentang-mentang pada jadi OSIS, super sibuk nih….”

Aku meringis meminta maaf, “Maaf ya, Ka. Ntar kami nyusul kalo selesainya cepet.”

“Iya deh, aku sama Dea dkk, di kantin ya!” dia menyeru karena kami sudah melesat ke luar kelas.

Di depan ruang OSIS, aku melihat dua sosok sedang berbicara dengan tampang agak serius. Kak Junna dan….Kak Dilar. Pipiku memerah dan mataku berbinar, untung Yuki berjalan agak ke depan. Dia sendiri merengut dan memasang ekspresi tidak percaya melihat satu sosok lagi yang muncul menghampiri keduanya. Kak Hamka.

Dia sepertinya juga melihat kami. Aku tersenyum, sedikit menunduk untuk menghormati senior. Yuki masih memasang tampang yang nggak enak dilihat. Dan Hamka membalasnya dengan ekspresi yang sama. Barulah Kak Junna dan Kak Dilar menoleh melihat kami.

“Oh, udah dateng,” Kak Junna tersenyum.

“Kak Junna,” Yuki hanya menyapa senior kami yang satu itu. Kak Hamka mencibir.

“Lelet.”

“Kami habis ualangan Biologi,” Yuki membela diri.

“Aku habis Quiz Fisika.”

Kak Hamka memberi alasan seperti anak kecil, membandingkan kesulitan kami dengan kesulitannya untuk datang ke sini setelah melalui perjuangan panjang yang disebut ujian tertulis.

“Heh, bocah-bocah. Bubar aja kalau mau berantem.” Kak Dilar menengahi dengan peringatan. Keduanya diam, tapi masih saling melemparkan pandangan sinis. Kak Junna menghela napas.

“Sekarang atau tidak sama sekali.”

Ultimatum Kak Junna akhirnya membuat mereka mengalihkan pandangan dari satu sama lain. Diam-diam, kak Dilar memandangku sambil menghela napas. Seakan pasrah dengan penderitaan kami yang sama: sahabat yang keras kepala dan kekanakan. Aku tersenyum dengan ekspresi yang sama.

Ruang Ekskul pertama yang kami kunjungi adalah ekskul tari tradisional. Begitu masuk, kami mengerutkan kening.

“Mereka latihan menari dimana?” Yuki yang menyuarakan pendapat pertama.

“Dulu mereka di aula.” Kak Junna menjawab, “Angkatan kami yang menegaskan, kalau aula milik bersama. Mereka punya hak untuk memakainya. Tapi ekskul dance, cheer, dan kadang teater, perlu banyak ruang. Apalagi anggota mereka makin banyak sementara anggota tari tradisional makin sedikit.”

Kak Hamka dan Kak Dilar saling memandang, mereka kemudian memandangku, “Divisimu membahas soal pembagian ruang ekskul kan? Rencana Yosi apa soal yang ini?” Kak Hamka menatapku penuh selidik.

Aku menggeleng, “Sebenernya….ada rencananya mau memberi mereka lebih banyak ruang tapi….” Aku agak takut mengatakan ini, “Kak Yosi kadang mengeluh banyak temannya yang…’meminta’ masing-masing jam ekskul mereka yang memakai aula diperbanyak. Jadi…”

“Solusinya?”

“Kak Yosi dan Kak Intan bilang udah ada, tapi anggota lain belum tahu apa. Kayaknya mereka masih ragu.”

Kak Hamka memutar mata, aku mengkeret, tapi lalu dia berkata, “Ketua Divisinya kayak gitu, anggotanya malah nggak diajak diskusi, dasar.”

Oh, dia bukan menyalahkanku karena tidak tahu. Masak Kak Hamka juga tidak suka dengan Kak Yosi? Secara tidak langsung kan Kak Yosi kan dipilih oleh Kak Hamka? Mungkin alasan ini dan itu berbeda.

Kak Dilar menatapku, “Ekskul mana aja yang minta begitu?”

“Dance, cheers, teater, sama….” Aku mengingat-ingat. Selain ekskul yang sama dengan yang kak Junna sebutkan sebelumnya, apa lagi….”oh, band, dan perkusi juga kayaknya.”

Yang lain menatapku dengan dahi berkerut.

“Banyak juga ya…” Kak Dilar berkomentar.

“Masih SMA udah pada berani KKN.” Kak Hamka memasang wajah keras. Dia sepertinya sedang memutar otak untuk membasmi praktik-praktik semacam ini.

Hanya Yuki yang diam. Sepertinya dia sadar akan kebenaran nasihatku semalam.

“Yah, ini jadi catatan pertama.” Kak Junna tersenyum, “bisa nggak-nya generasi kalian memberantas praktik semcam ini. Hanya karena alasan ‘kenal’ atau ‘teman’, mereka berpikir bakal diberi kelonggaran. Dan….dampak sosial dari solusi yang mau kalian terapkan juga harus dipikirkan.” Dengan suara yang jernih, Kak Junna menyuarakan betapa seriusnya dilemma yang kami hadapi. “Ketua kami dulu, si Bian, juteknya level killer, sampai anggotanya nggak berani nerima ‘bujukan’ temen-temennya soal jatah anggaran atau jam pemakaian ruangan.” Masing-masing dari kami meringis. Satu sekolah tahu Kak Bian tampangnya poker face, dingin, killer, punya temen sih….tapi teman-temannya pun bilang nggak akan ada hari dimana Kak Bian menyunggingkan senyum.

“Dan….yang paling penting,” suara itu berubah menjadi alarm peringatan, “dengan anggota yang terus menurun, apakah ekskul ini pantas dipertahankan, atau tidak. Kalian yang menilai.”

“Kalau…kami bantu untuk mempromosikan?” Aku takut-takut, tapi mencoba memberi ide.

“Itu bagus, tapi sayangnya, kalian hanya boleh memberi saran, selebihnya pelaksanaan tergantung pada anggota ekskul ini. Nggak baik untuk reputasi OSIS karena memfavoritkan ekskul.”

Kami berempat masing-masing mencatat pelajaran berharga ini dalam benak kami.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bintang Biru
3111      1095     1     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
Rumah Laut Chronicles
2751      1161     7     
Horror
Sebuah rumah bisa menyimpan misteri. Dan kematian. Banyak kematian. Sebuah penjara bagi jiwa-jiwa yang tak bersalah, juga gudang cerita yang memberi mimpi buruk.
Echoes of Marie
89      86     3     
Mystery
Gadis misterius itu muncul di hadapan Eren pada hari hujan. Memberi kenangan, meninggalkan jejak yang mendalam dan dampak berkelanjutan. Namun, di balik pertemuan mereka, ternyata menyimpan kisah pilu yang ganjil dan mencekam.
LOVEphobia
425      282     4     
Short Story
"Aku takut jatuh cinta karena takut ditinggalkan” Mengidap Lovephobia? Itu bukan kemauanku. Aku hanya takut gagal, takut kehilangan untuk beberapa kalinya. Cukup mereka yang meninggalkanku dalam luka dan sarang penyesalan.
Dira dan Aga
554      381     3     
Short Story
cerita ini mengisahkan tentang perjalanan cinta Dira
Innocence
5739      1850     3     
Romance
Cinta selalu punya jalannya sendiri untuk menetap pada hati sebagai rumah terakhirnya. Innocence. Tak ada yang salah dalam cinta.
TENTANG WAKTU
2124      905     6     
Romance
Elrama adalah bintang paling terang di jagat raya, yang selalu memancarkan sinarnya yang gemilang tanpa perlu susah payah berusaha. Elrama tidak pernah tahu betapa sulitnya bagi Rima untuk mengeluarkan cahayanya sendiri, untuk menjadi bintang yang sepadan dengan Elrama hingga bisa berpendar bersama-sama.
Bismillah.. Ta\'aruf
836      523     0     
Short Story
Hidup tanpa pacaran.. sepenggal kalimat yang menggetarkan nurani dan menyadarkan rasa yang terbelenggu dalam satu alasan cinta yang tidak pasti.. Ta\'aruf solusi yang dia tawarkan untuk menyatukan dua hati yang dimabuk sayang demi mewujudkan ikatan halal demi meraih surga-Nya.
IZIN
3264      1189     1     
Romance
Takdir, adalah sesuatu yang tidak dapat ditentukan atau disalahkan oleh manusia. Saat semua telah saling menemukan dan mencoba bertahan justru runtuh oleh kenyataan. Apakah sebuah perizinan dapat menguatkan mereka? atau justru hanya sebagai alasan untuk dapat saling merelakan?
Search My Couple
566      324     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.