Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Friends of Romeo and Juliet
MENU
About Us  

“Dilar.”

Aku menoleh, sekarang sedang dalam perjalanan ke kelas Rey. Berharap kalau itu kelas Yuki juga karena aku sendiri lupa apa mereka satu kelas atau tidak. Untungnya yang memanggilku sepertinya punya urusan juga dengan Yuki. Kak Junna.

“Mau ke kelas Yuki, kak?” beberapa murid cowok terliat terkesiap dengan lewatnya Kak Junna. Rambut panjangnya melambai, seragamnya rapi dan tidak mengundang. Benar-benar seperti putri modern. Percaya diri, pintar, berprestasi, dan menarik.

“Yap, kamu juga?”

“Ada pesan dari ketua.”

Dia tertawa kecil, “Sekarang jadi pak pos?”

“Mau gimana lagi. Kalau dia sama Yuki ketemu langsung gempa bumi, kak.”

Kak Junna tertawa lagi.

Kami berjalan bersama menuju kelas yang sama. Syukurlah. Kak Junna memanggil Yuki dan anak itu, yang membuatku senang, langsung menggamit Rey bersamanya.

“Kak Junna!” dia dengan senang menyambut sang Ratu, “Kak Dilar.” Dia menyambutku dengan kurang antusias. Aku hanya fokus pada senyum sopan Rey, yang ditujukan untuk kami berdua.

“Gimana, Lar? Katanya ada pesan dari ketua?” Kak Junna mulai dariku. Aku mengangguk. “katanya boleh, asal jangan terlalu terang-terangan. Kalau nggak keberatan dan nggak mengganggu, kami minta tolong Kak Junna mengawasi.”

Aku melupakan satu hal, Yuki melongo, “Ketua OSIS tahu dari mana?” dia melirik Rey.

Rey langsung pucat, aku dengan cepat menanggapi, “Risa yang lapor diam-diam. Bukan ngadu, tapi dia curiga kamu dimintai tolong tanpa proposal resmi dari ekskul yang minta dana tambahan. Gitu-gitu Hamka bisa tahu dengan sendirinya, kok.”

“Jadi udah tahu?” dengan Yuki mengerutkan wajah. Mungkin sedang berpikir kenapa Hamka nggak langsung bilang ke dia daripada memancingnya debat dua hari dua malam. Tapi aku pun lega melihat ekspresi Rey kembali tenang. Hampir saja.

Kak Junna tersenyum padaku, “Jadi udah beres kan? Waktu istirahat kita eksekusi?”

Rey meringis, “Kak Junna….bahasanya….”

Kak Junna terlihat sedikit sadis, sepertinya ada yang membuatnya senang tadi, “Hihi, nggak, nggak…bercanda aja kok. Kita kumpul aja di depan ruang OSIS, lebih deket ke ruang ekskul lainnya.”

“Siap kak!” Yuki menghormat ala tentara. Lalu berkata padaku dengan enggan, “Makasih Kak Dilar.”

Oke, aku tahu sekarang kenapa Hamka nggak suka anak ini. Sikapnya kurang ajar, meski bisa dimengerti karena aku teman musuhnya. Tapi aku sudah berbaik hati jadi tukang pos. Tulus sedikit nggak akan bikin dia gatal-gatal kan?

Beda dengan Rey, yang lalu tersenyum tulus dan manis, “Makasih Kak Dilar, Kak Junna…” Aku berjuang untuk tidak ikut tersenyum karena menerima senyum itu. Alhasil aku hanya berkata, “sama-sama.”

Kak Junna menatapku sebentar, lalu balas tersenyum ke Rey. “Sampai nanti pas istirahat, Yuki, Rey.”

Kami pun berlalu dari kelas itu. Setelah ini ada Fisika yang berarti Quiz. Tapi rasanya aku tidak keberatan mau disuruh mengerjakan Quiz sampai periode akhir juga. Aku berusaha fokus ke jalanku, tapi lalu menyadari Kak Junna memperhatikanku dengan tersenyum.

“Kenapa kak?”

“Nggak. Kayaknya kamu seneng banget ya? Padahal Yuki kan musuhan sama sahabatmu sendiri?”

Aku berusaha tetap tenang dan mengangkat bahu, “mereka musuhan pun bukan berarti aku harus ikut musuhin kan? Pertemanan kan bebas dengan siapa saja?”

“Hmmmm…..betul itu,” Kak Junna mengangguk. Aku lega karena tiga detik setelahnya Kak Junna tidak mengatakan apa-apa lagi, tapi detik berikutnya aku hampir tersandung mendengar apa yang diucapkannya.

“Jadi karena bebas itu kamu nggak Cuma temanan, tapi juga macarin sahabat dari musuh sahabatmu?”

Kalau bukan di koridor, dengan banyak siswa masuk keluar kelas, aku bakal benear tersandung terus jatuh guling-guling sampai ujung koridor..

“Ngeliat napasmu hampir berhenti selama-lamanya dan dagumu hampir mau jatuh ke lantai, yang aku bilang bener, ya?”

Aku tidak sadar, tapi napasku memang tertahan, sikap cool-ku yang hampir berantakan, mati-matian kupertahankan. Kak Junna dengan anggun dan tenang tetap berjalan. Aku mengikutinya, berbisik. “Sejelas itu ya?”

“Nggak…Yuki nggak curiga kan? Dan good job karena Hamka juga kutebak belum sadar sampai sekarang.” dia menatapku dengan pandangan menyelidik, “Kutebak, sudah sejak dia masuk SMA ya?”

Aku menahan diri agar wajahku tidak memerah, yang aku tidak tahu berhasil atau tidak. Dia tertawa, “Kamu serius ya? Kalau dari dia masuk SMA berarti udah dari SMP nih jangan-jangan?”

Kontan aku ragu, Kak Junna bukan tipe penggosip. Tapi rahasia yang ‘menarik’ begini, siapa yang tahu dia akan cerita ke siapa? Aku hanya mengangguk. Tapi menuntut penjelasan lebih lanjut.

“Seriusan, Kak, memang keliatan ya?”

“Aku nggak yakin sampai waktu Rey senyum tadi. Tatapan mata kamu lembut banget, aku jadi malu sendiri ngeliatnya. Apalagi kamu mati-matian nahan buat nggak senyum balik. Terus soal Hamka yang tahu, dan reaksi Yuki. Jelas dia cuman cerita ke Rey, tapi Rey langsung pucat waktu disinggung. Dan kamu, kayak pangeran berkuda putih bersenjata ngeles, bikin alasan bagus buat nyelametin dia. Jelas, kalian punya hubungan di belakang sahabat-sahabat kalian. Dan aku ragu itu sebagai ‘teman’ biasa, kalau kalian sampai sembunyi-sembunyi begitu.”

Ocehan Kak Junna yang agak terlalu bersemangat membuatku malu sendiri. Jadi, sejelas itu. Meski cuman ketahuan buat orang berpikiran tajam seperti Kak Junna.

“Kak, tolong dirahasiain ya.”

“Demi Rey?”

“Demi kami berempat. Karena jelas, Hamka nggak suka Yuki, dan Yuki benci Hamka sampai ke tulang-tulang.”

Kak Junna mengangguk, “Aman. Kurahasiain dan nggak akan kuceritain. Bagian otak pengambil keputusan udah menyingkirkannya ke barisan belakang memori.”

Yang juara Olimpiade Biologi Hamka, bukan aku, jadi aku tidak tahu bagian otak yang dibicarakan senior ini.

“Kamu tahu alasan mereka saling benci?”

Aku mengangkat bahu, “Hamka nggak mau cerita. Seenggaknya, kata dia, dia nggak benci, cuman nggak suka. Kalau Yuki juga, entah, Rey bilang Yuki kemungkinan cuman reaktif, bereaksi balik karena Hamka yang pertama nggak suka sama dia.”

“Gitu…. susah juga ya. Backstreet tapi di belakang temen. Orangtua kalian tahu?”

Kenapa orang ini punya kharisma yang bikin orang merasa harus menjawab pertanyaannya? Karena aku mendengar diriku menjawab, “tahu….kami…eh, tetanggaan.”

Untuk pertama kalinya, senyum Kak Junna yang biasanya anggun berubah menjadi jahil dan menggoda, “Oooooooh……”

Oke, cukup. “Udah ya kak. Ingat. Jangan bilang siapa-siapa.” Dengan berani aku mewanti-wanti sedikit mengancam. Dia hanya tersenyum dan mengangguk. Kami pun berpisah begitu mencapai koridor pemisah kelas sebelas dan dua belas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
#SedikitCemasBanyakRindunya
3278      1204     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Terpatri Dalam Sukma
686      454     0     
Short Story
Bukan mantan, namun dia yang tersimpan pada doa
complicated revenge
21342      3289     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Vandersil : Pembalasan Yang Tertunda
387      284     1     
Short Story
Ketika cinta telah membutakan seseorang hingga hatinya telah tertutup oleh kegelapan dan kebencian. Hanya karena ia tidak bisa mengikhlaskan seseorang yang amat ia sayangi, tetapi orang itu tidak membalas seperti yang diharapkannya, dan menganggapnya sebatas sahabat. Kehadiran orang baru di pertemanan mereka membuat dirinya berubah. Hingga mautlah yang memutuskan, akan seperti apa akhirnya. Ap...
Shane's Story
2518      983     1     
Romance
Shane memulai kehidupan barunya dengan mengubur masalalunya dalam-dalam dan berusaha menyembunyikannya dari semua orang, termasuk Sea. Dan ketika masalalunya mulai datang menghadangnya ditengah jalan, apa yang akan dilakukannya? apakah dia akan lari lagi?
Lazy Boy
6925      1644     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5551      1882     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
BOOK OF POEM
2228      739     2     
Romance
Puisi- puisi ini dibuat langsung oleh penulis, ada beragam rasa didalamnya. Semoga apa yang tertuliskan nanti bisa tersampaikan. semoga yang membaca nanti bisa merasakan emosinya, semoga kata- kata yang ada berubah menjadi ilustrasi suara. yang berkenan untuk membantu menjadi voice over / dubber bisa DM on instagram @distorsi.kata dilarang untuk melakukan segala jenis plagiarism.
Reach Our Time
10696      2493     5     
Romance
Pertemuan dengan seseorang, membuka jalan baru dalam sebuah pilihan. Terus bertemu dengannya yang menjadi pengubah lajunya kehidupan. Atau hanya sebuah bayangan sekelebat yang tiada makna. Itu adalah pilihan, mau meneruskan hubungan atau tidak. Tergantung, dengan siapa kita bertemu dan berinteraksi. Begitupun hubungan Adiyasa dan Raisha yang bertemu secara tak sengaja di kereta. Raisha, gadis...
Peneduh dan Penghujan
316      261     1     
Short Story
Bagaimana hujan memotivasi dusta