Sial. Rapat hari ini harus dipercepat dan harus tepat waktu. Memotong hari lain, yaitu besok untuk rapat lagi bakal menuai protes. Dan kenapa juga aku berpikir mengenai hal ini padahal yang di depan mata harus dibereskan terlebih dahulu.
Akhirnya, sahabatku si Dilar, masuk kelas dengan tatapan memuja cewek-cewek mengikutinya. Aneh, dia benar-benar tidak mempedulikan mereka. Dan sepertinya dia terlihat agak senang. Harusnya tadi ke koridor kelas sepuluh untuk menemui ‘anak itu’ kan? Apa yang membuatnya senang?
Kami beda kelas, tapi aku dengan sengaja menunggunya di bangkunya untuk mengetahui perkembangan terkini. Akhirnya Dilar melihatku dengan alis terangkat.
“Gimana?”
“Apanya?”
Dia bertanya agak linglung. Seriusan, dia kayak anak SMA yang habis ngobrol sama gebetan. Biasanya gelagat orang-orang kayak gitu bakal jadi linglung kalau diajak ngobrol soal hal lain setelahnya.
….
Masa?
Dilar. Yang setahuku seumur hidup nggak pernah pacaran dan nggak peduli cewek-cewek yang mendekatinya, punya gebetan? Kayaknya nggak mungkin. Kalau iya siapa? Cewek yang mungkin ditemuinya tadi dan nggak tertarik sama Dil…
Dengan horror, aku menyadari. Masa ‘anak itu’?
….
Nggak, sebagai sahabat, meski bersikap netral, kayaknya nggak mungkin dia melakukan ‘pengkhianatan’ begitu. Ada alasan kenapa aku nggak suka anak itu, dan sahabatnya yang pendiam itu juga termasuk karena mereka udah kayak satu paket. Tapi kayaknya bukan. nggak mungkin mereka. Tapi aku kembali ke topik utama.
“Masalah yang mau diperiksa itu.”
“Oh, ya, tadi sekalian ada Kak Junna, jadi udah beres.”
Caranya menyebut Kak Junna agak janggal. Seperti nggak nyaman. Oh….aku nyengir. Dia melihatku agak aneh.
“Kenapa?”
“Nggakkkk…..” aku menepuk-nepuk punggungnya penuh pengertian. Sang ‘Ratu’ jelas punya banyak penggemar. Mungkin dia merasa nggak punya kesempatan.
“Lar,” aku tersenyum tulus, “kalau ntar kamu mau ikut inspeksi boleh kok.” Pandangannya penuh tanya begitu kubilang dia boleh ikut. “Aku tahu kamu nggak nyaman kalau ada ‘anak itu’. Tapi kalau mau, kamu bisa ikut atas nama Divisi Kedisiplinan dan Keamanan.”
Pandangannya semakin aneh. Tapi dia mengangguk ragu. “O…ke….”
Aku tersenyum puas. Dilar teman yang baik (meski suka ngejek) dan setia. Kalau bisa membantunya dengan ngasih kesempatan, tentu kuberikan. Bakal kudukung meski harus diam-diam dari belakang.