Read More >>"> Meta(for)Mosis (Metamorfosis) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meta(for)Mosis
MENU
About Us  

Menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya memang sudah mulai terayunkan dari diri ini. Aku lebih giat belajar untuk mendapatkan universitas yang terbaik di Yogyakarta. Semenjak acara minum teh itu, aku tersadar jika selama ini salah menilai Handi. Tidak semua orang yang awalnya baik terhadap kita, akan selalu baik selamanya. Akankah ada niat dibalik itu semua? Handi hanya menginginkan apa dariku sebenarnya? Atau hanya sebagai pengisi kekosongannya saja? Mungkin saja iya. Buktinya ketika kami berjarak, dia semakin menjauh dan menjauh lagi. Ketika aku melihat sosial medianya pun dia sudah dekat dengan perempuan lain. Entah itu siapa dan yang jelas memang suka gonti-ganti. Syukurlah, aku bisa menghindari menjadi korbannya untuk kesekiankalinya lagi. Tapi memang Handi masih sering menghubungiku. Aduh, bagaimana ini, aku bingung!

Handi, aku mengakui jika kamu memang memiliki paras yang tampan. Berbadan tinggi, tegap, tidak merokok, tidak berkacamata, putih dan berpenampilan rapi. Tidak ada perempuan yang tidak tertarik denganmu. Semuanya pasti akan langsung tergoda oleh penampilanmu. Sayangnya, kamu sangat tidak suka berjarak. Ketika aku dan kamu sama-sama masih di Jakarta saja, kamu selingkuh dan berbohong. Entah apa jadinya jika berbeda kota. Pasti dia akan lebih leluasa untuk berbohong padaku.

Aku mengakui, ketika Handi memutuskanku, aku sempat menerimanya kembali. Namun hanya dua minggu, aku melanggar peringatan Rana. Dia berkata “Ta, maafin mas. Mas Handi mengaku salah meninggalkan kamu. Mas memang sempat dengan Tika, tapi selama dengan dia. Ada sesuatu dalam diri mas yang tidak Tika sukai, maka dari itu kami selesai.” Itu kata Handi ketika mendekatiku kembali. Namun ketika Handi mendekatiku, justru Tika mendekati Rana, dia melabrak Rana, “Kalau punya teman tu dijaga. Jangan suka ngrebut dan ganggu hubungan orang dong!” kata Tika pada Rana.

Rana tahu siapa Tika. Ya, perempuan yang kini menjadi istri Handi. Rana sangat membenci Tika, melebihi aku membenci Handi karena playboy.  Awalnya aku mengira, Rana berpihak pada Tika karena ia sangat melarangku untuk kembali pada Handi. Berbagai macam teguran dan peringatan sudah ia lontarkan padaku. Namun karena saat itu, aku masih sayang dan ingin bersama Handi, aku mengacuhkan Rana. “Udah deh Na. Nggak usah ikut campur apapun urusan gue. Sekarang Handi udah sama gue dan ini mau gue. Lu nggak usah lagi urusi urusan gue. Saat ini, gue lagi diatas. Lagi dipuncak kesenangan,” ucapku pada Rana.

Kejadian tersebut terjadi ketika aku sudah semester dua, masuk kuliah. Semantara Rana belum mendapatkan universitas. Dia masih di Jakarta, membantu simbok, hingga akhirnya dia membuka warung sendiri. Warung makan yang masih sangat sederhana, resep masakan Rana dan beberapa yang diajarkan oleh simbok ia jajakan dalam warung sederhananya. Kala itu, aku dan Rana berjarak. Aku menganggap Rana sudah tidak pantas menjadi sahabatku lagi karena dia belum juga kuliah dan terlebih dia selalu menghalangiku untuk bersama Handi. Sementara aku, sudah masuk jurusan kedokteran di universitas terbaik se-Indonesia, Universitas Palapa, di Yogyakarta. Saat itu, Rana dan aku benar-benar berjarak, tidak ada komunikasi apapun.

Hingga suatu ketika, apa yang diucapkan Rana benar. Jika Handi hanya memanfaatkanku. Dia hanya ingin aku membantu tugas-tugas kuliahnya. Nomor handphone Rana sudah tidak aktif lagi, aku tidak tahu harus berbicara dan curhat pada siapa. Aku bertanya pada mama, kata mama Rana sudah tidak di Jakarta. Bundanya mengirim ke suatu daerah dan tidak dibekali alat telekomunikasi. Aku tidak tahu, Rana memiliki masalah apa. Aku putus dengan Handi dan semua perkataan Rana benar, jika Handi masih berhubungan dengan Tika. Aku sungguh menyesal mengacuhkan Rana.

Kehilangan Rana, membuatku kesepian dan mencari teman lain. Aku mencari teman-teman di kampusku yang sekiranya sepemikiran dan mau setia denganku. Susah sekali aku menemukan teman yang dapat mengerti suasana hatiku, seperti Rana. Singkat cerita, aku tergabung dalam sekumpulan geng artis, sebut saja AC3. Mereka berjumlah tiga orang, semuanya cantik, kaya, tapi tidak terlalu pintar. Mereka mendekatiku dan mengajak berteman, namun saat itu aku masih memiliki penampilan yang cupu. Sama seperti saat aku SMA dulu.

AC3 ternyata menyeledikiku, mereka tahu aku memiliki toko kue AB, aku diberi fasilitas mobil, dan mereka tahu kalau aku anak orang yang berada. Keberadaan AC3 menggantikan sosok Rana yang kini aku tak tahu dia sedang ada dimana.

Ketika aku sedang berada di perpustakaan, salah satu persolil AC3 mendekatiku dan berkata, “Lo anak Jakarta kan? Sendiri mulu. Ini udah semester dua kali, bukan ospek lagi. Napa lu nggak punya temen?” aku diam dan tidak menjawab. Kemudian dia berkata lagi, “Mau nggak lu, gabung sama kita?” aku sontak kaget dan menatap perempuan itu. Dia mengulurkan tangan, dan menyebutkan namanya, “Gue Clara, ketua AC3. Tapi kalau lu gabung sama kita. Nama geng tetap AC3, lu cuma pelengkap aja. Itu sih kalau lu mau. Nggak juga nggak papa.” Katanya.

Kesepian dan tidak ada teman didekatku, mengakibatkan aku menerima diri menjadi anggota AC3. Semenjak aku tergabung dalam grup itu, perlahan aku berubah. Mulai dari cara bicaraku, aku sudah tidak menunduk lagi. Kini aku bisa ngomong dengan siapapun dengan dagu yang sedikit diangkat dan menatap mata lawan bicara. Suaraku sudah mulai ditinggikan karena AC3 tidak boleh nampak lemah. Sapaan yang aku lontarkan pada orang-orang sudah bukan ‘aku dan kamu’ lagi, melainkan ‘gue dan lo’. AC3 semuanya berasal dari Jakarta. Aku juga heran, mengapa ada anak yang tidak terlalu pintar dan sombong diterima di universitas ini. Dugaanku sih karena sumbangan mereka yang besar, atau mereka memiliki orang dalam atau apapun lah. Aku tidak tahu dan yang jelas aku masuk karena otakku.

Perlahan, penampilanku berubah. Kini rambutku sudah panjang, aku sering mengikat. Kata Clara, lelaki suka dengan lekuk leher perempuan, jadi untuk menarik hati laki-laki kami anggota AC3 untuk sesekali mengikat rambut. Tidak hanya itu, rok panjang, baju hem, dan sepatu kets yang sering aku gunakan sudah berubah. Kini aku berpenampilan memakai rok pendek, lebih sering pas dengan lutut daripada dibawah lutut. Baju tipis, walau masih berkerah dan agak ketat. Alas kakiku berubah menjadi sepatu yang harganya mahal, memakai sepatu wanita yang haknya 5cm. Diawal semester aku sering naik Trans Yogya, kini aku sudah memakai mobil sendiri. Terakhir, aku memakai behel yang mahal untuk memperbaiki gigiku yang memang nampak jelek ini.

Perubahanku yang drastis tersebut, hampir membuat orang-orang kaget dan syok. Mereka kini tidak memandangku rendah seperti dulu. Aku sudah jarang pergi ke perpustakaan dan lebih sering nongkrong di kafe mahal. Kopi Mahali, kedai kopi yang menjadi tempat nongkrong kami usai kuliah. Aku tahu, apa maksud mereka mengajakku bergabung. Tidak lain adalah untuk membantu mereka mengerjakan tugas, namun semakin hari aku semakin berani. Aku tidak mau lagi mengerjakan tugas full 100% dengan tenaga dan pikiranku sendiri. Aku perlahan mulai berani meninggikan suaraku, agar mereka juga mau mengerjakan tugas dengan tangannya sendiri, sementara aku yang membantu berfikir dan memberikan beberapa pendapat untuk mereka. Keberanianku dan kebaikanku sering mentraktir mereka, membuatku diangkat menjadi ketua AC3, Clara pun mengakui dan tidak mempermasalahkan hal ini.

Aku merasa bersama mereka dapat menemukan diriku yang sesunggunya. Aku bisa mengubah diriku menjadi lebih keren dan tidak cupu lagi. Tidak ada pikiran lain dibenakku, selain aku merubah diriku, jika ini adalah jati diriku yang sesungguhnya. Jalan yang aku anggap sudah benar, tidak menyembunyikan apapun, termasuk fasilitas mewahku. Entah ini benar atau salah aku menjadi seorang yang hedonis, tapi berkat AC3 aku bisa memiliki teman. Pada dasarnya aku kurang suka jika menampakan diri sebagai anak orang kaya, tapi itu masa lalu, ketika aku belum mengenal kuliah dan AC3. Sepertinya ini adalah aku, perempuan dengan penampilan kece, girly, smart, dan kaya. Keberadaan AC3 diawal pun seperti menggantikan posisi Rana, mereka menerima keluh kesahku. Perubahan yang menurutku hebat ini, membuat Handi ingin kembali padaku lagi untuk kesekian kalinya. Namun berkat AC3 aku dapat sedikit berani berbicara lantang pada Handi. Ketika dia mengirimku e-mail, aku membalasnya dengan berani :

Lo ngapain minta gue balik lagi sama lo, kalau ujung-ujungnya lo sama Tika. Lo nggak bisa kan pisah dari Tika? Kagak kuat LDR aja blagu gaya lu. Urus tuh pacar lo alias mantan selingkuhan lu, ketika lu sama gue. Bilang sama dia, buat nggak usah jadi parasit orang!

 Nape, lu mau ndeketin gue? karena apa? lu mau skripsi? Makanya kalau otak nggak nyampe  itung-itungan, lo nggak usah sok-sokan ambil jurusan matematika. Dulu awal lo masuk kuliah, gue belain. Apapun! Gue juga bantu cari universitas buat lo. Buat orang yang otaknya nggak nyampe kaya lo. Sampe-sampe lo juga bohong kan sama gue? Lo bilang bonyok lu sakit dan perlu uang buat pengobatan. Gue bantu pake uang tabungan gue sendiri, gue nggak minta sama bonyok gue! Ternyata mereka nggak sakit kan, tapi buat nyogok masuk univ. Keren lu! Lu sadar nggak, sering minta gue duit. Buat apa si? Kirain emang buat tugas lu yang seabrek, buat beli buku. Ternyata buat ngemanjain Tika! Inget tu semua?

Heh! Handjing!

Sori. Gue udah berubah, bukan Meta yang dulu lagi. Dan sori banget. Selera gue, sekarang bukan laki modal tampang doang kaya lu!

(salam benci dari gue, Meta!)

Bagiku ini luar biasa, aku bisa ngomong kasar sama Handi dan tanpa ragu untuk membentaknya seperti itu. Aku memberikan tepuk tangan untuk diriku sendiri. Karena hasilnya pun luar biasa, Handi sudah minggat dari hidupku. Lalu aku mendapatkan kabar kalau dia di DO karena terlalu sering pacaran, jarang kuliah, dan tidak mengerjakan skripsi. Saat itu aku tidak memiliki belas kasihan apapun dengan Handi. Sudah terlau muak, aku pun tidak senang karena dia menderita. Sikapku hanya biasa saja, hanya merespon “Oh, kasian amat.” Ketika ada orang yang memberiku kabar DO Handi.

Melalui penampilan bagaikan putri raja seperti ini, tentu saja membuat banyak lelaki yang tertarik denganku. Banyak sekali, aku tidak bisa menyebutkannya, bahkan sampai universitas luar kota pun mengetahui kecantikanku. Ketika ada lelaki yang menyukaiku, lalu Clara suka atau anggota AC3 lain yang menyukainya, aku memberikan untuk mereka. Karena aku masih membenci yang namanya lelaki. Pada benakku lelaki  macamnya hanya seperti Handi. Play! Ah, aku tidak mau pacaran dengan lelaki yang awal manis doang, nanti ujung-ujungnya sama kaya Handi. Rugi besarlah saya.

Aku menjadi bagian dari geng artis ini, ternyata tidak bertahan lama, tidak sampai kami melempar toga. Kami sudah masing-masing kala itu, tepat ketika kami semester akhir. Sibuk denan urusan masing-masing, baik untuk melakukan riset atau untuk mencari teori di perpustakaan. AC3 resmi bubar pada saat itu juga, namun kami tidak bertengkar, masih tetap ada komunikasi. Hanya saja, sudah tidak ada lagi yang namanya nongkrong dan tidak perlu lagi bersama-sama. Awalnya untuk membubarkan geng ini sungguh susah karena sudah dekat bertahun-tahun. Tapi, aku merasa ada hal yang kurang. Aku kurang memiliki me time. Keinginanku membubarkan geng, terbantu oleh mereka yang sudah memiliki pacar masing-masing. Kala itu, Clara membuka percakapan pada kami, “Gengs, akhir-akhir ini kita jarang ngumpul dan sibuk dengan urusan masing-masing. Gue akui kalau gue juga jarang kumpul sama kalian dan lebih memilih jalan sama cowok gue. Apa geng ini masih akan bertahan atau justru akan bubar? Gue berharap misal bubar pun, kita bakal selalu ada satu sama lain. Cuma nama dan kebiasaan kita doang yang berubah. Menjadi mandiri.”

Pertanyaan yang dilontarkan Clara membuka percakapan dan membahas mengenai AC3 ini. Jujur, aku senang ada di sekeliling mereka, tapi aku malu karena tidak bisa menjadi diri sendiri, aku malu pada diriku sendiri. Kesepakatan pada hari itu juga, kami semua sepakat untuk bubar. Meskipun begitu, kami masih berteman, bertegur sapa, dan layaknya seperti teman-teman lain pada umumnya. Semenjak aku masuk bagian geng artis, aku merasa hidup hedonis dan mengundang setan. Banyak sekali lelaki yang mendekatiku, baik awalnya ia ingin mentraktir, atau ia ingin memanfaatkanku. Kali ini bukan karena otakku, tapi hartaku. Saking banyaknya yang mendekatiku, aku sampai bingung meresponnya.

Ketika mendekatiku, lelaki pasti bilang, “Makan malam bareng yuk. Aku yang traktir,” padahal makannnya sederhana aja, paling mahal ya sekitar 25rb. Malah banyak mereka yang mentraktir di pinggir jalan, alasannya “Kamu belum pernah kan, makan di tempat kaya gini.” Padahal Rana sering mengajakku makan di pinggir jalan. Setelah makan pertama, pada hari kedua pasti bilang, “Eh, aku pengen makan di resto itu deh. Katanya si enak banget. Kesana yuk, tapi gantian kamu yang bayar ya. Kan kemarin aku udah bayarin kamu. Murah kok, paling 100rban lah.” Intinya mereka selalu minta balas budi. Memangnya aku bangau yang sedang diselamatkan oleh rakyat jelata. Enak aja. Huh, akhirnya aku turutilah permintaan itu dan untuk terakhir kalinya. Tidak ada lagi yang namanya ketemu-ketemu atau apalah, males. Aku jelas banget, ini bukan namanya ngetes aku baik atau enggak. Aku hanya tahu, sifat seperti itu tidak baik. Meminta balas budi, apaan. Terlebih laki-laki, bayangkan saja, lelaki yang minta di traktir oleh perempuan, di tempat mahal. Apa itu pantas? Memalukan!

Benar juga kata papa, kalau aku tidak boleh menunjukan fasilitas yang papa berikan padaku. Memang ada lelaki yang mendekatiku, tapi tidak tulus, pasti karena latar belakangku. Padahal kalau pada akhirnya akan menikah denganku pun yang dibawa hanya aku. Tidak dengan sederet harta orang tuaku. Alhasil, aku tidak mendapatkan teman lelaki yang benar-benar dekat dan tulus ingin berteman denganku. Sebersit, aku jadi ingat Rana untuk mencari teman yang tulus, bukan hanya memanfaatkan diriku saja. Rana, kamu dimana sekarang?

Singkat cerita, aku sudah lulus dan mendapatkan nilai tertinggi, predikat cumlaude terbaik. Aku bekerja di rumah sakit internasional, Jakarta. Meskipun begitu, aku tidak menginap di rumah. Ya, aku ngekost, masih menjadi anak kost sama seperti saat aku kuliah dulu. Aku tidak naik mobil ke tempat kerja, aku naik kereta dan ojek. Alasannya sederhana, demi mendapatkan teman yang tulus, bukan karena aku ada apanya. Aku pun ingin mendapatkan lelaki yang tulus untukku kelak. Andai, Rana ada disini, aku pasti bisa menceritakan masalahku padanya. Aku pun malu, untuk cerita pada simbok. Sejak aku dan Rana marahan, aku jarang bertemu dengan simbok lagi. Aku menyadari, kesalahanku ketika aku sudah mendapatkan Handi kembali, ketika aku sudah berada di universitas terbaik, ketika mimpiku sudah kucapai semuanya. Menjadi dokter forensik, sudah kujabat kini.

Semua keinginan dan hal-hal yang aku tuliskan dulu, kutulis dalam kertas yang aku buat dengan Rana, sudah aku dapatkan. Alangkah indahnya jika aku kembali menjadi Meta yang dulu. Meta yang baik kepada semua orang, ramah, dan juga tidak merendahkan orang lain. Kuputuskan untuk menemui simbok malam ini, usai bekerja aku harus pulang kerumah. Ingin mengubah diriku menjadi baik lagi, entah aku akan memulai darimana. Simbok, Meta rindu. Maafkan, sewaktu kuliah Meta jarang bertemu dengan simbok. Kala itu Meta merasa, simbok tidak patut lagi untuk Meta mendengarkan nasihatnya karena simbok hanya seorang rewang. Meta lebih memilih untuk mencurahkan hati pada orang lain.

Di rumah,

Aku memberanikan diri menuju kamar simbok, berharap simbok masih dalam keadaan baik-baik saja dan masih mau mendengarkan curahan hati Meta. Simbok, aku datang dengan membawa kain batik. Simbok suka kan, jarik batik khas Yogyakarta. Aku perlahan menuju ke kamar simbok, mengetuk pintu dan memanggil namanya lirih. “Simbok…”kataku.

“Iya, sebentar.” Kata simbok sambil membukakan pintu untukku. “Loh, Meta. Duh nduk, kenapa kamu lama sekali tidak kelihatan. Simbok tu khawatir dengan kamu Nak. Apakah kamu baik-baik saja?” kini simbok sudah berjalan dengan tongkat, tenaganya sudah tidak seperti dulu lagi, simbok semakin tua. Aku masuk kamar simbok, dan duduk di kasurnya seperti biasa, seperti dulu.

“Simbok, ini ada kain untuk simbok, dari Yogya. Semoga simbok suka ya.” Kataku sambil memberikan kain pada simbok. “Maaf, Meta jarang bertemu dengan simbok.” Kataku sambil meneteskan air mata. “Iya, iya nduk.. simbok sudah memaafkan.” Jawab simbok sambil menghapus air mataku.

“Meta kangen sama simbok. Sama wejangan simbok, dan semua hal tentang simbok.”

“Iya.. sini sini. Ada masalah apa?”

“Kok simbok langsung tanya masalah Meta?” tanyaku heran. “Pasti simbok sudah tahu kan, apa yang ada dalam pikiran Meta. Sedih mbok.”

“Kamu lagi dideketin sama Boby ya?” tanya simbok.

“Siapa itu mbok? Meta sedang tidak dekat dengan siapa-siapa kok.”

“Masa sih. Boby kan sering kasih kamu coklat, es krim, bunga, dan sering makan bareng kan?”

“Kan itu teman mbok, teman kerja. Ketika ada pasien yang menggunakan bahasa Jepang, Boby yang membantuku. Dia yang kadang menerjemahkan, Meta tidak ada hubungan apapun,” kataku pada simbok. Di rumah sakit, memang ada lelaki yang sedang dekat denganku. Aku tidak tahu apa motifnya. Tapi sejauh ini, aku tidak menunjukan rasa suka atau apapun dengannya. Kami hanya berteman biasa saja, tidak ada yang spesial. Boby, dia seorang perawat. Perawakannya seperti Handi, sangat mirip. Hanya bedanya, Boby ini memiliki darah keturunan Jepang. Wajar kalau dia pawai berbahasa Jepang. Forensik memang mengurusi mayat, nanti aku akan menceritakan pertemuanku dengan Boby.

Melepas rindu dengan simbok, aku bercerita berjam-jam dengan simbok. Semua pertanyaan simbok aku jawab dengan panjang lebar, simbok hanya tersenyum dan tertawa kecil karena melihatku sudah seperti dulu. Bercerita tentang usahaku masuk universitas, bertemu AC3, bertemu dengan lelaki yang minta balas budi, dan sebagainya. Termasuk aku bertengkar dengan Rana. Simbok pun bercerita perihal Rana.

“Rana sekarang sedang di China, meneruskan studi magisternya. Dulu ketika lama sekali kamu mencari tahu nomor Rana. Tidak ada seorang pun yang tahu, dimana dia. Simbok pun tidak mendapatkan kabar atau bayangan apapun mengenai Rana. Sampai pada akhirnya, Rana menemui simbok di warung. Dia bercerita, mengungkapkan alasannya mengapa dia menghilang. Rana banyak sekali bercerita dengan simbok.”

“Rana kenapa waktu itu mbok?” tanyaku penasaran.

“Rana dibuang sama orang tuanya… tepat ketika kamu meninggalkan Rana. Karena Handi kan? Hm hm hm… Rana dibuang, pada desa terpencil oleh bundanya. Ia ingin berpamitan dengan kamu, tapi tidak berani. Makanya, Rana memutuskan untuk tidak memberi kabar pada siapapun.”

“Kenapa Rana dibuang mbok?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Aziz

    Mantap Betul, ditunggu ini karyanya

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Kamu!
2002      781     2     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
TAK SELALU SESUAI INGINKU
11900      2579     21     
Romance
TAK SELALU SESUAI INGINKU
SERENITY
49      49     1     
Romance
Tahun ini adalah kesempatan terakhir Hera yang berusia 20 tahun untuk ikut Ujian Nasional. Meskipun guru konselingnya mempertemukannya dengan seorang tutor, namun gadis ini menolak mentah-mentah. Untuk apa? Ia pun tidak memiliki gairah dan tujuan hidup. Sampai akhirnya ia bertemu Daniel, seorang pemuda yang ia selamatkan setelah terjadi tawuran dengan sekolah lain. Daniellah yang membuat Hera me...
Romantice And Yearn
4477      1557     3     
Romance
Seorang gadis yang dulunya bersekolah di SMA Garuda Jakarta, kini telah menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia. Banyak kenangan yang ia jalani di masa SMA. Mulai awal ia masuk dan bertemu dengan lelaki yang bernama Ray. Hari-harinya selalu di warnai dengan kehadiran Ray yang selalu memberikan kejutan yang tak terduga hingga akhirnya jatuh hati juga pada Ray. Namun tak ada suatu hubungan yang ...
Tembak, Jangan?
232      194     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
Cerita Cinta anak magang
128      101     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...
Chapter Dua – Puluh
2853      1305     3     
Romance
Ini bukan aku! Seorang "aku" tidak pernah tunduk pada emosi. Lagipula, apa - apaan sensasi berdebar dan perut bergejolak ini. Semuanya sangat mengganggu dan sangat tidak masuk akal. Sungguh, semua ini hanya karena mata yang selalu bertemu? Lagipula, ada apa dengan otakku? Hei, aku! Tidak ada satupun kata terlontar. Hanya saling bertukar tatap dan bagaimana bisa kalian berdua mengerti harus ap...
The Wire
9098      1874     3     
Fantasy
Vampire, witch, werewolf, dan guardian, keempat kaun hidup sebagai bayangan di antara manusia. Para guardian mengisi peran sebagai penjaga keseimbangan dunia. Hingga lahir anak yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan mati. Mereka menyebutnya-THE WIRE
Cazador The First Mission
7861      2155     21     
Action
Seorang Pria yang menjadi tokoh penting pemicu Perang Seratus Tahun. Abad ke-12, awal dari Malapetaka yang menyelimuti belahan dunia utara. Sebuah perang yang akan tercatat dalam sejarah sebagai perang paling brutal.
Metamorfosis
2794      1033     3     
Romance
kehidupan Lala, remaja usia belasan monoton bagaikan air mengalir. Meskipun nampak membosankan Lala justru menikmatinya, perlahan berproses menjadi remaja ceria tanpa masalah berarti. Namun, kemunculan murid baru, cowok beken dengan segudang prestasi mengusik kehidupan damai Lala, menciptakan arus nan deras di sungai yang tenang. Kejadian-kejadian tak terduga menggoyahkan kehidupan Lala dan k...