Kerajaan Armenia, sebuah negeri tirani besar yang terletak di bagian utara benua. Di dunia dengan pedang dan sihir ini, kerajaan Armenia dulunya adalah sebuah negeri yang makmur dan disegani oleh penjuru benua. Tetapi, sekarang itu hanya tinggal menjadi sejarah semata.
Negeri yang dulunya memiliki luas hampir sepertiga benua, sekarang telah mengalami banyak kemunduran dalam berbagai bidang. Sistem pemerintahan yang sudah bobrok, moral masyarakat yang mulai rusak, dan perekonomian yang merosot, semua itu adalah sebagian dari berbagai macam penyebab kemunduran kerajaan Armenia.
Rakyat yang menderita karena perang yang berkepanjangan. Penarikan uang upeti yang tidak diiringi pembangunan membuat ekonomi kerajaan runtuh. Kemiskinan yang menjamur di mana-mana. Hal-hal tersebut membuat rakyat semakin menderita dan kekacauan semakin marak di berbagai pelosok kerajaan Armenia.
Perbudakan dan pelacuran terekspos jelas, tetapi pemerintah daerah tidak melakukan apa-apa dan malah mendukung dengan alasan meningkatkan keuangan kerajaan untuk berperang. Keluarga Bangsawan kerajaan seakan tutup mata dengan kekacauan yang ada, sedangkan para bangsawan yang di bawahnya dan tuan tanah semakin membuat kekacauan dan memperkaya diri sendiri dengan mengatasnamakan kerajaan.
Berbagai kekejaman dan ketidakadilan sudah menjadi biasa di negeri ini. Yang kuat berkuasa dan menginjak-injak hak yang lemah.
Para bangsawan yang serakah, serta rakyat yang dibuat menderita oleh mereka. Pemandangan seperti itu merupakan hal yang biasa di kerajaan Armenia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Tetapi, mungkin sekarang hal tersebut akan berakhir.
Di negeri yang menjual rakyatnya sendiri untuk kekayaan para bangsawan serakah, sekarang ini hampir berakhir dan telah diujung kehancuran.
Sejak berperang melawan Negeri tetangga, Kekaisaran Vandal yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir, luas kerajaan Armenia sekarang hanya tersisa beberapa wilayah saja.
Alasan kekaisaran Vandal, sebuah negeri Suci yang mandiri itu menyerang kerajaan Armenia tidak lain karena serangan awal yang dimulai oleh kerajaan, yang dilakukan oleh kekaisaran hanyalah menyerang balik dan menghancurkan Negeri sombong dan kejam tersebut.
Dan sekarang di bawah langit malam berbintang Ibu Kota Kerajaan Armenia, Erteri, sebuah kota dengan bangunan-bangunan klasik yang terbuat dari batu bata tersebut telah diubah menjadi lautan api oleh kekaisaran.
Laki-laki, perempuan, anak-anak ataupun orang dewasa, semuanya dibunuh tanpa pandang bulu. Kekaisaran dengan paham tegas dan militer tersebut benar-benar tidak memberi ampun kepada kerajaan Armenia.
Ibu Kota bersejarah yang berumur lebih dari 600 tahun itu sekarang menjadi seperti neraka yang datang dari kegelapan untuk menghukum penghuninya.
Di tengah kota yang terbakar oleh api yang berkobar besar, berdiri tegak istana tempat tinggal Raja Kerajaan Armenia dan keluarganya.
Di dalam istana itu terlihat puluhan prajurit kekaisaran dan beberapa kelompok prajurit bayaran yang telah menyusup ke dalam istana untuk membunuh para bangsawan kerajaan.
Satu per satu bangsawan kerajaan Armenia dibunuh dengan kejam. Bukan hanya bangsawan, para pelayan dan orang-orang yang bekerja di istana itu juga tidak luput dari pembantaian.
"Bunuh semua bangsawan bajingan kerajaan Armenia!!"
"Cari!! Cari mereka!! Mereka pasti ada di dalam istana ini!!"
Teriak para prajurit kekaisaran Vandal sambil mencari bangsawan kerajaan yang tersisa di dalam istana.
"Gadis kecil itu pasti belum lari terlalu jauh. Bunuh semua keturunan kerajaan biadab ini ... semuanya demi keadilan kaisar yang agung!"
Seorang gadis berambut perak berdiri tegak sambil memegang pedang besar di tangan kanannya. Gadis itu adalah komandan pasukan kekaisaran yang ditugaskan untuk pemusnahan kerajaan Armenia.
Gadis komandan itu melihat ke arah kaca hias bergambar matahari dan bulan yang terletak di atas singgasana.
"Aku tidak Akan membiarkan kamu lolos, Putri penuh dosa, Fiola Resterus." Tatapan gadis itu terlihat sangat gelap dan kosong.
Di bawah langit malam, di antara kobaran api yang membakar kita, jeritan-jeritan dari dalam istana terus terdengar bagaikan alunan melodi kehancuran yang membawa semuanya ke alam kematian.
««»»
Pada salah satu sudut bangunan istana yang dibangun dengan arsitektur klasik abad pertengahan, seorang gadis remaja berlari tergesa-gesa sambil membawa lentera kecil sebagai alat penerangan. Ia terlihat kesulitan berlari dengan gaun panjang yang ia kenakan, dan kakinya yang tidak mengenakan alas kaki penuh luka lecet.
Gadis itu adalah Tuan Putri kerajaan Armenia, Fiola Resterus. Seorang Tuan Putri keturunan keluarga raja Resterus, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Setelah kematian kakak laki-lakinya selama perang, Fiola secara tidak langsung menjadi calon penerus takhta. Tetapi karena memiliki berbagai kondisi khusus, Tuan Putri Fiola tidak diberikan hak sebagai calon penerus takhta, dan hak tersebut diberikan kepada adiknya. Tetapi sekarang semua perselisihan politik dan kekuasaan itu tidak ada artinya, hampir seluruh keturunan Resterus telah tiada.
Dengan telanjang kaki, Putri Fiola terus berlari sambil meneteskan air mata. Masih dengan jelas teringat di benaknya saat-saat yang terjadi beberapa menit yang lalu, ketika di mana seluruh keluarganya dibunuh dengan kejam oleh pasukan kekaisaran di depan matanya sendiri. Kepala ayahnya dipenggal dan kepalanya mengelilingi di karpet, ibunya di tusuk dari belakang dan tubuhnya dibelah menjadi dua bagian, serta adik kecilnya yang dilempar keluar jendela dalam ruangan takhta yang terletak di lantai tiga istana. Semua hal tersebut terjadi sangat singkat dimata Fiola, tetapi semua itu menanamkan rasa takut dan keputusasaan yang dalam pada gadis yang masih remaja itu.
Berkat kesetiaan para pelayan kerajaan yang mengorbankan nyawanya, Putri Fiola berhasil meloloskan diri dari pasukan kekaisaran.
"Ayahanda ... Ibunda ... Adinda .... Maaf Kakanda, aku ... tidak bisa menyelamatkan mereka semua, aku tidak sekuat Kakanda .... Dia .... gadis berambut perak itu terlalu mengerikan ...!"
Putri Fiola terus berlari menuju pintu keluar bagian belakang, berlari dan berlari menyusuri lorong istana. Kakinya yang tidak bisa digunakan untuk berlari mulai lecet dan sedikit mengeluarkan suara aneh.
Dengan segenap harapan yang tersisa, Putri Fiola terus berlari sekuat tenaga. Berharap untuk hidup dan pergi dari istana ini seperti apa yang diharapkan keluarganya dan para pelayan istana kepadanya.
Saat berada di persimpangan lorong, tanpa sengaja Putri Fiola bertemu dengan tiga prajurit yang menyerang Kota Erteri dan menyelinap ke dalam istana.
"Ah ...?!"
Tuan Putri sentak terkejut dan berbalik arah untuk langsung berlari menjauh. Tetapi, langkah kakinya sangat'lah lambat jika dibandingkan dengan ketiga prajurit yang ia temui itu.
Rambut Putri Fiola ditarik dan tubuhnya dijatuhkan ke tanah oleh salah satu prajurit. Mulutnya dibungkam dengan kasar oleh satu prajurit, dan kedua tangan Fiola dicengkeram oleh prajurit lainnya.
"Pak, mau kita apakan gadis ini?"
"Hem, apa akan kita gunakan dia untuk pemuas di markas atau ... kita jual, pak?"
"Hwm ...!! Hwmm!!" Fiola meronta, tapi tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan pria yang menangkapnya.
"Kamu nafsu sekali, nak Corner! Tentu saja kita akan menjualnya! Lagi pula di markas sudah ada banyak, 'kan?" Ucap ketua dari kedua prajurit yang menjatuhkan dan membungkam Putri Fiola.
Pria tua dengan jenggot pendek berwarna keputihan itu terlihat seperti orang licik dan tanpa loyalitas sedikit pun.
"Ya, maaf pak!" Jawab salah satu prajurit.
Ketiga orang itu bukanlah prajurit resmi dari Kekaisaran Vandal, melainkan sekelompok prajurit bayaran dari suatu serikat yang disewa untuk penyerangan kali ini.
"Huh ...? kalau tidak salah dia putri kedua kerajaan Armenia, Fiola Resterus, 'kan? Hem ... kenapa gadis ini malah masih berada di sini? Bukannya si penggila keadilan itu sudah membantai seluruh anggota keluarga kerajaan? Hem ... apa dia membiarkan kamu lolos? Ah, siapa peduli ...," ucap pria tua dengan sedikit tatapan merendahkan.
"Hem ... aku rasa, dari pada diberikan kepada gadis penggila keadilan itu, memang lebih baik aku jual ke pasar budak saja. Untuk seukuran gadis bangsawan, mungkin kita akan dapat seribu atau dua ribu keping platinum ...." Pria tua berjenggot itu berjongkok di depan Putri Fiola yang terbaring di lantai.
Perlahan tangan pria tua itu meraba-raba wajah dan tubuh Putri Fiola. Tanpa bisa melawan, Putri Fiola hanya bisa pasrah dan menangis.
"Hah ... masih anak-anak, ya. Untuk gadis bangsawan dadamu terlalu kecil ... tapi, orang bejat yang punya selera seperti itu juga banyak juga, haha! Aku rasa harga kamu di pasaran mungkin bisa sampai seribu lima ratus koin platinum? Yah, terserahlah! Yang penting dapat bonus untuk misi kali ini, lumayan ...." ucap pria tua.
Syuu!
Tiba-tiba hawa dingin terasa oleh semua orang yang berada di persimpangan lorong istana, hawa dingin itu datang dari seseorang yang berdiri di belakang pria tua.
"Hee ... semurah itukah harga Putri penuh dosa itu?" Suara serak dan mengerikan bergema di dalam lorong.
Pria tua itu menengok ke belakang, tapi tanpa bisa melihat sosok yang berdiri di belakangnya, kepala pria tua dipenggal oleh sosok dalam siluet gelap di belakangnya.
Cret! Cruat!
Darah muncrat keluar dari tubuh tanpa kepala pria tua, dan sedikit membasahi wajah Putri Fiola yang tengkurap di depannya.
"Kyaa!!" Jerit Putri Fiola.
Kedua pria yang memegangi Putri Fiola langsung melepaskannya dan meloncat ke belakang. Mereka berdua langsung menarik pedang dari sarungnya.
Tapi sebelum mereka melawan balik, sebuah palu besar datang dari atas dan memukul tubuh salah satu prajurit.
Bruak!!
Tubuh prajurit itu remuk seketika. Melihat rekannya yang mati, prajurit satunya terlihat sangat marah dan menyerang sosok dalam kegelapan tersebut.
"Sialan!! Mati kau!!"
Prajurit itu melesat ke arah sosok yang berada di balik kegelapan. Tapi, saat sekilas cahaya dari api yang menjilat-jilat di luar istana masuk melalaui jendela dan menyinari sosok dalam bayangan, Prajurit terhenti, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihatnya.
"Kau ... kenapa?"
Sesaat prajurit itu terlihat sangat terkejut melihat orang itu, tapi mengingat apa yang telah orang itu lakukan pada ketua dan rekannya, prajurit tersebut meneruskan serangannya.
"Sialan kau!!"
Sebelum mata pedang mengenai sosok dalam siluet hitam itu, puluhan rantai tajam dari lingkaran sihir di permukaan lantai muncul dan mengikat tubuh prajurit tersebut.
Sreing! Crekt!
Perlahan ikatan rantai-rantai itu memulai mengencang dan meremas tubuhnya.
"Si-Sialan kau!!"
Cratks!
Tulang-tulang prajurit tersebut remuk dan tengkorak kepalanya pecah. Saat rantai itu kembali masuk ke dalam lingkaran sihir dan menghilang, prajurit itu jatuh ke lantai dengan kondisi tak bernyawa.
Putri Fiola yang terbaring tengkurap di atas lantai melihat ke arah orang yang telah membunuh ketiga prajurit bayaran tadi. Sosok yang tadinya tertutup siluet hitam perlahan mulai terlihat, dia adalah seorang gadis berambut perak pajang sepinggang yang terlihat anggun, mengenakan gaun berwarna perak berlapis zirah membuat sosok itu bertambah menawan tetapi terlihat kejam dengan sorot matanya yang gelap dan terasa hampa. Gadis itu adalah komandan kekaisaran Vandal, Alice Schneewittchen.
Perlahan Alice melihat ke arah Putri Fiola dengan mata merah menyala. Merasakan tatapan tajam darinya, Putri Fiola merasakan sesuatu yang mengerikan dari gadis itu.
Putri Fiola langsung berdiri dan hendak kabur dari tempat itu. Tapi, gadis komandan tidak membiarkannya pergi.
Gadis komandan membuat lingkaran sihir di telapak tangan kanannya dan mengambil sebuah pedang satu tangan dengan ujung bercabang dua yang tumpul.
Gadis komandan bergerak dengan cepat dan menghadang Putri Fiola. Tanpa berkata apa-apa, gadis komandan langsung mencekik Putri Fiola dan membenturkannya ke dinding menggunakan pedang dengan ujung bercabang.
"Jangan pikir kamu bisa lari, Putri penuh dosa." Gadis komandan menatap Putri Fiola dengan tatapan kosong
Melihat tatapan mata yang sangat kosong itu, Putri Fiola merasa merinding. Ia belum pernah melihat seseorang dengan tatapan seperti orang mati.
"Kenapa ...? Kenapa kalian membunuh semuanya? Apa salah kami?" Putri Fiola menangis dengan pasrah.
"Salah? Apa kamu bergurau? Karena ketidakbecusan kalian para keluarga kerajaan, para bangsawan dan tuan tanah negeri ini bertingkah sesuka hati mereka, lalu tanpa tau diri ... mereka menancapkan taring mereka pada kekaisaran. Ini adalah hukuman dari kekaisaran suci!"
Gadis komandan menghilangkan pedang dengan ujung bercabang ke dalam lingkaran sihir dan mencekik leher Putri Fiola dengan tangan kanan, lalu membenturkan tubuhnya ke tembok.
"Tapi tenang saja. Aku tidak akan membunuh kau langsung. Kau akan dieksekusi di balai kota untuk dijadikan contoh bagi mereka yang menentang kekaisaran."
Gadis komandan tersenyum gelap dan ekspresi wajahnya terlihat sangat mengerikan.
Sambil menangis tersedu, Putri Fiola dalam benak memohon.
"Siapa saja ... tolong aku ...."
««»»
Pada salah satu hutan di daerah kerajaan Armenia, seorang pemuda berambut pirang terbaring pada rerumputan di bawah pohon besar berdaun rimbun. Pemuda itu tidak lain adalah Robert, seseorang jiwa yang telah direinkarnasikan ke dunia lain oleh Dewi penguasa kematian dan kehidupan, Violence.
Pada saat Robert yang berbaring di atas rerumputan hijau, untuk sesaat dirinya merasa lega setelah melihat langit cerah dengan beberapa awan putih melalui sela-sela dedaunan pohon.
Pemuda dengan wajah suram itu berdiri, lalu sekali lagi menatap ke arah langit dengan tatapan lega. Entah mengapa ia terlihat rindu dengan pemandangan langit cerah tersebut
"Nostalgia sekali ... karena di tempat itu tidak ada langit, rasanya saat melihat ini sangat menenangkan hati. Sudah sangat lama aku tidak melihat langit yang seperti ini. Yah, di tempat penuh genangan air itu juga ada langit, tapi tidak seindah ini."
Robert tersenyum bahagia. Ia merasa menjadi orang paling beruntung di dunia karena telah diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali.
"Selain berkah utama yang diberikan oleh Dewi Violence itu padaku, kalau tidak salah aku juga menerima berkah pemahaman bahasa dunia ini dan kemampuan belajar cepat ... tapi, jujur saja aku tidak tahu bagaimana kegunaan berkah-berkah ini, terutama dua berkah seperti
Karisma Penguasa Mutlak dan Perlindungan Dewi Violence .... Sebenarnya apa gunanya?"
Robert menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan lepas.
"Hem, baiklah ... dari pada berdiam diri di tempat ini, sebaiknya aku cepat-cepat pergi ke kota atau desa terdekat untuk mencari informasi ..., pasti ada, 'kan?"
Robert melihat sekitar, tetapi tempat itu dipenuhi oleh pepohonan dan tidak terlihat seorang pun di sekitar sana, bahkan mungkin tempat tersebut terlalu sunyi untuk disebut hutan. Di sekitarnya sama sekali tidak ada tanda-tanda hewan yang berkeliaran ataupun batang hidung orang.
Seketika Robert memasang wajah datar karena bingung dengan arah yang ia akan tuju. Sambil sekilas mengingat kembali perkataan Dewi Violence tentang [Utusan], Robert terdiam sesaat.
"Utusan, kata dewi itu aku tidak harus terlalu memikirkan hal itu. Asalkan aku terus hidup dengan tetap menjadi diriku sendiri itu sudah cukup, kalau tidak salah dia berkata seperti itu ... tapi bagaimana caranya aku hidup dengan tetap menjadi diriku?"
Saat itu Robert melihat ke arah matahari untuk memperkirakan arah dan letaknya sekarang, tetapi ia langsung teringat kalau dirinya sedang berada di dunia lain.
"Heh ... apa cara seperti ini juga bisa berguna di dunia lain? Dan juga bukannya cara ini berbeda Negara saja sudah sulit ... apa lagi kalau beda dunia ... Ah! Biarlah! Dari pada terus berdiam diri karena terlalu banyak berpikir, lebih baik segera bergerak!"
Pada akhirnya, Robert memilih arah yang dianggapnya sebagai arah utara yang ditentukan menurut pergerakan matahari. Pada saat berjalan menyusuri hutan, dirinya masih terus terpikir dengan perkataan-perkataan dari sosok yang memberikan kesempatan kedua kepadanya.
"Sebenarnya apa tujuannya memberikan kehidupan kedua ini padaku? Terlebih lagi, apa dia benar-benar seorang dewi? Bukan Iblis yang menyamar, 'kan? Yah, apa pun itu yang pasti ada tujuan tertentu dari reinkarnasi ini."
Robert terus berjalan menyusuri hutan penuh semak-semak selama kurang dari lima menit, dan akhirnya ia sampai di depan sebuah dinding raksasa.
"Wah ... tinggi sekali ...."
Robert terkagum-kagum melihat dinding raksasa yang memiliki tinggi sekitar 12 meter tersebut. Dinding itu terlihat kokoh dan rapi, serta sedikit memancarkan energi panas aneh yang berasal dari sisi lain dinding.
"Kalau ini tembok, berarti pasti ada pintu atau gerbang untuk masuknya, 'kan?"
Tanpa berpikir dua kali, Robert berjalan memutar untuk mencari jalan masuk ke dalam tembok. Tapi saat ia sampai di gerbang masukan yang berupa pos penjagaan dengan beberapa prajurit, ia langsung dihentikan oleh beberapa orang prajurit yang menjaga penjaga gerbang.
Para prajurit itu terlihat sangat was-was pada keberadaan Rober, dan mereka menodongkan tombak ke arahnya dengan raut wajah ketakutan.
"Eeeh! Kenapa seperti ini? Padahal aku tidak melakukan apa-apa, loh."
Robert mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. Walaupun ia sudah melakukan hal tersebut, para prajurit sama sekali tidak menurunkan tombak mereka.
"Siapa kau?! Untuk apa datang ke tempat ini?! Apa kamu orang dari kerajaan Armenia yang ingin merebut kembali kota Erteri ini?!"
Mendapat berbagai pertanyaan dari salah satu prajurit, Robert hanya bisa terdiam sambil memasang wajah bingung.
"Jawab!!" Bentak salah satu prajurit.
"Bukan ... aku bukan orang dari kerajaan Armenia ... aku datang ke tempat ini karena tersesat ...." Robert menjawab pertanyaan prajurit itu dengan nada sedikit cemas.
"Jangan berbohong!! Setelah pertempuran besar tadi malam, mana mungkin ada orang yang tersesat ke kota besar ini! Jawab! Sebenarnya siapa kamu!!?" Tanya salah satu prajurit dengan nada tinggi.
"Eh...? Pertempuran besar? Sebenarnya apa yang telah terjadi di tempat ini, dan juga kenapa aku dipindahkan ke dekat tempat berbahaya seperti ini? Dasar Dewi itu!!"
Robert mulai mengeluarkan keringat dingin dan tubuhnya gemetaran.
"Jawab! Kenapa orang dengan aura mengerikan sepertimu datang ke tempat ini?"
Robert kebingungan mendengar perkataannya.
"Aura mengerikan? Apa wajah murungku terlihat seburuk itu? Kalau memang seperti itu, lebih baik aku memasang senyum terbaik yang aku bisa."
Sambil menatap para prajurit yang menodongkan tombak ke arahnya, Robert membuat senyum terbaik yang bisa dibuatnya.
"Ah!! Semuanya serang!!"
"Eh?! Tunggu!"
Serentak para prajurit menusukkan tombak ke tubuh Robert. Tapi ....
Kratak!!
Ujung besi tombak-tombak yang menusuknya langsung patah. Melihat kejadian itu, para prajurit merasa ketakutan dan melangkah mundur.
"Sakit ... walaupun aku memiliki berkah Tubuh Terbaik. Bukan berarti aku kebal terhadap rasa sakit-- eh? Loh kok? Kenapa aku tidak merasakan kesakitan ...?"
Robert kebingungan karena sama sekali tidak merasakan sakitnya tusukan tombak.
"Seharusnya aku hanya diberi berkah tubuh yang selalu sehat yang terhindar dari berbagai penyakit dan selalu dalam kondisi terbaik, tapi kenapa aku tidak merasakan sakit setelah ditusuk....?"
"Ah ...? Benar juga ...."
Robert teringat perkataannya sendiri saat ia ditawari memilih Berkah oleh Dewi penguasa kematian dan kehidupan untuk berkah yang ingin didapat. Di antara berkah yang didapat, mungkin ada berkah yang bisa memberikannya kekebalan rasa sakit", itulah yang Robert pikirkan. Tetapi kenyataannya bukan itu, berkah yang melindungi Robert secara penuh dari serangan tombak tadi selain Berkah Tubuh Terbaik adalah Berkah Perlindungan Dewi Violence.
"Gawat ... kalau begitu aku abad ...?"
"Apa yang kamu bicarakan sendiri!? Dasar monster!" Bentak salah satu prajurit.
"Ti--"
"Bawa rantai!!" Perintah salah satu prajurit tanpa memedulikan Robert.
"Kalau ada orang mau bicara dengarkan, oi!"
Sebenarnya Robert ingin mengatakan hal tersebut, tapi karena tidak ingin memperburuk keadaan, Robert hanya bisa menyimpannya dalam benak dan diam sambil terus mengangkat kedua tangannya.
Kurang dari tiga menit, beberapa prajurit membawa rantai untuk mengikatnya.
"Kalau tidak ingin terluka, jangan melawan!! Aku akan menyerahkanmu kepada komandan!" Ucap salah satu prajurit.
Salah satu prajurit melemparkan rantai pada tubuh Robert dan ujung lainnya ditangkap oleh prajurit lain. Mereka berjalan memutar untuk mengikat tubuh Robert. Butuh sekitar tiga buah ikatan rantai sepanjang lima meter untuk membuat mereka tenang.
Setelah mereka mengikat tubuh Robert dengan rantai, mereka memasang wajah puas dan lega.
"Permisi ... kalian sudah mengikatku seperti, 'kan? Jadi tidak masalah kalau kalian mendengarkan perkataanku seka--"
"Hah!? Mana mungkin aku mendengarkan perkataan seorang monster!"
"Ha ha! Bodoh sekali! Aku baru lihat ada seorang monster yang sukarela diikat!"
"Bego! Sangat bego!"
Seketika benak Robert dipenuhi rasa kesal mendengar perkataan mereka.
"Sialan, orang-orang ini ... tidak, aku tidak boleh marah. Aku harus tenang. Bukannya aku sudah bertekat untuk berubah...."
Robert memasang wajah datar. Melihat ekspresi wajah Robert, tawa mereka langsung terhenti. Mereka tahu persis ekspresi yang ada di wajahnya itu apa.
Ekspresi wajahnya penuh ketenangan dan sama sekali tidak ada rasa takut, itu ekspresi yang hanya dimiliki orang yang mempunyai kekuatan besar saja.
Crang!
Dengan mudahnya Robert memutuskan rantai yang mengikat tubuhnya seperti halnya memutuskan sebuah benang.
Melihat hal itu, para prajurit gemetar ketakutan dan melangkah mundur.
Karena penasaran akan perkataan mereka yang terus memanggilnya monster, Robert mengambil patahan besi tajam dari ujung tombak yang telah patah.
Saat melihat cerminan dirinya pada patahan besi tajam, Robert terkejut melihat sosoknya sendiri.
Di sana memang terpantul sosoknya dengan penampilan remaja, tapi aura yang menyelimuti dirinya itu memang jelas-jelas bukan sesuatu yang bisa dimiliki manusia.
"Jelas saja mereka ketakutan seperti kera kebun binatang yang kandangnya dimasuki singa ... tapi, Kenapa aku memiliki aura mengerikan seperti ini? Dan juga rambutku sampai sedikit menghitam pula," ucap Robert dengan ekspresi wajah menyeringai kecil.
Saat ia masih heran, para prajurit yang mengepungnya sekali lagi menyerang Robert secara serentak. Saat itu entah mengapa reflek Robert bergerak secara ekstrem.
Tanpa dirinya sadari, Robert melompat untuk menghindari tusukan tombak-tombak tersebut meskipun ia tahu kalau dirinya tidak akan terluka. Saat itu kejadian aneh terjadi, awalnya ia berencana meloncat ringan untuk menghindari tusukan tombak saja, tapi tanpa ia sadar Robert meloncat setinggi 12 meter.
Dass!
"A!!" Robert menganga saat melayang di udara. "Aaaaa!!" Dengan cepat Robert jatuh dan mendarat ke tanah.
Bekh!!
Dengan wajah panik Robert langsung berdiri, dan memastikan tidak ada yang aneh pada tubuhnya. Para prajurit masih terpaku melihat apa yang telah dilakukan Robert.
"Begitu, yah. Jadi berkah ini juga memberikan kekuatan fisik ...." Robert mengepalkan tangannya.
Sambil sedikit tersenyum, dengan sekuat tenaga Robert memukul permukaan tanah dengan tinjunya.
Bug!!
Krekrkek!!
Permukaan tanah mulai retak dan bergetar. Para prajurit di sekitarnya mulai terlihat panik karena getaran tersebut.
Memanfaatkan kesempatan itu Robert meloncat ke depan dan hendak kabur menggunakan lompatan seperti sebelumnya, tapi sekali lagi Robert gagal mengendalikan tenaganya untuk melompat dan membuatnya melesat sangat cepat.
Bruak!
"Whaa ...! Ukh!"
Setelah melesat beberapa ratus meter, akhirnya Robert terhenti setelah menjebol dan melubangi beberapa tembok bangunan, ia berhenti di lantai tiga bangunan yang kebetulan berada di jalur loncatannya. Ia mendarat di dalam ruangan bangunan tersebut dengan posisi tersungkur.
"Sepertinya aku harus berlatih untuk mengembalikan berkah ini ...."
Robert berguling dan duduk di atas lantai sambil menyilangkan kakinya.
"Dan juga ... aku rasa tadi memang terlalu berlebihan."
Melalui lubang di dinding dari bangunan-bangunan yang tadi dibuatnya saat melesat, ia melihat dinding raksasa bagian gerbang yang mulai runtuh karena ulahnya.
"Hem ... kalau begitu ... kabur ah," ucap Robert dengan wajah datar.
================================
Bonus informasi:
[Sistem uang]
10 koin perunggu = 1 koin perak.
10 koin perak= 1 koin emas.
10 koin emas = 1 koin platinum.
Next!