Read More >>"> Broken Wings (T W O) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Broken Wings
MENU
About Us  

"BODOH! DASAR ANAK TIDAK BERGUNA!" Teriak laki-laki paruh baya itu dengan sekuat tenaga. 

Dia kembali melemparkan sebuah tamparan ke muka anaknya yang sedari tadi telah berdiri di depannya dengan pasrah. Entah telah berapa kali wajah itu ditamparnya hingga memberikan bekas merah di wajahnya. Namun, hal itu belum terasa begitu memuaskan bagi sang laki-laki paruh baya itu yang mana beliau merupakan papa dari anak tersebut. 

"Anak macam apa kamu ini? Hanya bisa bersenang-senang dan bermain dengan perempuan." Ucap papanya dengan emosi yang sudah tidak tertahankan lagi. 

"Siapa yang mengajarimu seperti itu? SIAPA?" Bentaknya. 

"Sudah pa," mamanya yang sedari tadi hanya bisa menonton dan bungkam di belakang papanya itu akhirnya mengeluarkan suara. 

"Tidak bisa ma." Sambil menghempaskan tangannya dengan tidak terima. "Dia sudah keterlaluan. Tidak masalah jika dia nakal, menghamburkan uang. Asalkan dia mau sedikit menurut dan bekerja keras serta TIDAK MENGHAMILI ANAK ORANG." Papanya mulai kembali memanas dan menekannya kalimat terakhirnya. 

"Tidak malu apa keluarga ini, jika orang-orang tahu kalau kamu berani menghamili anak orang di luar nikah? HA?" Teriak papanya sambil menunjuk kearahnya. 

"MAU DITARUH MANA WAJAH MAMA DAN PAPA INI? HA? DIMANA? JAWAB!" Semakin berkobarlah api kemarahan papanya tersebut. 

Anaknya yang tidak biasanya terdiam kini terdiam dan meresapi setiap kata-kata yang dia terima. Kali ini dia akhirnya pasrah dan memang kali ini dia bersalah, benar-benar bersalah. 

"Sudah papa tidak tahan lagi, papa malu." Papanya menghela napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya. "Kamu sekarang keluar dari rumah ini, kamu sudah bukan bagian dari keluarga ini lagi." 

Seketika suasana langsung membeku, anak dihadapannya yang sedari tadi menunduk kini menegadahkan wajahnya dan melihat dengan tidak percaya. Mulutnya bergetar seperti mengatakan sesuatu namun tidak ada sepatah kata pun yang muncul dari mulutnya. 

"Pa, apa yang papa katakan? Dia itu anak kita," mamanya yang juga tidak percaya mewakili anaknya untuk bicara. 

"Sudah bukan, dia sudah menodai nama baik keluarga ini." Papanya menjawab dengan nada yang yakin dan tidak meragukan. 

"Pa, maafkan aku pa." Rengek Kevin, nama anak itu. 

Papanya hanya membalik badan tanpa mau melihat muka anaknya itu. Papanya bahkan tidak mau menanggapi apa yang dikatakan oleh anaknya. 

"Keluar." 

"Pa, tolong maafkan aku." Masih merengek. 

"Keluar." 

Kevin pun merangkak dan memeluk kaki papanya itu. 

"AKU BILANG KELUAR!" Teriak papanya yang mulai tidak sabar sambil menggoyangkan kakinya agar dilepaskan. 

"Pa," panggilnya pelan. 

"KELUAR!" Teriaknya lagi lebih keras. 

Akhirnya mamanya membantu anaknya untuk bangun dan menuntunnya pergi. 

"Sudah nak, kamu turuti papamu dulu saja. Kamu bisa tinggal di rumah mama dan mama juga akan mengirimimu uang saku jika perlu." Jelas mamanya begitu sabarnya. 

Kevin hanya mengangguk dan menurut. Akhirnya dia pergi tanpa membawa apa-apa hanya ponsel dan dompetnya beserta paspor. 

--- 

"Bangun!" Aku merasakan rasa sakit di punggungku. 

Aku langsung membuka mataku dan mencoba mengumpulkan nyawaku. Aku mendapati papaku telah berdiri dihadapanku. 

"Bangun!" Serunya lagi. "Ayo bantu papa!" 

Kemudian papanya keluar begitu saja dari kamarnya dan meninggalkanku sendiri dengan rasa sakit di punggung akibat tendangannya. Aku mengelus punggungku dan bangkit dari tempat tidur. Aku merapikan tempat tidurku sebelum aku meluncur ke kamar mandi untuk sikat gigi dan mencuci muka. 

Kemudian aku turun ke lantai bawah dan mencari keberadaan papaku. 

"Kevin, sebelah sini!" Seru papaku yang sudah mengenali kehadiranku lebih dulu. 

Begitu diriku telah bangun dan bertemu dengan ayahku, maka hari-hari berat itu pun dimulai. Setiap hari papaku akan melatihku untuk melakukan semua pekerjaan berat dan kasar yang memang seharusnya dilakukan oleh para laki-laki. Bukan hanya membantunya untuk merapikan potongan kayu, memoleskan kayu sebelum akhirnya mereka akan disusun menjadi sebuah perabotan untuk rumah tangga, namun juga membersihkan selokan, membenarkan pipa dan juga mengantarkan barang. Semua hal itu aku lakukan dengan suka cita sekaligus katanya untuk dijadikan sebuah teladan bagi adikku. Berhubung aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, dimana kami berdua sama-sama laki-laki. 

Pada saat makan malam, papa dan mama selalu menasehatiku untuk menjadi seseorang yang sukses, bisa meneruskan bisnis keluarga serta menjadi orang yang membanggakan. Aku selalu mendengarkan semua hal itu dan mencoba menetapkan semuanya sebagai tujuan dari hidupku. 

"Vin, papa dan mama ingin ketika kamu besar, kamu dapat melanjutkan dan menyukseskan usaha keluarga kita ini." Jelas papaku disela-sela makan.

"Iya, kamu adalah harapan terbesar kami supaya usaha ini bisa berjalan karena kamu satu-satunya yang mampu meneruskannya." Tambah mamaku yang jelas sependapat dengan papa. 

Aku selalu merasa bangga dan begitu dipercaya oleh kedua orang tuaku ketika mereka mengatakan hal seperti itu. Namun di sisi lain, mereka tidak pernah memerhatikan sisi lain dari kebutuhanku, yaitu kasih sayang. Kasih sayang yang seharusnya bisa aku dapatkan dari kedua orang tuaku. Namun, sayangnya tidak. Mereka memperlakukanku dan membuatku bekerja keras demi kepentingan mereka sendiri, berbeda dengan adik laki-lakiku. Dia selalu mendapatkan perhatian dan diberikan kebebasan untuk menjalani hidupnya sendiri. 

Hal itu semakin aku rasakan dan membuatku merasa tertekan ketika usiaku telah menginjak 13 tahun. Waktu itu, aku semakin berani memberontak, kabur dari rumah dan bersenang-senang dengan teman-temanku. Selain itu, aku juga genit kepada banyak perempuan. 

"Cewek, boleh kenalan?" Tanyaku ketika aku dan beberapa teman gengku duduk-duduk di sebuah warung. 

Kedua cewek yang aku doga itupun hanya melirik dan melenggang pergi tanpa membalas sapaanku itu. 

"Ya, bro. Kabur dianya," ledek temanku sambil mendorongku di bahu. 

Aku hanya membalasnya dengan tawa hambar dan kembali ke topik obrolan kami. Diriku memang waktu itu masih duduk di bangku SMP, namun kegiatan tambahanku selain belajar adalah mencari cewek. Gebetan pertamaku tidak begitu cantik, ya biasa lah. Tapi dia termasuk anak yang pandai di kelas, namanya adalah Salma. Saat itu, modusku adalah memintanya untuk mengajariku pelajaran matematika yang begitu menyusahkanku. Beberapa kali dia aku ajak ke rumah untuk mengajariku, namun meski begitu nilaiku tidak mengalami kenaikan yang drastis, mungkin ya naik 2 sampai 3 poin. Karena memang selama dirinya mengajariku, aku hanya duduk memandanginya mengeluarkan berbagai kata-kata ajaib yang berhasil membuat pipinya merona. 

"Sal, kamu cantik deh hari ini." Sambil menatapnya tanpa berkedip. 

"Berarti biasanya nggak cantik dong?" Tanyanya tanpa berani menatapku. 

"Ya nggak gitu, cuma hari ini lebih cantik aja." Jawabku masih terus menatapnya. 

Dia hanya tertawa dan memukulku manja sambil menutupi mukanya yang mulai merona oleh warna merah karena malu. Ujung-ujungnya aku pun akan merayunya supaya berhenti belajar dan kami pun memesan makanan sambil menonton film di ruang tengah. Begitu dia meminta pulang, aku pun mengantarkannya dengan berjalan kaki ke rumahnya. Rumahnya hanya selisih 1 blok dari rumahku, sehingga mudah bagi kita untuk bertemu. 

Kemudian, pacar keduaku adalah Lia. Dia cewek yang cantik dan memiliki badan bagai model. Dia begitu terkenal di sekolah kami, namun sayangnya selera fashion-nya tinggi dan juga hedon. Aku dan dia tidak menjalin hubungan selama hubunganku sebelumnya, bukan karena uang melainkan karena dia juga genit pada banyak cowok dan dia bilang bahwa aku tidak cocok dengannya. Sial memang. Kemudian banyak juga pacarku yang lainnya, bahkan mungkin ketika aku lulus SMP mungkin sudah ada sekitar 5 atau 6 mantan pacarku. 

Kebiasaanku terus terjadi hingga aku dewasa. Hingga pada suatu waktu, aku melakukan kesalahan yang fatal. Sangat, sangat fatal. 

--- 

Malam itu aku merayakan ulang tahunku yang ke-23, aku merayakannya di sebuah club yang biasanya aku bermalam di sana. Kali ini, club itu aku sewa hanya untuk pestaku saja. Aku mengundang semua teman dekatku dan beberapa teman lainnya yang masih kontak dengan diriku. 

"Selamat ya bro! Sukses terus," ucap teman-temanku begitu mereka masuk ke dalam club. 

Kami juga melempar pelukan dan juga megobrol hangat karena sudah lama tidak jumpa. Kami sudah memiliki kesibukan masing-masing sehingga waktu kami untuk bertemu pun juga terbatas. 

"Cewekmu?" Sambil menunjuk cewek yang sedari tadi mendampingiku menyambut para temanku. 

"Yoi," jawabku dengan santai dan menepuk bahunya. 

"Cantik ya," Dia tersenyum genit. "Kalau sudah putus bilang bro," dia menyenggol tubuhku. 

"Enak aja," Aku bergaya seperti ingin melawannya. 

"Hahaha, santai. Bercanda" Kami pun tertawa. 

Malam itu pun kami pun bersilaturahmi. Kemudian pada tengah malam, kami pun memutuskan untuk bermain truth or dare. Sampai pada akhirnya mereka memberikanku tantangan untuk bermalam berdua dengan pacarku dan aku pun tidak keberatan. Akhirnya malam itu aku menyewa satu kamar dan kami pun melakukan tantangan itu. Sayangnya, malam itu aku dan pacarku meminum terlalu banyak minuman alkohol dan membuat pikiran kami tidak terarah. Dan malam itulah terjadinya bencana tersebut. Bencana hebat yang mengubah hidup kami berdua. 

Beberapa minggu kemudian, pacarku menelepon ke rumah dan memberi tahu orang tuaku lebih dahulu sebelum akhirnya memberi tahuku. Bodoh, memang bodoh. 

"APA?" Aku terkejut begitu menerima sambungan telepon tersebut. 

"Aku hamil," dia mengatakannya begitu jelas. 

Aku tidak tahu harus berbuat dan menjawab apa ketika aku menerima kabar tersebut dan hanya membeku mendengarkannya berbicara dari sambungan telepon yang lainnya. 

"Aku juga telah memberi tahu orang tuamu." Semakin linglunglah tubuhku ini. 

Kenapa dia bisa-bisanya memberi tahu keluarga begitu saja tanpa memberitahukan kepada diriku dulu. Bodoh. 

Kemudian aku mencoba memberanikan pulang ke rumah dan mencoba untuk menetralkan semua hal ini. Namun sayangnya, semua ini sudah terlanjur. Semuanya telah hancur dan membuat diriku juga hancur. Kedua orang tuaku tidak mau menerima semua penjelasanku dan mengusirku dari rumah bahkan ayahku telah mengganggapku bukan lagi anaknya atau anggota keluarganya. 

Hancur semua, hancur. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
C L U E L E S S
706      507     5     
Short Story
Clueless about your talent? Well you are not alone!
Konstelasi
780      394     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
BIYA
2892      936     3     
Romance
Gian adalah anak pindahan dari kota. Sesungguhnya ia tak siap meninggalkan kehidupan perkotaannya. Ia tak siap menetap di desa dan menjadi cowok desa. Ia juga tak siap bertemu bidadari yang mampu membuatnya tergagap kehilangan kata, yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Namun kalimat tak ada manusia yang sempurna adalah benar adanya. Bidadari Gian ternyata begitu dingin dan tertutup. Tak mengij...
JUST A DREAM
904      430     3     
Fantasy
Luna hanyalah seorang gadis periang biasa, ia sangat menyukai berbagai kisah romantis yang seringkali tersaji dalam berbagai dongeng seperti Cinderella, Putri Salju, Mermaid, Putri Tidur, Beauty and the Beast, dan berbagai cerita romantis lainnya. Namun alur dongeng tentunya tidaklah sama kenyataan, hal itu ia sadari tatkala mendapat kesempatan untuk berkunjung ke dunia dongeng seperti impiannya....
Maybe
364      255     1     
Short Story
Maybe I'll try. Maybe.
Menepi
971      629     10     
Short Story
Your Secret Admirer
2297      796     2     
Romance
Pertemuan tak sengaja itu membuat hari-hari Sheilin berubah. Berubah menjadi sesosok pengagum rahasia yang hanya bisa mengagumi seseorang tanpa mampu mengungkapkannya. Adyestha, the most wanted Angkasa Raya itulah yang Sheilin kagumi. Sosok dingin yang tidak pernah membuka hatinya untuk gadis manapun, kecuali satu gadis yang dikaguminya sejak empat tahun lalu. Dan, ada juga Fredrick, laki-l...
Luka Adia
688      417     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Puggy Humphry and the Mind Box
80312      9556     295     
Action
Prancis. Suatu negeri dari nafsu pada keunggulan pribadi. Penelusuran benang merah kasus pembunuhan seorang arkeolog muda, menyeret detektif wanita eksentrik, menjadi buronan internasional. Alih-alih melarikan diri setelah membunuh seorang agen DCPJ, Puggy Humphry dan Flora Elshlyn terbang ke London untuk melanjutkan investigasi. Pertemuan tak sengaja Flora dengan McHarnough, dewa judi Ingg...
Ingatan
7594      1853     2     
Romance
Kisah ini dimulai dari seorang gadis perempuan yang menemui takdirnya. Ia kecelakaan sebelum sempat bertemu seseorang. Hidupnya terombang-ambing diantara dua waktu. Jiwanya mencari sedang raganya terbujur kaku. Hingga suatu hari elektrokardiogram itu berbunyi sangat nyaring bentuknya sudah menjadi garis yang lurus. Beralih dari cerita tersebut, di masa depan seorang laki-laki berseragam SMA menj...