"Kamu jadi pergi?" Tanya perempuan paruh baya yang masuk begitu saja ke dalam kamarku.
"Iya," jawabku datar dan masih sibuk memasukan semua barang yang aku perlukan di koperku.
"Kamu juga akan membawa mereka?" Tanyanya sambil melirik ke arah dua orang anak perempuan yang sudah tertidur lelap.
"Iya, aku akan membawa mereka. Lagipula aku tidak ingin merepotkan ibu di sini dengan harus mengurus mereka." Jelasku kali ini menutup koperku yang telah terisi penuh.
Ibuku hanya duduk di samping kedua cucunya dan mengelus salah satu rambut mereka, seperti rasanya ini hari terakhir mereka bersama. Memang benar, mungkin untuk beberapa tahun ke depan mereka tidak akan bertemu.
"Sudah memberi tahunya?" Tanya ibuku tiba-tiba di tengah keheningan.
"Untuk apa?" Balasku dengan nada sinis.
"Hanya sedekar memberi tahu," jawab ibuku dengan tenang.
"Tidak perlu," masih dengan nada sinis. "Justru aku membawa kita bisa hidup dengan tenang."
"Kalian atau dirimu?" Pertanyaan yang menohok diriku secara tidak langsung.
"Sudahlah bu, kita lupakan saja masalah ini." Kembali menutup koper kedua yang telah selesai terisi penuh juga.
"Nenek akan merindukan kalian," ucap ibuku dengan nada tenang dan mengecup kedua kening cucunya itu.
Aku hanya menatapnya dan merasakan perasaan yang syahdu. Aku ikut duduk di samping ibuku dan mengelus bahunya sambil tersenyum.
Malam itu adalah malam yang cukup menyesakan, dimana aku harus meninggalkan ibuku dan juga tanah airku, Filipina. Namun di sisi lain, aku harus meninggalkan tanah air ini untuk bisa menjalani hidup yang lebih baik dan terjauh dari cowok itu. Cowok yang seharusnya menjadi ayah dari kedua anakku. Bukan dendam, namun aku tidak ingin kehidupanku dan cowok itu ikut memengaruhi perkembangan kedua anakku ini.
---
Surabaya, 10.00 WIB.
Di tengah keramaian di bandara, aku dengan membawa dua koper besar dan juga kedua anakku. Kami mencoba mencari sebuah taksi yang bisa mengantarkan kami ke sebuah apartemen. Kurang lebih 15 menit kemudian, kami pun akhirnya mendapatkannya setelah beberapa kali ditolak karena sudah ada penumpang yang memesannya.
"Pak, ke alamat ini ya." Aku memberikan secarik kertas berisi alamat yang ingin aku tuju.
Untung aku memiliki seorang teman yang tinggal di Surabaya, sehingga dia mampu membantuku untuk menyewakan sebuah apartemen murah dan cukup untuk kami tinggal sementara. Setelah ini aku akan berniat untuk mencari sebuah pekerjaan dan mengumpulkan uang untuk membelikan kami sebuah rumah. Sekitar kurang lebih 1 jam, akhirnya kami sampai di alamat yang kami tuju.
"Terima kasih pak," ucapku dengan kosa kata bahasa Indonesia yang belum begitu banyak dan juga dengan logat yang belum begitu mahir.
"Sama-sama," balasnya ramah sembari mengambil uang yang telah aku berikan kepadanya.
Kemudian aku pun turun bersama kedua anakku yang mana satunya tertidur lelap digendonganku dan satunya sudah bergegas lebih dulu turun. Bapak taksi itu pun ikut turun dan membantuku untuk mengeluarkan kedua koperku.
"Terima kasih," ucapku lagi.
"Sama-sama," balasnya menutup bagasi dan kemudian meluncur pergi untuk mendatangi penumpang berikutnya.
Kemudian aku masuk dan mencari kamar yang sudah dibantu sewakan oleh temanku. Kami mendapatkan kamar 405 lantai 4.
"Ella, sini!" Seruku sambil mencoba membuka kunci kamar yang sudah diberikan padaku.
Untungnya dia menurut dan kembali ke tempatku berada, dia langsung saja berlari masuk begitu aku berhasil membuka pintu kamar kami.
"Hati-hati!" Nasehatku sambil menarik koperku masuk dan menutup pintu kamar kami.
Anak pertamaku itu pun langsung mengambil posisinya di atas sofa yang berada di ruang tengah dan menaikinya sambil berdiri diatasnya. Aku meletakan koper kami di samping sofa tersebut dan langsung menariknya dengan lembut.
"Duduk, duduk. Jatuh nanti," berusaha membuatnya untuk terduduk.
Begitu dia berhasil duduk, "Tunggu ya," aku kembali berdiri dan membawa adiknya yang sedari tadi tidur digendonganku dan juga koper kami ke dalam kamar.
Kami tinggal di sebuah apartemen yang cukup besar dengan penataan yang elegan. Terdapat dua kamar, satu kamar utama dan satu kamar lebih kecil dengan satu kamar mandi, sebuah dapur mini dan juga ruang tengah. Terlihat begitu nyaman dan besar jika hanya kami bertiga yang tinggal di apartemen ini. Ada juga balkon kecil dengan hiasan tanaman yang membuatnya terasa lebih sejuk, begitu juga di dapur ada beberapa tanaman mainan di dalam pot kecil yang membuatnya terlihat segar.
Aku menaruh Anna, nama anak keduaku ini di atas ranjang dan membatasinya dengan guling di kedua sisinya supaya tidak jatuh. Kemudian aku menidurkan kopernya di lantai dan membukanya.
"Ella!" Panggilku dengan sedikit keras.
Kemudian gadis berumur 2,5 tahun itu berlari ke arah suaraku berasal. Dia masuk ke dalam kamar dan melihatku sedang membongkar koper, tanpa menungguku mengatakan sesuatu dia mendekatiku dan ikut menunduk seperti yang sedang aku lakukan.
"Bantu mama membereskan ini," jelasku.
Dia langsung mengeluarkan pakaian kami keluar dan kemudian aku membantunya untuk menatanya ke dalam lemari yang cukup besar dan letaknya tidak jauh dari tempat kami berada. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya kami selesai membereskan semua barang-barang kami. Kemudian kami semua pun berbaring di kasur dan beristirahat.
Aku merasa sedikit lega begitu aku berhasil keluar dari kehidupan kelamku. Dimana aku dulu begitu tidak memerdulikan diriku sendiri, aku bekerja di sebuah tempat yang sangat bau dengan alkohol dan juga lelaki yang hanya ingin memuaskan napsunya. Aku begitu nakal dan jarang pulang ke rumah, tidak jarang ibuku menangis dan juga memarahiku karena hal itu. Namun apa daya dunia malam itu begitu menyenangkan. Namun, semua pandangan itu berubah begitu aku melahirkan anak pertamaku, Michaella Rhea. Awalnya aku tidak menerima kehadirannya karena aku saat itu belum siap. Tapi ayah mereka berhasil meyakinkanku dan menemaniku selama proses yang terjadi sehingga aku bisa sekuat sekarang. Dua tahun setelah kelahiran pertamaku, akhirnya aku melahirkan kembali anak kedua kami, Hannah Rachelle. Namun pada proses kedua ini tidak berjalan semulus yang pertama dan bahkan ayah mereka tega untuk meninggalkan kami begitu saja.
Semua kejadian itulah yang membuatku ingin sekali pergi dari rumah dan membawa kedua anakku jauh tempat itu, membesarkan mereka dan memberi mereka kebahagiaan sebagai seorang ibu dan orang tua tunggal yang baik.
bip.
Ponselku berdering, satu pesan masuk.
"Apa kamu sudah sampai?"
"Sudah, terima kasih telah membantu. Tempatnya begitu nyaman dan indah," balasku.
"Sama-sama. Nanti sore sepulang kerja, aku akan mampir."
"Oke :)"
Kemudian aku mematikan ponselku dan meletakannya di meja lampu kecil di samping tempat tidur kami. Aku memutuskan untuk istirahat sebentar sebelum aku membersihkan apartemen dan juga menyiapkan sesuatu untuk temanku nanti sore.