Loading...
Logo TinLit
Read Story - Halo Benalu
MENU
About Us  

Malam dengan banyak sekali bintang bertaburan di angkasa. Genta tidak hentinya memandang langit yang begitu cerah mengantarkan kisah akhir sedihnya dari dalam mobil milik Cakra. Erlie juga tidak habisnya memandang Genta dari pantulan cermin mobil. Melihat bagaimana wajah putranya yang banyak kehilangan senyumnya beberapa hari ini setelah ia berangsur sembuh dari sakitnya.

 Mengerti kekhawatiran Erlie, yang juga menjadi kekhawatiranya, Cakra meraih punggung tangan Erlie di atas pangkuan wanita itu. Mengelusnya lembut yang membuat perlahan perasaan Erlie menghangat. Ia menatap Cakra dalam, yang juga berbalik menatapnya dengan senyum menenangkan.

 Kini Genta yang tidak dapat melepas sakitnya. Kini Genta yang tiba-tiba mendadak mati rasa untuk jatuh cinta lagi. Ia sungguh enggan berbicara sepanjang perjalanan, sampai mobil masuk dalam gerbang rumah Ferdinan. Rumah yang sudah lama tidak Genta kunjungi selama ia sakit. Hanya Ferdinan saja yang sesekali datang menjenguk ke rumah setelah Ethan petang itu.

 Genta turun dari mobilnya dengan hati yang melamban pasrah. Ia tidak siap bertemu dengan Rhesya. Ia tidak siap untuk melakukan ini, namun ini demi kebaikanya yang sudah cukup lelah memperjuangkan banyak hal. Erlie meraih kepala Genta, lantas diusapnya lembut, mencoba menenangkan. Sedangkan Cakra memencet bel rumah Ferdinan tiga kali.

 Ketika pintu terbuka, Ferdinan sedikit terkejut dengan kedatangan ketiga tamunya malam ini. Erlie dan Cakra sengaja tidak memberi tahu Ferdinan jika akan datang. Pantas saja jika ini akan banyak membuat pria itu terkejut.

 “Kenapa nggak bilang kalau mau datang? Dasar kalian.” Ferdinan menepuk pundak Cakra yang disambut tawa ringan dari lelaki itu.

 Ketiganya duduk seolah tamu pada umumnya di ruangan minimalis namun cantik milik Ferdinan. Banyak tanaman di sudutnya seperti kebiasaan pria itu terhadap tanaman hias. Genta menundukan kepala, tidak mampu menatap Ferdinan. Ia merasa malu karena tidak dapat melakukan apa yang Ferdinan minta. Ternyata Genta menyerah di titik ini.

 “Kalian ini kenapa? Ta, diem aja, kenapa?” Ferdinan mulai merasa ada yang janggal sebelum hendak berlalu ke dalam memanggil Rhesya untuk membuatkan minum.

 “Begini, Fer…” Cakra mencoba untuk berkata jujur, meskipun sangat berat, “kedatangan kami ke sini, buat bilang kalau, sebaiknya apa kita batalin saja perjodohan Rhesya sama Genta.”

 “Ngomong apa kamu?” Ferdinan masih mengira ini hanya lelucon belaka, meskipun ia tidak melihat raut wajah bercanda dari mereka bertiga. Ferdinan beralih menatap Erlie, meminta lebih banyak penjelasan.

 “Iya, Fer. Keputusan kami berdua, aku dan Cakra, sepertinya membebani anak-anak, Fer. Kami tahu, kami salah. Ini salah aku, Fer yang terlalu memaksakan anak-anak buat saling kenal dan mencari kecocokan. Kita nggak bisa lakuin ini. Kasihan mereka.”

 “Ada apa ini?” Ferdinan masih saja tidak mengerti, atau justru ia menolak memahami. Ferdinan beralih menatap Genta yang duduk persis di sebelahnya.

 “Ta? Ada yang salah? Bisa bilang sama, Om. Bukanya kalian udah baikan?”

 “Om, maafin Genta. Genta nggak bisa bebanin Rhesya sama hidup Genta yang berantakan…”

 “Jangan bicara itu lagi, Ta!” Ferdinan memotong bicara Genta cepat, sambil meraih pundaknya.

 “Genta mau Rhesya bahagia sama pilihan dia, Om. Dan itu bukan, Genta.”

 “Ta…” Ferdinan hampir hilang akal untuk membuat pria itu berhenti menunduk.

 “Nggak! Jangan dibatalin!” lantang Rhesya yang mendadak datang dengan napas tersenggal, karena berlari turun dari lantai dua menuju ruang tamu. Semua mata dalam ruangan itu kini menatap Rhesya bersamaan, terutama Genta.

 Rhesya bergegas datang pada Erlie dan jatuh di pangkuan wanita itu. Tidak, Rhesya tahu ini akan sangat memalukan. Tetapi ia tidak dapat kehilangan pria itu lagi. Rhesya tahu semua kesalahan hanya ada pada dirinya dan bukan Genta.

 “Bun, Rhesya mohon jangan dibatalin. Rhesya tahu, Rhesya salah sama Kak Genta. Rhesya minta maaf, Bunda. Tapi tolong, Bunda, jangan dibatalin…”

 “Sya, udah.” Genta mencoba memotong bicara Rhesya yang seolah kembali menarik ulur hatinya yang sudah berantakan sejak awal.

 “Bun, tolong. Kasih Rhesya kesempatan lagi…” air mata Rhesya jatuh ke pipi, yang membuat Erlie mengusap lembut wajah Rhesya, masih dengan penuh kasih sayang, “Bun, Rhesya cinta Kak Genta, Bun. Rhesya…”

 “Sya, lo ngomong apa? Jangan gini, udah,” potong Genta.

 “Bun, dengerin Rhesya, tolong. Rhesya sungguh-sungguh…” Rhesya menggenggam tangan Erlie di pangkuan, “Rhesya jatuh cinta sama Kak Genta, Bun. Rhesya mau hidup sama Kak Genta buat waktu yang lama. Kak Genta baik banget sama Rhesya. Rhesya nggak akan bikin Kak Genta sakit lagi kayak kemarin. Janji, Bun. Rhesya nggak mau jauh lagi dari Kak Genta, maafin Rhesya. Rhesya egois…”

 “Nak, jangan begini…” Erlie mendekap Rhesya yang jatuh menangis dalam pelukanya, “udah ya, nggak papa. Bunda terlalu maksain kalian, Sya. Nggak papa, jangan biarin kamu lukain diri sendiri karena Bunda. Bunda bakalan selalu sayang sama Rhesya, ya. Rhesya jangan khawatir.”

 “Nggak, Bun. Rhesya udah jatuh cinta sama Kak Genta, Rhesya mau hidup sama Kak Genta, Bun. Rhesya mau memulai lagi, Rhesya nggak akan kecewain Kak Genta. Rhesya janji. Maafin Rhesya, Bunda.”

 “Sya… bisa ulang sekali lagi?” Genta menanyakanya dengan lirih. Memastikan jika ini bukan sebuah halusinasi atau mungkin ini terjadi karena Rhesya yang kasihan melihat dirinya.

 Erlie melepas pelukan Rhesya. Merapihkan rambut Rhesya yang menempel di wajahnya karena basah air mata. Kini tatapanya dan Genta bertemu. Mata Genta yang sempat membuat Rhesya tidak dapat tidur beberapa malam dan kadang jatuh pada mimpi buruk. Ketakutanya ketika kosong tanpa melihat Genta yang berdiri di teras rumah menjemputnya di pagi hari dengan senyum aneh itu. Rhesya takut.

 “Kak Genta, gue pernah bilang kalau gue takut akan sesuatu. Takut kalau tiba-tiba ada dua orang sekaligus di hati gue. Takut kalau tiba-tiba gue cinta sama lo. Tapi, gue nggak bisa nyangkal lagi, Kak. Maafin gue, tapi gue jatuh cinta sama lo.” Rhesya tidak bisa membendung lagi perasaan ini lebih lama. Ia tidak melihat lagi bahagia di wajah Genta. Ia tidak dapat lagi melihat senyum di bibir Genta seperti beberapa waktu lalu ketika sedang bersamanya. Atau sekedar kepercayaan Genta saja pada apa yang ia katakan.

 “Mungkin gue baru pertama kali ini denger kata cinta dari lo, Rhesya. Tapi denger kata, mau memulai lagi, gue pernah denger itu sebelumnya.”

 Rhesya tahu Genta sudah tidak semudah itu lagi memercayainya. Ia tahu telah membuat Genta berdiri sampai di posisi seputus asa ini. Kini keadaan berbalik dan Rhesya tahu jika karma memang selalu datang pada akhirnya. Wanita itu tersenyum kepada Genta dengan wajah yang masih basah karena air mata.

 “Nggak masalah. Karena lo udah banyak kasih gue cinta, sekarang gantian gue yang kasih lo banyak cinta, Kak Genta. Nggak masalah…”

 Genta ingin memastikan jika ia masih duduk di tempat ketika mendengar Rhesya mengatakanya dengan senyum lembut itu. Ia tidak ingin sakit hati lagi, tidak ingin mengejar cintanya sendiri lagi. Ia tidak mau diperbudak cinta seperti Hito yang sampai memutuskan pertemanan. Genta masih ingin menggunakan sedikit sisa kewarasanya.

 “Ta? Bagaimana?” tanya Cakra, “semua keputusan ada di kamu. Ini sudah di luar kendali kami sebagai orang tua. Sisanya, kami serahin ke kamu.”

 Mendadak kini semuanya menjadi cerita mereka berdua, tanpa ada perjodohan, tanpa ada ikatan dan latar belakang keluarga Genta yang menjadi duduk permasalahan di sini. Genta tidak yakin. Tetapi ia pun masih mencintai Rhesya, itu sudah pasti. Tetapi takut cintanya akan dibalas seperti hari-hari lalu, cukup membuat Genta bingung dan hanya berdiam.

 “Kak Genta pasti butuh waktu, Yah. Rhesya bisa nunggu. Berapapun lamanya, asalkan jangan dibatalin perjodohanya. Biar Rhesya yang lakuin lagi, sekarang.”

***

“Lo yakin, Sya?” tanya Ethan di kantin sekolah tepat di hari menjelang ujian akhir kenaikan kelas.

 “Yakin.”

 “Cewek mana yang mau ngejar cowok? Macam Genta lagi. Dunia-nya lagi kenapa sih? Udah dua minggu lho Sya, lo banyak buat Genta mau nerima hubungan kalian lagi.” Ethan meminum es tehnya menggunakan sedotan, bersamaan dengan Lana dan Saka yang datang dari arah lapangan basket indoor.

 Rhesya menengok-nengok di balik tubuh Lana dan Saka. Mencari-cari Genta di antaranya. Namun tidak ada juga. Rhesya kembali menekuri gorengan di atas meja dengan satu cup es teh.

 “Ini siapa sih?”

 Rhesya menoleh ke belakang. Ah, Genta yang datang bersama Alvian dan Izal membawa cup smoothies alpukat yang membuat Rhesya tersenyum lucu. Alpukat itu selalu mengingatkan Rhesya di malam pertama mereka bertemu dengan adegan memalukan di dapur rumah Genta.

 “Halo, Kak Genta,” sapa Rhesya sebelum menggeser posisi duduknya, mempersilahkan Genta duduk di sebelahnya.

 “Ini tongkrongan udah nambah member cewek?” tanya Genta.

 “Gue baru lulus seleksinya sama Kak Saka.”

 “Memenuhi kualifikasi kok, Ta. Aman.” Saka mengambil camilan di tangan Ethan.

 “Hemh…” Ethan tiba-tiba memukul lengan Saka, “cuci tangan, Ka. Kampret!”

 “Udah, bangke.” Saka balas sewot pada Ethan.

 Genta tertawa ringan sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Tawa yang membuat Rhesya ikut tersenyum memandang wajah Genta yang sibuk mengotak-atik benda hitam itu.

 “Kak Genta…”

 “Hem?” Genta menoleh pada Rhesya meletakan ponselnya di atas meja.

 “Weekend ini, lo ada waktu kosong nggak?”

 “Belajar ujian?” jawab Genta setengah bertanya sambil meminum smoothies-nya.

 “Em… serius banget deh.” Rhesya memanyunkan bibir.

 “Kenapa?”

 “Hari Sabtu-nya deh.” Rhesya menatap Genta dengan tangan tertopang di dagunya.

 “Free. Mau ke mana?” tanya Genta.

 Keduanya kini fokus pada pembicaraan masing-masing. Meskipun satu meja itu ramai terisi orang, namun dunia Genta dan Rhesya selalu memiliki tempatnya tersendiri.

 “Gue mau ajak lo main.”

 “Ke?”

 “Pilih…” Rhesya menatap langit-langit kantin, seolah menerawang beberapa tempat, “mau lihat laut, ikan, apa lihat akuarium?”

 “Itu bedanya apa, Sya?”

 “Beda tempat nanti.”

 “Lihat air,” jawab Genta asal sambil meminum smoothies-nya.

 Rhesya terkekeh kecil, “ya udah laut ya.”

 Genta hanya menganggukkan kepala, yang membuat Rhesya tidak habisnya bersorak dalam hati. Ia semakin yakin akan pilihanya. Genta bukan lelaki yang terlalu jual mahal dan membesarkan egonya jika sedang marah. Rhesya yakin jika kali ini ia telah membuat keputusan besar untuk dirinya, juga hidupnya nanti.

 “Pengganti Kak Hito datang…” sorak seseorang ikut bergabung dan duduk di kursi dekat Alvian yang tersedak minumanya sendiri karena sangking terkejutnya.

 Rhesya pun tidak kalah kaget ketika mendapati Acha yang datang dengan membawa es krim di tangan. Wanita itu memang selalu mengejutkan banyak orang, terutama Alvian yang tidak pernah luput menjadi korban.

 “Ini siapa lagi?” tanya Izal.

 “Member baru gantinya Kak Hito,” senyum Acha.

 “Halah!” Ethan melempar kacang telur kecil yang tepat mengenai kepala Acha, “nggak diajak!”

 Rhesya dan Genta tertawa lirih melihat raut wajah masam Acha ketika menatap Ethan. Wanita itu hanya berdecak menanggapi Ethan yang memang tidak tahu sopan santun padanya.

 “Dilihat-lihat lo cocok tahu Cha sama Alvian.” Saka mengimbuhi amarah di hati Acha.

 “Cuih! Gue cocoknya sama Kak Lana.”

 “Ngimpi lo!” sontak Ethan sambil mengetuk meja yang membuat semua orang tertawa, termasuk Rhesya.

 “Ih apa sih Kak Ethan sirik banget deh. Iya kan, Kak Lana?” Acha mencoba tersenyum semanis mungkin pada lelaki yang sedari tadi sibuk dengan ponsel di atas meja, enggan memerhatikan pembicaraan mereka.

 “Lana anti cinta-cintaan! Sama Alvian aja tuh.” Saka membantu jawaban Lana.

 “Nggak mau! Bantuin dong, Sya! Diem aja, deh…” Acha melempar pandangan pada Rhesya yang sedari tadi tidak hentinya menertawakan keadaan lucu di sini setelah kehadiran Acha.

 “Kak Alvian setuju itu,” ujar Rhesya.

 “Ih, maksudnya sama Kak Lana-nya. Ngapain juga sama kutu kupret nggak modal ini!”

 “Eh sembarangan banget ya kalau ngomong! Lo mau pergi ke mana, ayo gue traktir…” Alvian mulai tidak terima dengan pernyataan Acha.

 “Ciee… langsung diajak nge-date tuh…” Ethan semakin mengompori dengan tawa meledeknya.

 “Aaaaaaa!! Kak Ethan!!” teriak Acha tidak tahan dengan cara bicara Ethan yang selalu berhasil mengundang tawa dari anak-anak lainya.

 Tidak sengaja bola mata Rhesya menangkap senang tawa di bibir Genta di sampingnya. Tanpa terasa, Rhesya mulai rindu tawa pria itu ketika sedang bersamanya. Melihat bagaimana Genta ikut bergabung tanpa ada dendam bersama Ethan yang meledek Acha. Rhesya jadi lebih memerhatikan Genta ketimbang suara Ethan yang tidak ada habisnya membuat Acha mengusap dada berkali-kali.

 Bukankah suasananya sudah kembali? Meskipun tanpa ada Hito di antara mereka. Tetapi melihat Ethan kembali pada aktivitas meledek orang lain dengan celetukan anehnya, melihat Lana yang masih tetap irit bicara dan fokus pada game online di ponselnya, Saka yang tidak habisnya mengompori setiap ledekan Ethan dengan mengunyah makanan di mulut, Izal yang memecah tawa mereka semakin kencang, dan Alvian yang menjadi bahan bulan-bulanan tawa di meja kantin ini. Rhesya tersenyum tenang. Semua telah kembali? Sepertinya.

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
FINDING THE SUN
430      174     14     
Action
Orang-orang memanggilku Affa. Aku cewek normal biasa. Seperti kebanyakan orang aku juga punya mimpi. Mimpiku pun juga biasa. Ingin menjadi seorang mahasiswi di universitas nomor satu di negeri ini. Biasa kan? Tapi kok banyak banget rintangannya. Tidak cukupkah dengan berhenti dua tahun hanya demi lolos seleksi ketat hingga menghabiskan banyak uang dan waktu? Justru saat akhirnya aku diterima di k...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
590      279     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
62      54     1     
True Story
Smitten Ghost
172      140     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
Suara yang Tak Pernah Didengar
292      171     9     
Inspirational
Semua berawal dari satu malam yang sunyi—sampai jeritan itu memecahnya. Aku berlari turun, dan menemukan hidupku tak akan pernah sama lagi. Ibu tergeletak bersimbah darah. Ayah mematung, menggenggam palu. Orang-orang menyebutnya tragedi. Tapi bagiku, itu hanya puncak dari luka-luka yang tak pernah kami bicarakan. Tentang kehilangan yang perlahan membunuh jiwa. Tentang rumah yang semakin sunyi. ...
Kacamata Monita
696      310     0     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Bittersweet Memories
35      35     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
Arsya (The lost Memory)
627      480     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
Bisikan yang Hilang
57      52     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
No Longer the Same
289      222     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...