Loading...
Logo TinLit
Read Story - Halo Benalu
MENU
About Us  

"Kak Genta, ini lucu banget, Kak.” Rhesya mengambil sebuah kerang putih yang jatuh tepat mengenai kakinya, setelah deburan ombak membawa benda cantik itu ke sisi pantai.

 “Kerang putih,” ujar Genta mengamati benda di tangan Rhesya dari balik kacamata hitamnya.

 Pantai hari ini begitu biru. Lautnya membuat siapapun seolah ikut tenggelam. Buih putihnya berarak membawa sepoi angin yang menerbangkan rambut Genta dan Rhesya di sisi bebatuan bibir pantai. Kaki keduanya bertelanjang menyentuh dingin air laut sampai semata kaki.

 “Boleh gue bawa pulang, Kak?” tanya Rhesya menempelkan kulit kerang itu ke telinga.

 “Ada suara apa?” Genta ikut mendekatkan telinganya pada kerang di tangan Rhesya yang membuat jarak mereka kian dekat.

  Kini Rhesya yang mati-matian menahan degup jantung. Padahal ia sudah terbiasa berada di dekat Genta. Tetapi mengapa, sejak kali pertama mereka bertemu, semua tingkah ringan Genta selalu membuat Rhesya salah tingkah dan merona. Dari sudut mata, Rhesya dapat memerhatikan wajah Genta dengan bibirnya yang seperti sedang menerka-nerka sesuatu.

 “Suara laut.” Genta memundurkan wajahnya dari Rhesya, kembali menatap hamparan biru di bawah langit cerah tanpa awan di pukul 10.

 Tiba-tiba lengan Rhesya serasa melemah, lantas menjatuhkan kulit kerang di tanganya ke udara. Bukan apa. Ia terlalu lelah memanipulasi jantungnya sendiri, untuk tetap tenang ketika berada di dekat Genta. Bahkan ketika pria itu tidak banyak melakukan sesuatu padanya, seperti dulu.

 “Kak Genta…” lirih Rhesya.

 “Hem?” Pria dengan kaos hitam pendek bermotif abstrak dan celana cream pendek selutut itu membalikkan badan, menatap Rhesya yang begitu gugup untuk berbicara.

 “Kak Genta, masih cinta sama gue?”

 “Kenapa nanya itu?”

 “Gue mau tahu aja, Kak.”

 “Menurut lo, gimana?”

 “Gue nggak bisa nebak pikiran lo, Kak. Kenapa, ya? Lo udah susah banget buat ditebak, Kak.”

 Genta tersenyum tipis, kemudian melepas kacamata hitamnya. Jangan tanyakan bagaimana Rhesya tidak lepas memandang wajah Genta yang begitu tampan ketika matahari dan deburan pantai itu menyatu menjadi alunan irama musim panas. Rhesya tersenyum manis, menunggu jawaban Genta.

 “Rhesya, lo tahu planet apa yang paling cantik dalam tata surya kita?” tanya Genta sambil duduk pada bongkahan batu besar berwarna hitam pekat.

 “Saturnus?”

 “Itu lo.”

 “Hah?” Rhesya sungguh tidak paham, atau justru kini pipinya yang merespon rona.

 Genta tersenyum manis setelah sekian lamanya pada Rhesya. Bahkan tidak lagi sungkan memperlihatkan gigi rapihnya yang membuat Rhesya semakin cengo di tempatnya berdiri. Ia kembali memerhatikan Genta yang menunduk menekuri pasir putih yang menggenang air di kakinya. Rambut pria itu bergerak-gerak tertiup angin. Ombak laut yang tiba-tiba menyambut tangan lembut Rhesya untuk meraih rambut Genta, membuat empunya mendongak menatap mata Rhesya yang berbinar.

 “Makasih banyak, Kak Genta. Aku makin yakin, kalau Kak Genta orang yang tepat buat aku. Kak Genta kenapa bisa sesabar itu ngadepin semuanya?” tanya Rhesya masih mengusap lembut rambut Genta.

 “Aku?” Genta menyunggingkan bibir dengan alis yang tertarik ke atas, bingung dengan Rhesya yang tidak lagi menggunakan kata ‘lo’ ‘gue’ ketika berbicara denganya. Bahkan panggilan itu terdengar begitu lembut di telinga Genta.

 “Iya, aku.” Rhesya tersenyum manis pada Genta yang balas meraih pergelangan tangan Rhesya.

 “Bisa bilang sekali lagi?”

 “Aku sayang sama Kak Genta. Rhesya, sayang sama Kak Genta. Takutnya lagi, udah jatuh cinta.”

 “Saturnus jatuh cinta?”

 “Dapet panggilan baru?” Rhesya menggenggam tangan Genta erat.

 “Heem. Semalem aku habis mimpi terbang ke Saturnus. Ternyata paginya nyampe juga di saturnus.” Genta mencolek pelan hidung Rhesya.

 “Jadi, Kak Genta masih cinta aku?”

 “Kalau aku bilang enggak, apa kamu bakalan pergi lagi?”

 “Aku kejar,” cengir Rhesya.

 “Yakin? Baru kali ini ada manusia yang ngejar benalu? Kebanyakan dari mereka, bakalan basmi tumbuhan parasit kayak gitu.”

 “Kan katanya aku bukan manusia. Aku saturnus.”

 Genta tertawa pada akhirnya. Tawa yang begitu ingin Rhesya dengar selama satu bulan lebih ini. Tawa yang membuat Rhesya langsung memeluk tubuh Genta. Rhesya sangat rindu bagaimana Genta tertawa kepadanya. Beberapa bagian seperti menghilang ketika Rhesya tidak mendengarnya sama sekali. Nirwana berubah sunyi. Seolah semuanya telah lenyap beserta isinya. Rhesya membenamkan kepala di dada Genta yang berbunyi detak jantung teratur dan tenang.

 Meskipun Genta terkejut dengan sikap Rhesya yang tiba-tiba memeluk tubuhnya, namun ia lebih bisa menyikapi beberapa kondisi di sini. Tidak dapat dipungkiri jika ia pun merindukan gadis di hadapanya sekarang. Merindukan bagaimana mereka banyak menghabiskan waktu bersama di atas motor, Genta tidak dapat membohongi dirinya sendiri jika ia memang sedang gelisah karena merindukan Rhesya.

 Perlahan, tangan dingin Genta mendekap tubuh Rhesya semakin dalam. Ia mengecup puncuk kepala Rhesya kemudian menatap deburan putih yang menggulung biru. Angin bergerak mengisyaratkan jika cintanya mungkin tidak lagi bertepuk sebelah tangan. Mungkin kini sudah saatnya Genta menenggelamkan Rhesya dalam dunianya. Dunia yang penuh akan akar benalu. Siapa peduli? Genta melihat saturnus dalam mimpinya semalam, yang kini datang dan menjelma menjadi sosok cantik serupa Rhesya.

 “Rhesya, ini kenceng banget meluknya, Sya. Aku nggak bisa nafas.” lirih Genta.

 “Nyaman banget kalau sama Kak Genta. Nggak mau dilepas. Kanget banget aku. Kak Genta kayak jadi orang lain sebulan belakangan ini. Aku jadi banyak kangen,” manja Rhesya yang membuat Genta membulatkan mata. Hatinya berdenyut aneh, sampai mencetak senyum manis di bibirnya.

 “Oh, ini Rhesya kalau lagi manja?” goda Genta.

 “Aku baru pertama kali semanja ini sama orang. Bahkan sama papa aja, aku nggak bisa semanja ini.” Rhesya masih sibuk mendengar detak jantung Genta yang begitu indah, bagai lantunan petikan nada gitar pertama, ketika dipadu dengan gemuruh ombak di laut yang membuat Rhesya merasa ini adalah surga yang sempurna.

 “Sama aku aja manjanya. Lagian nanti juga kamu mau nikah sama aku.”

 Wajah Rhesya merona. Ia mendongakan kepala, menatap wajah Genta yang begitu dekat dengan wajahnya. Degup jantung Rhesya tidak habisnya berseru hanya untuk pria di hadapanya. Genta juga masih fokus menatap bola mata Rhesya yang menatapnya begitu hangat.

 “Aku selalu jatuh cinta sama kamu, Sya. Maaf, akhir-akhir ini aku sibuk mikirin salah aku apa. Mikirin banyak hal tentang kita. Aku mikir, apa aku terlalu maksain kamu. Maafin aku, Sya.”

 “Kak Genta jangan minta maaf. Aku yang harusnya minta maaf. Aku egois. Aku mentingin perasaan sendiri, tanpa aku tahu, aku lukain banyak orang di sekitar aku, terutama hati aku.”

 “I love you, Rhesya.” Genta mengecup ringan kening Rhesya. Spontan mata Rhesya terpejam. Lembut bibir Genta menyambut keningnya, menyambut hatinya yang begitu ingin jatuh dalam pelukan Genta untuk kesekian kali. Selama apapun, bahkan keberapa kali pun.

 “I love you too, Kak Genta.” Rhesya balas mencium pipi Genta lembut.

 Cinta yang semula sepihak, kini keduanya pun dapat merasakanya. Bagaimana keduanya datang dari tempat yang begitu jauh, lantas saling menjatuhkan hati. Mereka berbicara pada birunya laut dan kulit kerang putih di genggaman tangan Rhesya. Tidak ada cinta yang jatuh secara mustahil, pun ketidak-sengajaan mereka akan pertemuan itu. Atau karena perjodohan dan alpukat hijau di dapur rumah Genta. Rhesya tidak dapat membayangkan jika kini dirinyalah yang malah paling banyak jatuh hati pada Genta.

 Naungan langit tanpa awan tempat mereka berpijak, saling berpelukan, bermain kecipak air laut, berlarian di tepian pantai, sampai hari menjelang siang, siang menjelang sore. Keduanya tanpa lelah menatap langit di bawah pohon kelapa. Ombak itu membawa keduanya datang untuk saling mengabadikan banyak momen dengan kamera di tangan. Tawa di wajah Rhesya yang membuat Genta selalu jatuh hati, atau manis senyum Genta dan tampan dirinya di mata Rhesya ketika bertemu dengan matahari jingga dan laut dingin kekuningan.

 “Nggak mau pulang!” Rhesya meronta di genggaman Genta yang membawanya menepi dari bibir pantai.

 “Udah sore, ini pantainya mau tutup.”

 “Mana ada? Ih, Kak Genta!”

 “Udah banyak itu fotonya.”

 “Ih, besok ke pantai lagi ya, Kak.”

 “Iya, Rhesya. Astaga. Itu udah basah semua bajunya. Ganti pakai hoodie aku buru, terus pulang.”

 “Nggak mau pulang.”

 “Iya, ganti dulu aku tungguin.”

 “Yah, kalau aku pakai hoodie Kak Genta, terus Kak Genta-nya? Nanti dingin nggak pakai hoodie di motor gimana?”

 “Nggak…” Genta membuka jok motornya ketika keduanya sampai di parkiran, lantas mengeluarkan hoodie hitamnya dari sana.

 “Ganti pakai ini.”

 “Padahal aku bawa cardigan.”

 Genta tidak menjawab lagi ketika Rhesya meraih hoodie itu, kemudian membawanya pergi menuju ruang ganti. Sedangkan dirinya menunggu Rhesya di atas motor, yang memang tidak jauh dari ruang ganti umum. Pria itu membuka ponsel, membuka pesan grub anak-anak, yang ramai membahas Ethan dan Saka yang akan mengikuti lomba paskibra setelah ujian kenaikan kelas, bertepatan dengan hari libur.

 Ethan kembali pada aktivitasnya. Kembali pada kesibukanya, tanpa ada cinta di hatinya. Genta menganggap kehidupan ini begitu normal ketika mereka menutup kelas tahun kedua, menuju tahun ketiga. Hito pun akan datang berlibur seusai ujian. Mereka telah mengagendakan beberapa kegiatan liburan bersama pria berdarah Jepang itu. Genta menutup ponsel, ketika melihat Rhesya datang mengenakan hoodie-nya sambil membawa totebag berisi baju basah yang semula ia kenakan.

 “Kak Genta beneran nggak dingin? Ntar masuk angin gimana?” tanya Rhesya lagi.

 “Beneran. Pulang, ya.”

 Rhesya mengangguk setuju dengan senyum manis yang membuat Genta ikut menarik bibirnya juga. Matahari hangat sore ini menyambut mereka berdua. Rhesya memutar kepalanya, menatap langit di ujung barat yang begitu cantik. Siluet pelaut yang masih sibuk menekuri perahu mereka di atas ombak pantai yang mulai tinggi ketika angin berhembus semakin kencang. Genta pun ikut melihatnya di atas motor. Mungkin ini penutupnya? Benalu yang mendapatkan saturnus, atau justru saturnus yang kembali memeluk benalunya?

***

 “Than?”

 Ethan membalikan badan, sambil mulutnya masih sibuk mengunyah makanan dalam mulut. Sesekali meneguk kopi dalam botol kaleng. Pria itu bahkan sedikit terkejut ketika mendapati wanita berambut pendek yang kini telah berdiri di sebelahnya dengan senyum yang tidak berubah padanya.

 “Sas?”

 “Halo. Lagi ngapain di sini? Basket sendiri?” tanya Saskia yang juga datang mengenakan celana jersey basket, dengan tubuh berbalut hoodie cream.

 “Sama Saka. Lagi beli rokok dia. Lo ngapain?”

 “Habis basket sama anak-anak. Nggak sengaja lihat lo masih di sini. Boleh gabung?”

 Belum sempat Ethan menjawab, Saka tiba-tiba datang dari warung dengan menenteng sebungkus rokok. Pria itu lebih dulu berseru memanggil Saskia. Wanita cantik dengan senyum begitu manis. Ia melambaikan tanganya pada Saka.

 “Boleh gabung, Ka?”

 “Ayo. Iya kan, Than?” Saka menyikut lengan Ethan yang masih mematung, seolah mengkode sesuatu hanya dari tatap matanya saja.

 Saskia tersenyum menatap Saka, sebelum kemudian ikut bergabung bersama mantan kapten basket sekolah itu dengan bola basket di tangan mereka. Ethan yang semula hanya menoton, malam ini ikut bermain di tengah kedua orang itu. Ketiganya saling tertawa, banyak yang ketiganya rindukan dari pertemanan yang sempat menghilang beberapa bulan lamanya, semenjak Saskia dan Ethan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Tidak ada yang tahu jika Ethan banyak tumbuh tanpa cinta di hatinya. Ia banyak menghabiskan waktu dengan aktivitas fisik, yang membuatnya lelah hanya untuk memikirkan soal perasaan dan cinta.

 “Jadi masuk militer, Than?” tanya Saskia di bangku beton sisi lapangan, ketika mereka memutuskan mengakhiri permainan di pukul 10 malam, dan Saka memilih pulang terlebih dahulu, karena ada saudara yang tiba-tiba datang.

 “Iya.”

 “Saka?”

 “Entah…” Ethan menghisap batang rokoknya pelan, sambil sibuk menekuri langit.

 “Lo masih suka bintang?”

 Ethan mengangguk, yang membuat Saskia tersenyum tenang. Ia memasukkan kedua tanganya ke dalam saku hoodie, sibuk menatap wajah Ethan yang sangat tidak berubah. Saskia tahu, banyak hal yang membuat hubungan mereka berantakan di awal. Mungkin karena dirinya yang banyak menuntut waktu sibuk Ethan, atau justru Ethan yang banyak memfokuskan pada kesibukanya, ketimbang dirinya.

 “Lo, Sas?”

 “Kuliah.”

 “Di mana?” Ethan menatap Saskia kali ini.

 “Belum tahu. Kemungkinan Bali. Soalnya papa selesai tugas di sini.”

 “Jauh dong.”

 “Iya. Maka dari itu, Ethan. Sebelum kita berpisah jauh, mau nggak, satu tahun ke depan, kita habisin sisa waktunya barengan. Gue…”

 “Jangan ngomong apapun, Sas.”

 Saskia terkekeh sendiri. Ia begitu tahu Ethan jika sudah begini. Pria itu sangat anti melodrama. Namun, beginilah kehidupan berjalan di sini. Banyak yang kurang dari kehidupan rumpang keduanya yang kosong.

 “Papa sama mama masih sering nanyain lo, Than.” Saskia mendongak menatap jutaan bintang di atas mereka. Sangat indah, seperti pria di hadapanya.

 “Besok, habis gue lomba, gue sempetin mampir ke rumah lo.”

 Degup jantung Saskia kembali terdengar. Padahal sudah lama sekali, ia merasakan mati rasa untuk apapun. Tetapi hari ini, ia kembali merasakan denyutan aneh di jantungnya. Ia menatap bola mata Ethan yang juga sedang menatapnya.

 “Than… kenapa kita putus?”

 “Lo tahu alasanya, kenapa tanya?”

 “Apa?”

 “Gue mau fokus sama semuanya. Gue nggak bisa kalau disuruh milih lo atau semua kegiatan gue, Sas.”

 “Tapi lo milih ninggalin gue, Than. Kenapa?”

 “Kenapa jadi deeptalk gini?”

 “Kita asing kalau di sekolah. Mana ada waktu gue buat ngobrol gini sama lo lagi? Gue masih sayang tahu, Than. Tapi gue nggak mau egois. Kalau ada cewek yang lebih mentingin karir cowoknya ketimbang perasaanya sendiri, gue maju pertama, Than.”

 “Gue nggak bisa kayak cowok lain yang bisa meratukan wanitanya. Gue takut bikin lo sendiri. Lo ngerasa kesepian. Gue nggak bisa hibur lo apa nemenin sedihnya lo. Kita udah saling paham sejak awal, Sas. Kita putus bukan tanpa sebab. Kita juga baik-baik aja, kan?”

 Saskia mengangguk setuju. Memang waktu yang memisahkan mereka. Atau justru karena ia banyak memikirkan Ethan daripada dirinya sendiri. Saskia tersenyum lembut pada Ethan, yang menghabiskan satu batang rokoknya.

 “Pulang, yuk. Udah malem.”

 Saskia mengiyakan. Keduanya memutuskan meninggalkan bangku beton sisi lapangan basket outdoor kota yang mulai diselimuti kabut dingin. Malam larut dengan bulan purnama cantik dan jutaan bintang di angkasa. Memulangkan keduanya pada kisah lama yang belum juga berakhir karena tertinggal perasaan. Cinta yang menempel layaknya tumbuhan parasit yang semakin lama mematikan syaraf akar perasaan di dalam hati manusia. Seperti benalu yang kata Genta begitu menyebalkan, tetapi kata Hito memiliki keindahan tersendiri dibaliknya.

 “Sas?”

 “Hm?”

 “Sorry…”

 “Buat?”

 “Gue masih sayang…”

 

 

_______________

 “Kak Genta bukan benalu.”

 Rhesya,

Manusia yang pertama kali mengatakanya ketika pertandingan basket sekolah. Genta bukan lagi benalu, ia menjadi tumbuhan yang hidup dengan banyak cinta.

Kepada Saturnus.

_TAMAT _

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Our Perfect Times
812      586     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Fidelia
2060      884     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
FaraDigma
704      410     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Tic Tac Toe
350      284     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Let me be cruel
4159      2332     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Me vs Skripsi
1748      707     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Kini Hidup Kembali
67      60     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Hideaway Space
58      47     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
HABLUR
603      309     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
Finding the Star
988      743     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...