Kalau boleh jujur, aku sering banget merasa capek jadi diri sendiri.
Bukan karena aku nggak suka diri aku—jangan salah paham dulu!
Tapi karena jadi diri sendiri itu kadang berat. Kadang ribet. Kadang bikin bingung sendiri.
Pernah nggak sih kamu tiba-tiba kepikiran,
“Aduh, enak ya kalau aku bisa jadi orang lain aja.”
Yang hidupnya kelihatan mulus, rapi, dan nggak perlu ribet mikirin ini-itu.
Yang punya semua jawaban, punya keberanian lebih, dan…
yang rumahnya nggak cuma ngontrak.
Ya, rumah ngontrak itu masalah serius, ya?
Aku pernah nanya ke diri sendiri,
“Kalau aku bisa jadi orang lain, kamu mau jadi siapa?”
Jawaban pertamaku adalah: Orang yang rumahnya bukan ngontrak. Serius, masalah ngontrak itu beneran bikin galau. Bayangin tiap bulan harus mikirin bayar kontrakan yang kadang datang telat, atau pemilik rumah yang tiba-tiba berubah pikiran dan bilang,
“Nah, bulan depan jangan ada hewan peliharaan, ya!”
Aku pernah pasang perangkap kucing di halaman depan supaya ada yang jaga.
Tapi malah yang datang itu kucing tetangga, bukan penjaga kontrakan.
Sungguh, hidupku kadang penuh kejutan seperti sinetron!
Balik ke soal pengen jadi orang lain. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya siapa sih yang nggak pernah kepingin jadi orang lain?
Aku yakin semua pernah. Apalagi kalau lihat teman yang kayaknya hidupnya keren banget di media sosial.
Lihat Instagram mereka yang posting foto makan sushi, jalan-jalan ke Eropa, atau kerja di startup keren dengan tumpukan hadiah.
Aku?
Foto terakhirku adalah… mie instan tabur keju yang hampir gosong.
Kadang aku mikir,
“Kalau aku jadi orang lain, mungkin aku juga bisa kayak mereka.”
Bisa makan sushi tiap hari, bisa liburan tanpa mikirin uang kontrakan, bisa kerja yang bikin hati senang, bukan cuma otak pusing.
Tapi kemudian aku sadar, aku nggak bisa jadi orang lain. Dan itu sebenarnya bukan hal yang buruk.
Jadi diri sendiri itu memang capek. Kadang aku merasa harus pakai topeng supaya bisa diterima di lingkungan kerja, di keluarga, di pertemanan.
Topeng yang bilang,
“Aku kuat.”
“Aku nggak pernah galau.”
“Aku selalu tahu apa yang harus dilakukan.”
Padahal, dalam hati aku cuma pengen bilang,
“Aku capek, aku bingung, aku pengen istirahat.”
Tapi kan nggak gampang bilang itu, ya?
Orang-orang biasanya nggak terlalu paham kalau kamu bilang kamu nggak oke.
Malah kadang dikasih jawaban seperti:
“Ya sudah, kuatkan hati dong.”
“Atau kamu yang harus cari solusi sendiri.”
Makanya, aku kadang pengen kabur dari semuanya. Jadi orang lain yang nggak perlu mikirin semua ini.
Tapi… apakah benar jadi orang lain itu lebih mudah?
Kalau aku lihat dari dekat, ternyata nggak juga. Orang lain juga punya masalahnya sendiri.
Mungkin lebih besar, mungkin beda, tapi tetap berat. Temanku, yang kelihatannya selalu ceria dan punya hidup mapan, ternyata juga sering merasa nggak cukup.
Dia pernah bilang ke aku, “Kadang aku iri sama kamu yang bisa santai, nggak terlalu mikir soal uang atau masa depan.”
Aku tertawa kecil. Aku yang mikir tiap malam, dia yang berusaha kuat tiap pagi.
Jadi, ternyata semua orang punya beban masing-masing.
Ada satu hal yang aku pelajari: Jadi diri sendiri itu bukan soal sempurna. Tapi tentang menerima diri apa adanya, meskipun belum sempurna.
Aku mungkin belum punya rumah sendiri. Aku mungkin masih ngontrak. Aku mungkin belum punya karier yang sempurna. Tapi aku punya niat. Aku punya usaha. Dan aku punya hati yang mau terus belajar.
Kalau aku jadi orang lain, aku nggak bisa jadi aku. Dan aku yakin, aku nggak mau kehilangan cerita dan perjalanan yang udah aku jalani. Kadang aku merasa jadi diri sendiri itu seperti naik roller coaster. Ada naik, turun, dan putar-putar. Kadang deg-degan, kadang ketawa, kadang pengen teriak.
Tapi di akhir hari, aku selalu ingat satu hal: Aku masih di sini. Aku masih berusaha. Dan itu sudah cukup luar biasa.
Aku pernah ngobrol sama seorang teman lama yang sekarang sudah punya hidup mapan.
Dia bilang, “Dulu aku juga sering pengen jadi orang lain.
Tapi lama-lama aku sadar, yang paling penting bukan siapa kamu di mata orang lain, tapi seberapa besar kamu menghargai diri sendiri.”
Kata-kata itu kayak ketukan pelan di hati.
Bukan soal jadi orang lain yang hidupnya “sempurna”.
Tapi soal jadi diri sendiri yang terus berusaha dan menerima ketidaksempurnaan.
Jadi, aku nggak mau lagi iri sama orang lain. Aku nggak mau lagi merasa kecil karena aku masih ngontrak, belum punya apa-apa. Karena aku tahu, hidupku punya kisah yang unik.
Kisah yang penuh perjuangan, tawa, dan air mata.
Aku juga tahu, suatu saat nanti aku akan punya rumah sendiri, atau setidaknya tempat yang benar-benar aku sebut rumah.
Tapi sampai saat itu tiba, aku akan tetap jadi aku. Dengan semua kelebihan dan kekuranganku. Dengan semua kegagalan dan keberhasilanku.
Kadang aku masih pengen jadi orang lain, tapi sekarang aku tahu, yang paling penting adalah: aku nggak perlu jadi siapa-siapa selain diriku sendiri. Karena menjadi diriku—walau capek, kadang nggak sempurna, dan nggak selalu gampang—itu sudah luar biasa.
Dan… selalu ada cerita lucu dan pelajaran berharga di tiap langkahku.
Jadi buat kamu yang juga lagi merasa capek jadi diri sendiri,
ingatlah ini: Kamu nggak sendirian. Kita semua pernah merasa pengen kabur, pengen ganti peran, pengen hidup yang lain. Tapi kita nggak perlu jadi orang lain untuk bahagia. Yang kita butuhkan cuma keberanian untuk menerima diri apa adanya, dan niat tulus untuk terus melangkah.
Jadi, ayo terus jadi diri sendiri.
Walau nggak mudah, walau kadang bikin pusing.
Tapi percayalah, itu cerita yang paling indah.