Di saat waktu terasa sedang berhenti bergerak, seakan ingin moment ini berlangsung lebih lama, agar sang pria bisa menyuarakan semua kerinduannya yang tertahan di dalam dadanya kepada si pujaan hatinya.
Suara kicauan burung, yang bertengger di dahan pohon sakura di seberang sana dan aroma maskulin pria satu ini membawa ku bernostalgia di dalam pikiran ku.
Tanpa memberi aba-aba pria di depan memelukku hingga kepala ku membenam di dada bidangnya, begitu nyaman, dulu inilah hal yang membuatku merasa nyaman dan aman bila di dekatnya, tapi sekarang berbeda ini malah membuat ku sesak tidak nyaman.
Saat aku mulai sadar, aku langsung memukuli dada bidang pria tersebut, tapi pria itu tetap diam dan malah lebih mengencangkan pelukan tersebut.
Tanpa menunggu lama aku Langsung mencengkram lengannya agar melepas pinggang ku, setelahnya aku dorong dia agar menjauh dariku.
“Ngapain lo disini, belum puas sudah mempermainkan hati gue brengsek!” sugut ku karena aku sangat membenci muka pria ini.
Dia adalah mantan ku yang terindah dan juga dalang yang mengingatkan aku bahwa aku gak pantas untuk di cintai.
“Maaf Ney.” Gumamnya sambil terus menatap wajahku yang sedang marah besar kepadanya.
“nggak cukup kata maaf saja satria, sekarang gue mau lo pergi dari sini dan jangan usik hidup gue lagi, lo paham kan, pergi sana!” Aku mengusirnya, tapi dia menggeleng pelan tandanya dia menolak.
“Enggak…gue gak bakal pergi lagi dari lo, gue mau memperbaiki hubungan kita, seperti dulu ney.” ujarnya sambil berusaha menggenggam tangan kananku, Aku memberontak, tidak mau tangan ku dipegang olehnya.
“Gelas yang pecah, tak akan bisa kembali seperti semula, walau di lem sekali pun, tetap saja terlihat retak dan juga rapuh. Hubungan kita sudah lama berakhir, gak bisa semudah itu untuk diperbaiki satria, gue gak bakal maafin lo selamanya, kalau masih mengusik hidup ku yang damai ini !” suara ku lantang di depan wajah tampannya yang aku paling benci.
“Minggir lo, gue mau pergi ke kampus!” Ucap ku yang terakhir kali sebelum meninggalkannya di belakang sana.
“Ney gue anter ya lo sampai ke depan gerbang kampus” tawarannya, dan dia menarik lengan ku.
“Gak perlu, gak usah peduliin gue dan lo itu udah bukan siapa-siapa, jadi gak usah atur hidup gue lagi!” ku sentak tangannya, dan mulai berlari ke arah jalan besar, ku lihat ada taxi, dan langsung saja aku masuk ke dalamnya.
Di dalam taxi aku melihatnya melalui kaca jendela, ternyata dia masih mengejarku, aku suruh pak supir taxi untuk melanjutkan lebih cepat mobilnya, setelah mobil berjalan aku tidak lagi melihatnya.
tiba-tiba saja air mata ku menetes ke daerah pipi, akhirnya ku luapkan tangisan yang sedari tadi kutahan. aku menangis dalam diam. pak supir yang melihat ku melalui spion tengah hanya bisa menyerahkan kotak tisu dengan tangan kanan memutarnya ke belakang sambil menyetir dengan santai.
Aku sambut kotak tisu pemberian pak supir, dan mulai mengelap air mataku.
Setelah aku berhenti menangis, tanpa sadar ada pesan SMS yang masuk ternyata itu dari teman ku Wina. Ada apa ya. Perasaan ku mulai tidak enak, aku buka pesan itu, mulut ku menganga lebar, hingga aku menutupinya dengan tangan kanan ku.
Aku terkejut setelah selesai membaca SMS tersebut. ternyata isi pesan itu mengatakan bahwa ayahku masuk ICU karena terkena serangan jantung, tanpa pikir panjang aku berbicara kepada pak supir untuk mempercepat laju mobilnya, pak supir pun mengangguk dan menginjak pelan pedal gas di bawahnya, karna aku harus segera ke kampus.
Di perjalanan menuju ke kampusku, aku mengechat Reyhan, bahwa aku akan mengajukan surat izin cuti kuliah selama seminggu pada pak rektor universitas ku, serta aku menjelaskan kepada Reyhan alasan aku ingin minta izin cuti kuliah dan tentang SMS Wina yaitu sobatku itu, semua masalahku aku jelaskan kepadanya.
setelah beberapa menit Reyhan menjawab pesan ku, dia akan menemaniku menemui rektor kampus dan setelahnya aku langsung menghubungi madoka-san melalui via telepon aku ingin mengucapkan selamat tinggal.
Sulit bagiku untuk mampir ke gedung kampusnya karena disaat nanti aku sampai ke kampus pun, aku harus menghadap ke salah satu rektor kampus Utokyo, untuk mengurus surat izin cuti kuliah ku selama seminggu. Jika sudah di setujui baru aku bisa pulang ke Indonesia dan aku harus menghubungi mentor ku yaitu pak hesegawa sensei ku di kelas psikologi klinis, kerena tidak bisa masuk ke kelas paginya.
Setelahnya telepon ku di angkat oleh Madoka-san, aku mendengar suaranya saat mengangkat telepon.
"moshi-moshi...oh Neyra kenapa menelpon? Tadi aku masih di ruang kelas, dan sekarang sedang menuju toilet, ada sesuatu yang daruratkah?" Aku sebenarnya tahu Madoka juga ada kelas pagi hari ini, tapi aku akan tetap mengucapkan selamat tinggal terlebih dahulu.
"Madoka-san, ini aku ingin mengucapkan selamat tinggal dan Terima kasih untuk semua hal yang kamu berikan padaku, dan tetaplah jaga kesehatan, serta bersemangatlah terus untuk belajar" ucapku sambil menahan air mata ku agar aku tidak menangis lagi.
"Heh...Chottomatte, Neyra kamu kenapa menangis? Kenapa kamu tidak ada di kelas pagi? Hasegawa sensei sudah datang." Tanya nya padaku, ini membuatku bingung mau menceritakan masalah ini, mulai dari mana, aku pun masih syok akan berita itu, dan berusaha untuk tidak membuat teman ku, jadi ikutan syok.
"Setelah kau, keluar dari kelas pertama, temui aku di cafetaria, dan akan aku jelaskan di sana, madoka-san datanglah aku menunggumu di sana." Ucapku terakhir kali, dan mematikan telepon.
Berusaha mematikan ponsel, dan menaruhnya di kantong celana, karena aku sudah tidak tahan lagi dan air mataku untuk yang kedua kalinya terjatuh, hingga membasahi wajahku.
Setelah berhenti menangis, aku baru secepatnya menarik ponselku dari dalam kantong celana, mulai membeli tiket pesawat online, beberapa saat aku mendapatkan tiket pesawat menuju ke jakarta, aku sudah memutuskan balik ke negeriku Indonesia sore ini.
Wanita harunya di sayang, bukan buat taruhan, jadi ikut sedih mba neyra😢
Comment on chapter Chapter 1: mimpi konyol yang terus berulang