Loading...
Logo TinLit
Read Story - Is it Your Diary?
MENU
About Us  

‼️POV Aku itu isi diarynya ya‼️ 

selamat membaca💗
•••

Rutinitas yang aku inginkan terjadi. Menjadi anak SMA. HAHAHA. Hal yang selalu aku impikan. Pada hari pertama masuk kelas, sayangnya angkot yang membawaku pergi sedikit terlambat berlabuh ditujuan. Dengan langkah tergesa, aku melewati lorong sekolah yang isinya berbagai kumpulan siswa yang tengah duduk pada kursi yang tersedia di depan kelas. Dengan napas yang terengah-engah, aku sampai di kelas dan menatap kecewa bangku kelas. Bahwa hanya kursi belakang yang tersisa. Temanku—Aya yang juga teman SD, namun sempat lost contact— itu menatapku riang seraya melambaikan tangan. Kemudian, langkah lunglai membawaku mendekati Aya.

"Kok dibelakang sih, Ya?" ujarku tidak terima.

"Gue sebenarnya juga baru datang. Cuma bangku ini yang tersisa," jelas Aya.

Aku hanya menghela napas kecewa. "Yodah, gapapa deh, 'kan, ada lo!" seruku sambil tersenyum. "Masih ada lo yang gue kenal disini," lanjutku yang terkekeh pelan.

Aya ikut tertawa. "Iya. Long time no see, ya! Padahal waktu lulus SD, gue kira kita bakal satu SMP juga," katanya yang mengingatkanku pada masa lalu.

"Ya maafin. Orang tua gue lebih suka gue sekolah di SMP yang mereka mau, dan SMP lo itu cuma pilihan kedua setelahnya."

Lagi-lagi Aya terkekeh, "Iya, gue tau kok!"

Setelahnya, bel sekolah berbunyi seorang guru datang memberikan pembuka cerita lalu menjelaskan sedikit tentang apa yang akan dipelajari untuk satu semester ke depan. Tak lupa memberikan soal tes yang didikte.

Saat soal tersebut di diktekan, aku tidak mencermati dengan hikmat, sehingga ketinggalan membuat soal, begitupun dengan Aya. Aku merenggut, inilah alasan mengapa kurang suka untuk duduk di belakang. Terkadang ada suara guru yang memang kurang keras. Lalu, di belakang membuat semangat belajarku berkurang karena ketinggalan— seperti saat ini terjadi.

Aku menatap Aya yang juga menatapku. Kami kebingungan, sampai akhirnya aku berinisiatif bertanya pada orang yang duduk di depan. Aku menoel punggungnya dengan pena, seraya berkata, "Boleh liat soalnya, gak? Kami ketinggalan. Suara ibunya kurang jelas."

Tatapan tidak mengenakkan tampak jelas di wajahnya, seakan ragu memberikan bukunya. Aku yang dari awal sudah menebak itu hanya bisa berusaha santai walaupun sudah malas.

"Nih." Dia memberikan bukunya setelah beberapa menit menimbang.

Lagi-lagi rasa tidak suka pada alumni SMP EVARIA yang musuh sekolahku dulu itupun datang. Aku tahu beberapa dari mereka memang ambisius bahkan jenius. Tapi sayang, aku kurang suka dengan sifat egois yang timbul karena terlalu ambis ini. Aku akan lebih menghargai orang pintar tapi masih ingin berbagi ilmu dengan yang lainnya.

•••

Khandra lagi-lagi merenung setelah membaca beberapa kembar diary itu. Ia masih mengingatnya, karena Elang sempat membahasnya tentang Divya dan Aya di hari itu. Tapi ternyata ia juga tak menyangka bahwa Divya sebenci itu dengan orang-orang di sekolahnya dulu. Mungkin karena perbedaan itu membuat kelasnya dulu kurang akur. Bahkan tidak kompak sama sekali.

"Pak?"

Yang dipanggil hanya terdiam.

"Pak Khandra?" Masih tidak bergeming.

"Permisi, Pak. Saya mau mengumpulkan tugas."

Akhirnya Khandra tersadarkan. "Eh, iya, silakan. Kumpulkan disini." Tangannya menunjuk sebuah tumpukan buku.

Remaja itu mengikuti arahan Khandra. "Makasih, ya, Pak. Permisi."

Khandra membalas dengan senyuman, sedangkan remaja itu membatin. 

Pak Khandra aneh, lagian itu buku ditangannya keliatan familiar. Ia terdiam sebentar lalu menggeleng menghapus pikirannya kemudian membatin lagi. Kak Divya kapan pulang, ya?

•••

Adzan terdengar samar dari kelas. Khandra yang sedang mengajar menghentikan pembelajarannya sejenak. "Anak-anak, diam sebentar. Adzan sedang berkumandang."

Meski bisa dilihat bahwa para siswa tetap berbisik dibangku masing-masing. Khandra hanya bisa diam di bangku seraya mengamati siswanya. Setelah adzan itu selesai, Khandra kembali mengambil alih kelas. "Baik, karena waktu dzuhur sudah masuk. Kita hentikan pembelajaran sejenak untuk istirahat shalat dan makan. Nanti jam setengah 2, kita lanjutkan," ujarnya seraya merapikan buku di meja.

"Baik, Pak," jawab beberapa siswa.

Khandra melangkah pergi menuju ruang guru sebelum ke mushala. Ia melihat lapangan warna-warni ditengah teriknya matahari itu seraya mengenang. Ingatan itu kembali seakan baru terjadi kemarin.

•••

Tempat duduk sudah dirapikan sesuai dengan arahan wali kelas kami. Aku berada di shaf paling ujung dekat pintu keluar dan barisan ke empat dari lima baris. Setelah istirahat pertama pada pukul 10, aku menatap Khandra dari kejauhan. Sang raja fisika. Hampir setiap siswa merajakannya. Aku tidak berani menatapnya lama karena ia seakan dielu-elukan di sekolah ini. Tidak sedikit orang yang menyukainya baik dari kaum hawa maupun kaum adam. Ia cukup friendly dan ramah kepada siapapun. Bagiku, ia cukup jauh dari jangkauan. Tinggi, sampai aku merasa bahwa sepertinya tidak akan ada celah dimana interaksi kita berjalan. 

Namanya kembali di panggil untuk memecahkan soal fisika di depan kelas. Dengan badan yang tegap, ia berjalan seraya tersenyum kecil. Matanya berbinar melihat soal itu, bahwa ketika kita menyukai sesuatu, kita akan setingkat lebih senang dari sebelumnya. 

Bapak yang mengajar fisika itu memuji jawaban Khandra. Aku menatap jawabannya itu dengan mata memicing. Tulisan tangannya terlalu kecil sehingga rasa belajar ku justru turun. Dia memang pintar, sayangnya kalau menulis ia tidak pernah memikirkan perasaan orang yang duduk di belakang. Rasa kagum itu justru menjelma menjadi rasa kesal. 

Isoma—Istirahat Sholat Makan— datang setelah bergelut dengan soal fisika yang menyebalkan. Seperti biasa, aku berjalan keluar lebih cepat dari teman yang lain karena mukena yang minim dan mushala yang kecil membuat siswa harus bersabar jika terlambat datang. Dan, ya, meskipun membuat Aya justru marah-marah disaat aku balik dari mushala dan membawa jajanan dari kantin yang letaknya berdampingan dengan mushala.

•••

Bayangan seorang gadis berjalan cepat menuju mushala itu lewat dihadapannya. Khandra tersenyum kecil. Ia tak menyangka, Divya sesederhana itu orangnya. Memang sih, Divya sesuka itu buat pergi sendirian, tapi tak menyangka itu alasannya cepat keluar kelas. Khandra kembali mengingat, di mushala kadang ia mencuri padang melihat gadis itu. Entah mengapa dia selalu salah fokus, dan justru melihatnya. Ia bahkan juga bingung. Tapi ia juga sedikit kagum dengan kesederhanaan itu.

Khandra sering menyadari bahwa Divya selalu sendiri keluar kelas, hampir dikatakan sering. Ia mengira, itu karena Divya memang tidak memiliki teman. Tetapi, setelahnya, Divya sangat cerewet dan banyak omong bersama teman-temannya. Ia seexcited itu jika sudah bercerita dengan Aya dan beberapa orang lainnya. Ia terlalu ceria untuk dikatakan tidak memiliki teman. Awalnya, Khandra kasihan dengan itu. Tapi justru sebaliknya. Divya semandiri itu orangnya. Ia tidak pernah bergantung pada siapapun. Sampai sebuah kabar, bahwa ia dekat dengan lelaki di kelasnya yang cukup membuatnya sedikit sebal?

 

To be continued

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Solita Residen
1937      953     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Diary Ingin Cerita
3466      1656     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Faith Over Fear
266      195     1     
True Story
Menjelajah dunia dengan Keyakinan
Aku dan Waktu
308      234     0     
True Story
Bertemanlah dengan waktu dengan menikmati setiap prosesnya, tidak memandang kehidupan dengan kesulitan dan tidak ada jalan keluar, tapi cobalah untuk memandang kehidupan dari sisi yang berbeda. Sesungguhnya, kehidupan tidak memerlukan kata, tetapi memerlukan aksi yang akan membawa kita sampai pada kehidupan yang lebih baik lagi. Jadikan tujuan tersebut menjadi nyata dengan menjadikan waktu sebaga...
Glitch Mind
47      44     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......
Kembali ke diri kakak yang dulu
1115      740     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Broken Home
34      32     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Rumah Tanpa Dede
175      116     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
227      190     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
CERITA MERAH UNTUK BIDADARIKU NAN HIJAU
99      87     1     
Inspirational
Aina Awa Seorang Gadis Muda yang Cantik dan Ceria, Beberapa saat lagi ia akan Lulus SMA. Kehidupannya sangat sempurna dengan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Sampai Sebuah Buku membuka tabir masa lalu yang membuatnya terseret dalam arus pencarian jati diri. Akankah Aina menemukan berhasil kebenarannya ? Akankah hidup Aina akan sama seperti sebelum cerita merah itu menghancurkannya?