Sudah sepuluh kali Anne melirik jam tangan miliknya. Pukul setengah satu, artinya Langit sudah dalam perjalanan untuk menjemputnya sesuai dengan ajakan kemarin sore. Anne merasa aneh pada diri nya sendiri karena membiarkan itu terjadi dan dengan mudahnya dia mengiyakan ajakan itu. Untuk dirinya yang tidak terlalu banyak teman laki-laki hal tersebut terbilang berani dan tidak biasa. Mungkin dia masih terjebak dalam pikiran tabu, mungkin itu hal norma saja.
Anne menepis semua bayangan itu dalam pikirnya. Tak mungkin hal itu terjadi, Langit dan Anne juga sudah berteman dari lama jadi hubungan nya hanya akan sebatas itu saja.
“Anne, ada yang jemput!” Teriak Kak Ailee. Anne buru buru beranjak berdiri, mengemasi barang, dan merapikan rambut dan baju nya sebelum benar benar pergi dari kamar nya.
Anne mengintip dari jendela ruang tamu, Mobil sedang warna hitam sudah terparkir di depan. Anne pamit pada Ibu dan bergegas keluar rumah. Anne mengetuk jendela mobil tersebut, terbuka dan menunjukan seseorang yang sudah menunggu nya.
“Hai Anne, sudah siap?”
Anne terdiam sebentar, “Hai, Thala. Udah siap kok” Anne memasuki mobil.
Tak sesuai dengan harapan nya, Anne kira itu Langit sesuai dengan yang Langit janjikan kemarin. Dilihat nya Athala yang ada di sebelah nya, jauh dari ekspektasi nya.
“Kok lo gak pake baju putih?” tanya Anne.
“Gue belum ganti baju aja, tadi abis dari gym”
Anne mengangguk. Athala tak banyak bicara, hanya fokus berkendara namun sesekali dirinya melirik Anne yang duduk di sebelah nya. Penampilan nya berbeda, rambut hitam panjang nan pekat diikat rapih. Parfume yang dia gunakan menjadi ciri khas dari sejak dulu, tak pernah berubah.
“Langit tiba tiba nelpon gue buat jemputin lo, dia tiba tiba ada urusan.” Athala seolah mengerti apa yang Anne sedang pikirkan.
“Urusan apa?”
“Gak tau, kucing nya mogok makan.”
Anne menunjukkan raut tak percaya dengan ucapan Athala barusan. Apa memang alasan konyol itu yang membatalkan janji kemarin.
“Kucing gue juga pernah mogok makan, tapi gak sampe tiba tiba batalin janji” Anne sedikit cemberut.
“Mungkin kucing nya bisa ngomong.”
Anne malah tambah kesal dengan jawaban asal Athala. Dirinya tidak boleh melibatkan perasaan emosional terlalu dalam lagian dalam pertemanan itu hal yang biasa.
---
Mereka sampai di rumah tante setelah menerjang macet nya kota Jakarta yang mungkin tak akan pernah berakhir. Estimasi perjalanan seharusnya hanya ditempuh kurang lebih 45 menit saja, namun karena macet dan hari libur menjadi 1 jam perjalanan. Anne dan Athala mengemasi barang masing masing, Anne masih terduduk di dalam mobil.
“Kok belum keluar?” Tanya Athala.
“Bareng lah, gue malu banyak orang.”
“Lo mau nonton gue ganti baju?”
Anne melotot dan buru buru tangan nya membuka pintu mobil Athala. Anne menutup nya cukup kencang, sambil mengerutkan dahi diri nya berjalan menjauh dari mobil. Anne masuk lewat taman belakang, karena itu jalan alternatif untuk bisa mencapai ruang latihan. Anne sebenarnya malu untuk banyak menyapa orang orang yang mungkin akan ditemui di ruang tamu, kecuali tante Mirna. Pandangan nya penuh, semua orang berkumpul, ruangan penuh, banyak suara, Anne berhenti dan mengamati sekitar.
“Kenapa belum masuk?”
Anne sedikit terperanjat karena Athala tiba tiba ada di pinggir nya.
“Iya ini mau.” Anne berjalan meninggalkan Athala untuk masuk ke ruangan latihan.
Anne dapat mencium harum lavender yang kuat di dalam ruangan itu yang memberi kesan hangat dan nyaman. Tante Mirna suka wangi dari bunga lavender, Anne sering sekali menghirup aroma itu jika dia sedang ada di rumah tante Mirna. Setiap ruangan wangi nya sama sehingga saat keluar dari rumah tante Mirna akan berbeda dan akan rindu dalam waktu yang sama.
Tak ada tante Mirna di ruangan itu maka Anne memilih untuk duduk di pojok dekat kamar ganti pemain. Athala sudah mengincar untuk duduk di pinggir Anne karena sebagai seseorang dengan kepribadian introvert itu adalah spot terbaik. Anne menggerakkan tubuhnya sehingga Athala tidak duduk menghalangi pintu masuk.
“Kenapa pada mojok begini ini teh?” dengan logat khas sunda nya tante Mirna berbicara pada Anne dan Athala.
Mereka berdua hanya tersenyum untuk menanggapi perkataan tante Mirna barusan.
“Anne duluan tante, Thala ngikutin aja”
“Enak aja! Thala yang ikut ikut an.” Anne membela diri.
“Yaudah gak apa apa. Sini sini berdiri, kita kumpul di sana.” Tante Mirna mengarahkan mereka berdua. Lalu mereka duduk di barisan paling depan, kini lantai beralas karpet tipis, ada layar besar yang menyala terang di hadapan mereka.
“Kalian tunggu dulu ya, tante nyari Langit dulu.”
“Emang dia kemana tante?” tanya Anne pada tante Mirna yang terfokus pada handphone miliknya, ada raut cemas dalam wajah itu.
“Gak tau kemana dari tadi pagi, mana ditelpon gak diangkat-angkat.”
“Bukan kucing nya mogok makan tante?”
Athala menundukan kepala dan membuang muka menahan tawa. Bagaimana bisa jika Anne percaya pada ucapan random nya.
“Athala gak punya kucing. Eh, bentar ya.” Tante Mirna melengos pergi meninggalkan mereka berdua lagi.
“Gue gak bakal percaya lagi sama lo.”
Athala dapat melihat tatapan tajam berkerut itu, Anne jelas kesal pada nya.
“Mana gue tau lo bakal percaya dan nanya langsung sama tante Mirna” Athala tertawa di akhir kalimat, tak tahan lagi menahan.
Anne tidak menggubris, dirinya kini memainkan handphone miliknya. Tak ada notifikasi dari siapapun. Bahkan dari seseorang yang tidak menepati janji nya. Anne membuka WhatsApp, kosong tak ada pesan kecuali yang belum dia balas. Mata nya lamat melihat nama itu ada di barisan ketiga ruang pesan miliknya. Tak ada kata apa apa.
—
“Nanti sebelum pulang jangan lupa kita foto bareng dulu ya!” ucap tante Mirna dengan lantang agar dapat terdengar.
“Oke tante!” saut Athala.
Hingga akhir latihan sekitar jam 6 sore Langit tak muncul juga. Tak ada tanda tanda dirinya ada, bahkan pesan dari Athala pun tidak di jawab. Tak ada yang tahu kemana Langit pergi. Sebenarnya Anne cukup khawatir namun dirinya sebisa mungkin tidak menunjukan itu.
“Ayo Anne kita foto dulu” Ajak Athala.
Anne mengikuti dari belakang, menuju tante Mirna dan tim lain nya yang sudah berfoto. Kali ini khusus diabadikan menggunakan kamera polaroid, tante Anne suka sekali mengoleksi nya lalu nanti akan di pajang di ruang latihan ini. Anne dan Athala mengantri satu orang di depan mereka, para stage crew yang berjumlah hampir 7 orang itu. Mereka antusias, memberikan gaya terbaik dan menarik di depan kamera.
Mereka berdua akhirnya maju ke depan, cukup banyak yang memperhatikan karena mereka pemain utama dari pertunjukan ini. Kurang sosok Langit, tapi mau bagaimana lagi dia tidak ada. Tante Mirna mengarahkan mereka berdua agar berpose se natural dan se nyaman mungkin. Ini akan menjadi kenangan yang indah maka tante Mirna sendiri yang menjadi juru kamera.
Flash dari kamera menyilaukan mata. Anne memberikan senyum manis nan cantik dan Athala dengan senyum tipis nya. Tante Mirna menunggu hasil dari polaroid itu dan diikuti oleh Anne dan Athala yang penasaran.
“Coba aja kalo full team, pasti lucu foto nya” tante Mirna kesal.
“Nanti kita foto lagi aja tante, gampang kok” Athala menenangkan.
Tante Mirna tersenyum melihat hasil dari foto nya. “Lihat, cantik sekali. Ini akan tante pajang di paling depan” tante Mirna terlihat bangga melihat hasil dari foto nya.
----
Sudah jam 8 malam dan Anne masih di rumah tante Mirna. Sengaja tidak pulang cepat karena mau membantu tante Mirna beres-beres. Besok masih ada latihan namun akan selesai dengan cepat. Tante Mirna tidak ingin terlalu menghabiskan waktu para pemain karena pasti para pemain juga mempunyai agenda nya masing-masing.
Minggu pertama latihan dan akan ada 2 bulan ke depan. Ini tantangan yang Anne berani ambil dalam hidup nya. Doa yang kita panjatkan akan Tuhan kabulkan dengan cara yang indah, dengan cara yang tidak terduga. Seberapa yakin bahwa Tuhan selalu memberi ruang kesempatan dalam jawaban doa kita. Membawa kehidupan kepada arah yang berlawanan.
“Minggu-minggu selanjutnya nanti kamu akan sibuk, gimana Ibu sama Ayah di rumah?.”
“Aman tante. Anne masih sering ngobrol sama Ibu dan Ayah kalo senggang”
Tante Mirna mengangguk kecil. Mereka sedang duduk di ruang tamu sambil makan buah apel dan teh hangat. Suasana rumah sudah sepi, semua orang sudah pulang.
“Nanti kalo ada apa apa sama Langit kasih tau tante ya”
Anne mengerutkan dahi, tidak mengerti apa maksud tante Mirna.
“memang kenapa tante?.”
Tangan tante Mirna sibuk mengupas apel, “Langit anak nya suka aneh, tante aja kadang gak ngerti.”
Anne tidak sepenuhnya paham namun berusaha mengerti. Dirinya baru kenal Langit kurang dari 1 bulan, walaupun sudah menjadi teman lama tidak menjamin kita akan tahu tabiat asli seseorang.
“Semoga Langit tidak menyakiti kamu, kalian harus temenan terus ya.”
“hahaha iya tante.”
Handphone Anne berdering, ada panggilan masuk. Anne menoleh pada tante Mirna, lalu menutup panggilan itu dengan cepat. “Tan, bukan nya Anne lancang, tapi Anne harus pulang sekarang.”
Raut muka tante berubah, Anne cemas jika perkataan nya membuat tante Mirna sedih. Dirinya sendiri di rumah, Anne mengerti dia kesepian.
“Sudah malam juga, kamu harus istirahat. Hati-hati ya.”
Anne memberikan pelukan perpisahan lalu pamit.
—
“Kenapa gak masuk dulu?” tanya Anne pertama kali pada sosok jangkung berkaos putih di depan nya.
Tanpa menjawab, Langit membuka pintu depan mobil nya memberi isyarat agar Anne masuk ke mobil nya.
“Langit!”
“kenapa Anne?”
“tante Mirna khawatir sama lo dari tadi, masih nunggu juga di dalem. At least samperin dulu.”
Langit hanya terdiam menatap lawan bicara nya didepan. “Lo marah sama gue?”
“Marah karena?”
“gue gak jadi jemput.”
“Ngapain gue marah, udah sana samperin dulu tante Mirna.”
Langit menghela nafas dalam lalu menutup pintu mobil nya. “Jangan kemana-kemana.” Ucap Langit sambil berlalu.
Langit masuk ke rumah dengan tergesa. Anne dapat melihat punggung itu menghilang dari pandangan nya. Tak lama dia berjalan keluar dari pekarang rumah tante Mirna. Ada kekecewaan yang seharusnya tidak ada.
“Atas nama Kak Anne ya?, mau pakai helm kak?” tanya abang ojol.
“Iya pak, buruan ya pak”
Langit bergegas keluar dari rumah dan Anne sudah tidak ada disana. Langit sedikit berlari dan melihat Anne sudah pergi melaju menggunakan ojol. Diri nya kecewa, kenapa Anne tidak menunggu nya. Tak ada harapan lagi maka Langit berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah nya.
Anne perlu hati hati. Ruang nyaman itu tercipta dengan mudah dan dirinya membiarkan itu terjadi. Ada banyak hal yang belum reda maka diri nya perlu memastikan tidak ada benih lain yang perlu dikendalikan.