Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelah Hati
MENU
About Us  

“Kok bengong, Nay?”

Aku hampir loncat dari kursi makan. Ternyata Mbak Rika yang menanyaiku, seraya menyeret kursi di depanku. Cumi lada hitam yang masih tersisa di piringku hanya ku campur sesuka hati.

“Hanna?” tanyaku. Mbak Rika dan Kak Redho memang tinggal disini sementara. Sembari belajar merawat Hanna.

“Sama Uti,” ujar Mbak Rika memulai mengambil nasi dan lauk pauk. Kak Redho memang sedang ada acara kantor weekend ini.

Uti itu Mama. Yang bahagianya luar biasa, mengurus cucu pertamanya.

“Kenapa, Nay? Mau cerita?” tanya Mbak Rika lagi.

“Kelihatan lagi banyak pikiran ya Mbak?” Malah aku balas bertanya.

Mbak Rika mengangguk-angguk sambil terus mengunyah ayam kremes. “Kelihatan banget. Mas Redho juga menebak.”

Mataku melebar. “Nebak apa, Mbak?”

“Nebak siapa yang bikin kamu begini,”

Waduh, kalau sampai Kak Redho ikut andil, bisa runyam.

“Antara Praja atau Alfian.” Mbak Rika mengatakannya dengan santai. Tak tahu kalau aku bisa panas dingin mendengarnya. “Tapi bukannya kemarin kamu nginap di rumah Alfian ya?”

“Ka, kata siapa, Mbak?”

“Mama. Tapi Mas Redho engga tahu.” Fiuh!   

“Tahu apa?” Sebuah suara berat membuat jantungku berasa mau copot. Kak Redho muncul dengan kemeja kerjanya. Tangannya mencomot pisang goreng diatas meja. Langsung saja diomeli Mbak Rika.

“Engga apa-apa, Kak.” Aku menggeleng-geleng tak jelas.

Kak Redho menatapku curiga.

“Sana cuci tangan kaki dulu. Dari luar bawa kotoran.” Nasihat Mbak Rika, membuat Kak Redho segera beranjak ke kamarnya.

Aduh, untung saja.

 

>.<

 

Bukan. Bukan untung saja begini yang aku mau. Mau nangis rasanya. Saat Alfian dan Praja datang hampir bersamaan. Ini memang malam minggu sial.

Beruntung ada Kak Redho yang menemani mereka ngobrol ngalor ngidul. Memberiku waktu untuk berpikir. Mama menowelku.

“Tuh udah ditungguin. Tinggal pilih.” Senyum Mama semringah sekali. “Aduh, engga sabar ada cucu kedua.” Hampir aku tersedak mendengar omongan Mama.

Bukannya ke ruang depan, aku malah melipir ke kamar Hanna. Yang sedang disusui Mbak Rika. Melihat muka memelasku, tentu saja Mbak Rika langsung tahu.

“Bingung banget ya?” Senyum usil Mbak Rika muncul. Membuatku manyun semanyum manyunnya.

“Mbak Rika nih ah,” ngedumel aku duduk disampingnya. Hanna bahkan ikut melirikku.

Mbak Rika menepuk lenganku. “Coba sholat istikharah, Nay. Biar diperlihatkan mana yang terbaik untukmu.”

“Mbak, aku sendiri bingung sama perasaanku.”

“Makanya sholat itu, biar makin mantap perasaannya.”

Perasaan yang mana, Mbak? Perasaan lima belas tahun itu atau perasaan sekejap itu?

Kuputuskan keluar kamar, setelah banyak banyak berdoa.

Mereka masih mengobrol seru tentang sepak bola, saat aku datang. “Nah ini dia datang,” ujar Kak Redho datar.  Mereka berkostum santai dengan kaos dan celana jeans. Aku bisa merasakan mereka mengawasiku.

“Rifa gimana, Al?” tanyaku basa-basi.

Alfian tersenyum kecil. “Udah baikan. Nanyain kamu terus, Nay.” Aduh, mati rasa aku dilihat Praja dengan tajam. Apa dia tahu kalau aku sempat menginap di rumah Alfian?

“Syukurlah.”

“Dia merengek minta ikut. Tapi angin malam tak bagus buatnya. Jadi dia nerima aja di rumah sama Mama dan Kani.” Aku manggut-manggut mendengar penjelasn Alfian.

“Eh bukannya kalian kesini mau nengok Hanna ya? Kok engga bawa kado sih? Atau mau nengok Naya?” Kak Redho tergelak. Dan menurutku tak lucu sama sekali.

“Besok aku kesini sama Rifa bawa kado, Dho. Jangan kuatir.” kata Alfian. Praja hanya diam mendengarkan. 

“Bagaimana dengan abang Praja yang satu ini?” tanya Kak Redho.

“Aku mau ajak Naya milih kado untuk Hanna. Boleh pinjam Naya nya?”

 

>.<

 

Dan disinilah aku. Di toko peralatan bayi, dengan Praja.

Setelah menanyakan itu pada Kak Redho, Alfian ditelepon Mamanya dan tergesa pulang setelah mengatakan Rifa ngambek. Untungnya bukan karena Rifa kenapa kenapa.

“Yang mana?” tanya Praja, tiba-tiba saja sudah jalan menjajariku. Aku bahkan bisa mencium wangi parfumnya sedekat ini. Bahuku menyentuh lengannya. Perutku jungkir balik tak karuan.

“Em, Kakak maunya apa?”

“Apa yang bagus menurutmu?” Dia malah balik tanya. Matanya menatapku lembut.

“Apa baju? Mainan? Atau yang lain?”

Praja tampak menarik ponsel dari sakunya. Dan menelepon.

Aku terus menyusuri lorong. Kudengar Praja berbicara ditelepon. Sepertinya Kak Redho yang ditelepon.

Wah, menanyakan membutuhkan apa lagi pada Kak Redho artinya siap-siap dipalak. Benar saja, saat kembali, Praja segera menuju tempat berjajar berbagai merk stroller. Dari yang sederhana, sampai yang tampak ribet memakainya. Dari yang harga standar sampai luar biasa diluar nalar.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Is it Your Diary?
313      261     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
242      201     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
CERITA MERAH UNTUK BIDADARIKU NAN HIJAU
219      188     1     
Inspirational
Aina Awa Seorang Gadis Muda yang Cantik dan Ceria, Beberapa saat lagi ia akan Lulus SMA. Kehidupannya sangat sempurna dengan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Sampai Sebuah Buku membuka tabir masa lalu yang membuatnya terseret dalam arus pencarian jati diri. Akankah Aina menemukan berhasil kebenarannya ? Akankah hidup Aina akan sama seperti sebelum cerita merah itu menghancurkannya?
Imajinasi si Anak Tengah
4598      2508     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Monokrom
189      160     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...
Interaksi
742      562     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Aku Ibu Bipolar
64      57     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
RUANGKASA
56      51     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
3134      1781     1     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
6216      1969     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...