Waktu menunjukkan pukul 07:30 WIB. Aku sudah siap di depan toko, The Hans Bakery. Belum ada siapa-siapa karena yang tertera di brosur calon pelamar datang jam 08:00, tidak masalah aku memang sengaja datang lebih awal karena takut terlambat.
Setengah jam berlalu, satu per satu orang-orang duduk di kursi yang tersedia. Aku yakin, mereka yang datang adalah sepertiku juga, calon pelamar kerja. Sambil menelan ludah, aku menghitung banyaknya yang melamar hampir dua puluh orang, sementara yang dibutuhkan hanya 5 orang.
Ya Allah, aku semakin takut bersaing bersama mereka. Apalagi dari mereka, tidak sengaja kudengar ada yang sudah pernah bekerja di toko kue hampir 5 tahun. Ingin pasrah, tetapi sadar bahwa pertandingan belum dimulai, tidak boleh menyerah sebelum bertanding.
Tanpa sengaja pandanganku tertuju kepada seorang pria yang aku merasa kenal. Kalau tidak salah dia bernama Adnan Khalid. Aku berusaha menyipitkan mata untuk memastikan. Ternyata benar. Lelaki itu memang Bang Adnan.
Bang Adnan adalah seniorku di pesantren dan pernah menjadi incaran santriwati karena parasnya yang Masya Allah luar biasa. Banyak santriwati yang mengaguminya. Bahkan, Zahra sendiri terang-terangan mengatakan mengidolakan seorang pria bernama Bang Adnan itu.
Aku yang sadar diri dan benar-benar tidak berani untuk mengagumi orang seperti Adnan. Selain sudah hafidz, dia juga kebanggaan Buya dan semua ustadz maupun ustadzah. Dan lebih mengagumkan lagi, dia sungguh pintar menjaga pandangan.
Aku selalu mengucapkan Masya Allah jika melihat orang seperti Adnan. Aku memang mengenalnya, tetapi dia tidak kenal denganku karena tidak terlalu peduli dengan kaum hawa.
Dalam batin aku berkata, berarti dia juga hendak melamar jadi karyawan di toko kue ini. Jika nanti kuceritakan kepada Zahra, pasti akan sangat heboh.
Tepat pukul 08:00 pagi seorang wanita menyuruh kami masuk. Gedung itu tampak seperti aula. Di sana sudah disediakan meja dan beragam perlengkapan memasak lainnya.
Para pelamar kerja dibolehkan mengambil bahan-bahan selain yang tersedia di atas meja, dengan waktu memasak yang diberikan yaitu selama 1 jam.
Aku berencana menyajikan “Rainbow cake”. Entah karena gugup atau bagaimana otakku tiba-tiba nge-blank. Saat semua orang tampak sibuk mempersiapkan bahan-bahan pun aku masih bengong. Aku mencoba menarik napas perlahan lalu membuangnya. Setelah sedikit tenang, aku mulai berkutat dengan alat-alat masak di depanku.
***
"Waktu lima menit lagi, silakan sajikan di atas meja!"
Suara aba-aba dari pemandu tes membuatku sedikit lebih tenang karena hasil masakanku sudah tersaji di atas meja. Rainbow cake. tulah yang kusajikan karena dulu aku sering memasaknya, jadi mudah dan cepat untuk disajikan. Cake ini sangat cocok untuk mereka penyuka manis.
Setelah waktu habis, seseorang yang bertujuan untuk menilai hasil karya calon pelamar datang menuju meja kami untuk melihat hasil masakan yang sudah disajikan. Saat itu aku merasa sedikit insecure melihat masakan mereka lebih sempurna dan menarik.
"Lima menu yang diterima akan diumumkan satu jam lagi. Kali ini kami akan menilai masakan dari rasa, kebaruan dan juga bentuknya. Karena apa yang kalian masak kali ini adalah contoh menu yang akan dijual setelah pembukaan toko ini nanti. Demikian sementara dari kami. Terima kasih atas kerja keras kalian. Silakan menunggu hasilnya."
Aku hanya bisa berdoa sekarang. Saat berangkat tadi aku sangat percaya diri, tetapi melihat para pesaing di sini, tiba-tiba rasa minderku muncul seketika. Tidak sengaja tatapanku tertuju kepada Bang Adnan. Dia duduk sendiri di kursi yang lumayan jauh dari keramaian. Terlihat sibuk dengan buku di tangannya. Masya Allah sekarang aku memujinya karena kagum.
Kemudian aku juga sibuk main ponsel untuk menghilangkan suntuk. Sempat terbersit sedikit rasa iri melihat orang-orang yang tampak akrab dan saling cekikikan seolah tidak ada beban. Itulah kelemahanku, susah bergaul dengan orang sekitar, untuk membuka obrolan saja aku selalu takut.
Satu jam telah berlalu, aku semakin gugup ketika terlihat seseorang menempelkan sebuah kertas di papan informasi semacam majalah dinding di gedung itu. Dalam pengumuman itu tertera hanya ada nama lima orang beserta nama masakan yang disajikan. Aku semakin pasrah karena belum juga menemukan namaku saking padatnya.
Semua pelamar langsung mengerubungi papan informasi untuk melihat pengumuman. Aku sempat mendengar ada yang mengucapkan Alhamdulillah. Sepertinya dia lolos dan diterima bekerja di toko itu. Namun, ada juga yang langsung pergi setelah tahu namanya tidak tercantum.
Setelah keadaan mulai sepi, aku baru bisa leluasa membaca pengumuman itu. Mataku membulat sempurna ketika melihat namaku berada di urutan ketiga. Urutan pertama ada namanya Adnan Khalid, kedua Lastri, keempat Rayhan dan yang terakhir adalah Lala Kusuma.
Aku mengucapkan hamdalah berulang kali dan tanpa membuang waktu langsung memotret pengumuman itu, lalu mengirimkannya ke Zahra.
Responnya sangat heboh. Aku tersenyum lebar sekarang. Belum sempat kubaca pesan dari sahabatku, kami berlima sudah dipanggil untuk masuk ke sebuah ruangan. Ternyata, kami diminta untuk mempresentasikan hasil masakan tadi.
Walaupun tidak terbiasa berbicara di depan banyak orang, aku akan berusaha keras membiasakan hal ini. Syukurlah saat menjelaskan tadi aku bisa menyelesaikannya dengan cukup baik. Saat itu, aku juga akhirnya mengetahui kalau ternyata Bang Adnan juga seorang mahasiswa. dia bekerja sambil kuliah. Sungguh keren sekali Bang Adnan yang merupakan pujaan para santriwati itu.
Pak Rafli selaku pemilik “The Hans Bakery” memberi pengarahan kepada kami. Beliau sudah berumur lima puluhan, tetapi masih terlihat sangat energik dan bersemangat, bahkan tidak tampak lelah sama sekali.
"Jadi mulai besok kalian sudah harus datang dan siap bekerja sebagai hari pertama kerja. Kita akan mempersiapkan segala keperluan membuka toko secara resmi. Datangnya langsung ke toko kita di jalan Jendral Sudirman. Tentu kalian sudah tahu alamatnya, kan?
"Sudah, Pak," jawab kami kompak.
Kalau begitu kalian boleh saling menyapa sesama anggota dulu supaya nanti saat bekerja sudah tidak canggung lagi."
Kami melakukan apa yang diperintahkan oleh Pak Rafli. Mereka tampak saling menyapa dan menanyakan nama, sedangkan aku hanya diam dan melihat-lihat mereka.
"Semoga kita bisa bekerja sama, ya," ujar Kak Lala. Pelamar kerja paling tua diantara kami dan terlihat sangat ramah.
***
"Dari mana?"
Aku menghentikan langkah saat mendengar suara orang bertanya. Dia Mawar. Entah apa yang merasuki anak itu, sekarang dia tidak pernah lagi memanggilku 'kak' lagi.
"Nyari kerja."
Aku tidak mau mengatakan yang sebenarnya karena pasti dia akan semakin gencar memeras uangku.
"Kak!" Kini raut wajahnya berubah, tidak seperti tadi. Kalau sudah seperti ini aku bisa menebak dia hendak meminta sesuatu.
"Kenapa?" tanyaku singkat saja. Hampir terkesan ketus.
"Begini, Kak. Sebentar lagi aku masuk semester tiga, jadi harus bayar SPP. Yang bayarnya Kak Dhira, kan? Soalnya Emak sama Ayah bilang gitu," tanyanya tanpa dosa sedikitpun.
Semakin lama aku semakin muak saja kepada Mawar, tetapi jika dia sudah bawa-bawa nama Ayah atau Emak, aku hanya bisa diam.
"Akan kuusahakan," jawabku singkat sambil ngeloyor ke kamar dan tak memperdulikannya lagi.
Saat daftar ulang, untuk biaya kuliah semester dua dan semua tugasnya, Mawar memakai uangku. Jadi, disini akulah yang membiayai semua keperluan kuliahnya.
Aku menghembuskan nafas berat. Meratapi kok begini nasibku? Bahkan, sampai sekarang belum pernah bisa menikmati hasil keringat sendiri. Meskipun demikian, aku mencoba menenangkan diri, bukankah aku juga akan merasa bangga dan senang jika melihat Mawar berhasil nantinya.
***
Aku sengaja bangun lebih awal agar bisa berangkat lebih cepat ke The Hans Bakery yang letaknya lumayan jauh dari rumah. Jarak yang cukup jauh membuatku tidak cukup untuk sampai ke tempat kerjaku sehingga aku harus menaiki angkutan umum.
Begitu sampai di tempat kerja, ternyata Bang Adnan sudah lebih dulu tiba di sana. Lama kelamaan kami semakin disibukkan dengan kegiatan menyiapkan berbagai jenis kue yang akan dipamerkan pada acara grand opening resmi dari Toko The Hans Bakery nanti. Sesuai ucapan pemiliknya, harga dari semua roti dan kue jualan akan digratiskan. Siapa saja boleh datang ke toko dan menikmati roti juga kue secara gratis.
Semakin lama aku mengetahui kalau Bang Adnan ternyata memiliki sifat yang sangat terbuka. Bahkan, dia sering mengajak kami berdiskusi mengenai kue apa yang akan kami buat. Membagi tugas jika ada pesanan dalam partai besar. Bahkan, dia juga pernah mengusulkan kepada Pak Rafli agar setiap hari Jumat diadakan bagi-bagi kue gratis ke panti asuhan. Semua pekerjaannya membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Apapun yang diusulkan oleh Bang Adnan, Pak Rafli mempercayainya. Aku semakin salut saja kepadanya. Meskipun kuliah sambil kerja, tetapi tidak membuat salah satu terbengkalai.
Aku akui merasa sangat nyaman bekerja di sini. Semua karyawan memiliki sifat yang sangat terbuka dan kekeluargaan terjalin antara sesama karyawan. Soal pakaianku, mereka tidak pernah mempermasalahkan. Bahkan, Pak Rafli pernah mengatakan, "Senyaman kalian ketika bekerja, yang penting sopan dan menutup aurat. Itu sudah cukup." Selama disini juga aku tidak pernah mendengar mereka menanyakan apakah aku kepanasan atau tidak. Mereka sangat menghargai penampilanku.
Bahkan aku semakin terbiasa untuk berbicara jika ada ide baru karena mereka memotivasiku. Kak Lala dan Bang Adnan memang paling senior di antara kami sehingga mereka yang membimbing kami untuk memajukan "The Hans Bakery" . (*)