Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dimension of desire
MENU
About Us  

     Suara larangan menjejak aspal terdengar jelas ketika mobil melewati jalan penuh kerikil. Pasti sudah dekat rumah , pikir Bianna, lalu dia melepaskan sabuk pengamannya. Bianna langsung turun begitu mobil selesai diparkir di garasi. 

     Gadis itu menoleh ke arah Noren sebentar. Pria yang berusia di pertengahan 40 tahun itu sama sekali belum mengeluarkan satu patah kata pun semenjak kedatangannya dari sekolah. Pandangan Bianna tak lepas dari raga Noren ketika melewatinya. 

     "Pa," panggil Bianna dengan nada datar. Noren pun berbalik, menatap wajah anaknya dengan muka tanpa ekspresi.

     “Aku mau ke toko buku sebentar,” ucap Bianna seraya menatap dekat punggung ayahnya. Noren membalikkan badan tanpa memberikan jawaban. Pria itu hanya menatap Bianna beberapa detik, lalu kembali berjalan.

     “Tunggu sebentar pa,” kata Bianna sambil berlari dan meraih ujung baju ayahnya.

     "Aku harus membeli peralatan tulis. Jadi, aku mau meminta beberapa dolar, boleh?" Pinta Bianna dengan suara yang bergetar karena menahan tangis. Tanpa basa-basi, Noren segera merogoh saku celananya dan memberikan beberapa lembar uang kepada Bianna. 

     "Pa, ini kebanyakan,"

     “Pergilah dan beli apa saja yang kamu mau,” ucap Noren ketus, lalu meninggalkan Bianna di luar sendirian. Ketika ayahnya sudah masuk ke dalam rumah, barulah Bianna meneteskan bulir-bulir air mata yang sejak tadi dia tahan. Selama bertahun-tahun hidup bersama kedua orang tuanya, Bianna tetap tidak pernah bisa terbiasa dengan sikap ayahnya yang dingin seperti itu. Bianna tidak ingin berlarut-larut dalam pikirannya, lalu mengusap wajahnya dengan kasar dan berjalan menuju toko buku yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumahnya.

     Berbagai macam pensil warna dan krayon yang terpampang di sana mampu mengenyahkan kesedihan yang beberapa saat lalu hinggap di hati. Bianna menjelajahi satu per satu produk berkualitas tersebut dengan mata yang berbinar.

     Dalam hatinya, Bianna bersyukur karena tadi tidak mengembalikkan beberap dollar kepada ayahnya. Sehingga, sekarang uangnya sudah cukup untuk membeli pensil warna yang paling murah dan masih tersisa beberapa lembar untuk membeli spidol. Meskipun dia sudah selesai berbelanja, namun Bianna masih beta untuk melihat berbagai macam produk yang ada dipajang di rak. Beberapa saat kemudian, Bianna menyadari bahwa hari semakin gelap, sehingga dia mau tak mau harus segera meninggalkan toko buku. 

     Dalam perjalanan menuju rumahnya, perhatian Bianna selalu teralihkan pada papan Diamonds In White Zone yang menyala terang. Namun, hari ini ada yang berbeda. Sebab cahaya itu hilang dan hanya menyisakan toko yang kini tenggelam. 

     “Tumben plangnya nggak nyala,” gumam Bianna seraya memperlambat langkahnya. Ketika dia kembali memusatkan perhatiannya ke depan, betapa kagetnya Bianna saat melihat mobil ibunya sudah terparkir di garasi.

     Bianna segera berlari dan mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Dia sempat menghiraukan Bailey yang memandangnya dengan ekspresi terkejut. Dengan sigap, Bianna buru-buru menaruh jari telunjuknya di bibir, dan masuk ke dalam kamar. 

     Gadis itu segera mengunci dan mengeluarkan barang-barang dari dalam plastik. Sebelum mulai nengerjakan poster, Bianna memutuskan untuk mengambil headphone dari dalam laci belajarnya. Dia menyambungkan headphone tersebut ke ponselnya dan menyalakan sebuah lagu. Kemudian, Bianna kembali beranjak dan mengambil sisa kertas karton yang dimilikinya. Dia pun perlahan mulai menggoreskan pensil ke atas kertas setelah sebelumnya mencari referensi terlebih dahulu di ponsel.

☆☆☆☆☆

     “Ma, pa, kita berdua berangkat dulu,” ucap Bailey, lalu kedua gadis itu menyetarakan langkah di atas aspal yang tersorot cahaya matahari. 

     “Apa yang kamu beli semalem?” Celetuk Bailey membuka percakapan. Gadis itu menoleh demi melihat Bianna yang tersenyum ke arahnya. Tanpa ragu, Bianna menjawab,

     "Hanya alat tulis biasa," 

     "Bukankah itu semacam pensil warna?" Timpal Bailey, kemudian mempercepat langkahnya dan berakhir berjalan mundur di hadapan Bianna. 

     "Jangan berjalan mundur. Kamu bisa sekitarnya," peringat Bianna dengan suara yang lembut. Hal itu membuat Bailey langsung menurut, dan berjalan bersisian di samping kakaknya. 

     "Baiklah kalau kamu tidak mau menjawab. Nanti juga aku akan tahu saat mama masuk ke kamarmu," ucap Bailey mengerling malas. Langkah Bianna langsung tercekat. Dia tiba-tiba teringat bahwa pagi tadi, ketika sedang membersihkan kamar, kertas poster yang dikerjakannya semalam masuk ke kolong kasur. Kalau begitu, Selena pasti akan langsung tahu ketika menyapu kamarnya nanti.

     "Bailey, kayaknya ponsel aku ketinggalan di rumah deh, aku harus balik lagi," Bianna berujar panik. Tapi Bailey terlihat sebaliknya. Gadis itu terlihat santai dengan senyum miring tersungging di wajahnya.

     "Kamu ikut lomba bikin poster kan? Kenapa nggak jujur ​​aja?" Tanya Bailey seraya meraih pergelangan tangan Bianna untuk mencegahnya pergi. 

     Bianna kehilangan kata-katanya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan setelahnya. Namun, Bailey menghadap penuh ke arah kakaknya itu dengan kedua tangan yang saling menggenggam tangan milik Bianna. 

     "Tenang aja, tadi aku cuma bercanda kok. Mama pasti nggak akan masuk ke kamar kamu. Jadi, sekarang lebih baik kita berangkat ke sekolah dulu," sambung Bailey seraya tersenyum tenang. Bianna mengangguk sekilas, lalu keduanya kembali melangkah menuju sekolah.

☆☆☆☆☆

     Tidak ada yang berbeda hari ini. Semuanya berjalan normal seperti biasanya. Masuk kelas-menyimak pelajaran-lalu yang terakhir mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. 

     Bianna baru saja mendapat pesan dari kelompok belajar, yang mengatakan bahwa dia harus pergi ke sebuah kafe yang letaknya cukup dekat dari sekolah. 

     Bianna pun perlu berjalan selama lima menit untuk sampai ke tujuan. Beberapa detik yang lalu, Bailey mengiriminya pesan bahwa Selena bisa menjemputnya meski harus mengantar Bailey les terlebih dahulu. Sehingga, hari ini perasaan Bianna terasa lebih ringan karena tidak perlu meminta ayahnya untuk menjemputnya.

     Sejujurnya, Bianna lebih suka ketika Selena yang menjemputnya. Meski pada akhirnya Selena akan mengoceh di dalam mobil, namun terkadang Bianna merasa terhibur ketika ibunya masih mengajaknya berbicara. Tidak seperti Noren yang terlalu cuek dan tidak menganggap keberadaan Bianna di sekitarnya.

     Setelah cukup lama berjalan, Bianna tidak sadar bahwa dirinya sudah sampai di tujuan. Dia pun segera memasuki cloud cafe yang berada di antara himpitan bangunan dengan aksen bata yang menjulang di sisi kanan kirinya. Menurut informasi yang dia terima di grup chat, Maevis mengatakan bahwa dia harus naik ke lantai dua dan mencari tempat yang paling banyak tersorot oleh sinar matahari.

     Tanpa berbasa-basi, Bianna langsung mencari tempat tersebut sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan. Meski awalnya mengalami kesulitan, namun setelah bertanya pada salah satu pegawai di sana, Bianna dapat menemukan sekelompok wajah yang dikenalnya. Joe, Shen, Sam, dan Maevis menyambutnya dengan senyum paling hangat yang pernah Bianna lihat.

     Bianna balas tersenyum walaupun merasa sedikit canggung karena dia belum terlalu dekat dengan anggota lainnya. Gadis itu duduk di atas sofa berbentuk kucing yang lucu, kemudian menggerakkan tas ke atas lututnya. 

     "Hari ini kita belajar apa pasukan?" Tanya Maevis penuh antusias. Seluruh anggota serempak menoleh ke arah Shen, dan Bianna perlahan mengikuti gerakan tersebut. 

     Gadis dengan dua kepangan di rambutnya itu tampak mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Lalu, seketika semua anggota menyatukan "WOW" dengan kompak. Hanya Sam saja yang terlihat seperti terpaksa melakukannya, dan hal itu berhasil membuat Bianna menahan tawanya.

     "Baiklah, karena anggota baru belum ada persiapan, maka dari itu aku akan mempersilakannya untuk memakai peralatan melukisku," serunya dengan gaya yang centil. Namun, entah kenapa, kepercayaan diri Shen-lah yang membuat Bianna merasa iri. Kalau saja dia bisa seperti Shen, kehidupannya pasti akan lebih menyenangkan. Rangkaian kalimat itu sejak tadi berseliweran di kepala Bianna.

     Shen beralih duduk di dekat Bianna. Dia juga membawa semua peralatannya ke hadapan Bianna. Setelah itu, Shen menjelaskan beberapa hal sebelum akhirnya semua anggota fokus dengan kuas dan cat masing-masing.

     "Kamu tahu nggak? Cat akrilik lebih ringan dan cair daripada cat minyak, sehingga lebih mudah diaplikasikan dan dikeringkan. Oleh karena itu, fokuslah pada satu hal yang membuat paling mengangguminya, kemudian gambarkan ke atas kanvas," ucap Shen lembut sambil menyodorkan wadah cat ke dekat Bianna. Bianna memang terlihat kebingungan karena sejak tadi belum mulai menggoreskan apapun ke atas kertas.

     "Dan yang terpenting dari sebuah lukisan, bukan tentang bagus atau nggaknya, melainkan nyawa yang kamu berikan ke dalamnya. Sebisa mungkin, melukislah dengan perasaan senang, agar orang yang melihatnya bisa ikut merasakan perasaan yang kamu tuangkan," celetuk Shen lagi.

     Kali ini, Bianna dapat memandang wajah Shen dari jarak yang cukup dekat. Ketika melihat dari jarak sedekat itu, Bianna bisa merasakan aura yang berbeda ketika Shen berbicara di hadapan anggota dan ketika gadis itu sedang fokus pada keahliannya. Shen, terlihat sangat cantik dan bijaksana ketika sedang fokus dengan kuas yang meliuk-liuk di tangan. 

     Sekali lagi, Bianna kagum pada Shen. Dia pun mengangkat kuasnya penuh tekad, dan mulai menggoreskan cat ke atas kanvas. " Hal yang paling dikagumi ya? Kalau begitu, aku akan melukis Shen saja."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I Found Myself
42      38     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
Lost & Found Club
363      302     2     
Mystery
Walaupun tidak berniat sama sekali, Windi Permata mau tidak mau harus mengumpulkan formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh semua murid SMA Mentari. Di antara banyaknya pilihan, Windi menuliskan nama Klub Lost & Found, satu-satunya klub yang membuatnya penasaran. Namun, di hari pertamanya mengikuti kegiatan, Windi langsung disuguhi oleh kemisteriusan klub dan para senior ya...
The Boy Between the Pages
1140      781     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Bisikan yang Hilang
63      57     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Monday vs Sunday
112      97     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Resonantia
324      281     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
Help Me Help You
1708      1010     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
114      98     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Lovebolisme
148      130     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...
Bittersweet Memories
40      40     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...