Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dimension of desire
MENU
About Us  

      Sudah lebih dari lima menit Bianna hanya memperhatikan ponselnya sambil mengigit bibir.

     "Ikut nggak ya? Ikut, nggak, ikut, nggak, " hati Bianna terus menimbang tidak keruan. Bianna kembali memejamkan mata selama lima menit, kemudian, dia mengambil ponselnya dan mulai mengetikkan sesuatu.

     "Selamat siang, aku Bianna Ramond dari kelas 2A. Aku tertarik dengan sesuatu yang tertempel di mading. Apakah itu tentang penerimaan anggota kelompok belajar? Aku tidak yakin, tapi berilah tanggapan secepat mungkin jika kamu sudah membaca pesan ini, terima kasih."

     Setelah mengirimkan pesan tersebut, Bianna buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia memilin keuda tangan di atas pahanya, lalu tersentak ketika mendengar bunyi notifikasi masuk ke ponselnya. Bianna segera membuka allikasi pesan, yang menampakkan satu balasan dari kontak yang dia simpan dengan nama "Maevis".

     "Hai Bianna. Jika kamu tertarik dengan kelompok belajar, pulang sekolah nanti datanglah ke ruang di samping perpustakaan untuk bertemu dengan anggota kelompok belajar lainnya. Sampai bertemu nanti." 

     Hati Bianna berdegup lebih cepat ketika membaca pesan itu. Dia tersenyum senang sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Lalu teringat, bahwa dia seharusnya sudah mengambil buku dari meja mister Sony untuk pelajaran berikutnya. Maka dari itu, Bianna pun berangkat menuju ruang guru sendirian.

     Sepanjang koridor, Bianna hanya bertemu dengan satu-dua orang siswa yang lalu lalang. Ia menatap jam di ponselnya. Ternyata, lima menit lagi bel pergantian pelajaran akan berbunyi. Ia pun mempercepat langkahnya, hingga tanpa sadar bahunya menyinggung tubuh seseorang. Bianna refleks menoleh dan segera meminta maaf. Namun, tampaknya gadis yang ditabraknya sedang terburu-buru, sehingga Bianna tidak sempat mendapat balasan atss permintaan maafnya. 

     Pintu ruang guru perlahan dibuka. Bianna lantas melenggang menuju meja mister Sony. Tak butuh waktu lama bagi Bianna untuk dapat menemukan bukunya yang terselip di antara buku milik teman sekelasnya. 

     Bianna baru saja akan melangkah meninggalkan ruang guru ketika seseorang yang memanggil namanya menginterupsi langkah gadis itu. Ia pun berbalik badan, dan menemukan miss Hanna tengah menatapnya dari balik mejanya. 

     Bianna celingukan sambil menunjuk dirinya sendiri. Kemudian, wanita berusia kisaran 20 tahunan itu mengangguk. Meskipun sedikit ragu, Bianna tetap menghampiri miss Hanna. Begitu Bianna tiba di hadapan miss Hanna, guru itu langsung menyodorkan ponselnya.

     Bianna lantas mengambil alih ponsel tersebut, dan menciptakan keheningan selama beberapa saat. Kejap kemudian, Bianna mengembalikkan ponsel miss Hanna dengan segurat senyum yang terukir di wajahnya. 

     "Lomba membuat poster ya? Maaf, saya rasa saya nggak bisa melakukannya miss Hanna. Tapi sepertinya Lucy bisa melakukannya. Setahuku, dia sudah langganan juara lomba membuat poster sejak kecil," jelas Bianna. Miss Hanna tampak mdnunduk setelahnya. Bukan jawaban itu yang diharapkannya.

     "Bianna, miss nggak minta orang lain lain buat ikut lomba ini. Miss sengaja pilih kamu, karena miss bisa lihat kegigihan kamu selama pelajaran miss. Kalau kamu khawatir karena ini pengalaman pertama kamu, miss bisa bantu bimbing sampai hari menuju lomba. Gimana?" Tutur Miss Hanna dengan raut wajah yang serius. Bianna menggigit bibir bawahnya cemas. Sebenarnya, dia ingin sekali mengikuti lomba tersebut. Namun, Selena dan Noren-kedua orang tuanya-pasti akan menentangnya. Bianna menghela napas berat sebelum menjawab.

     "Baiklah miss, saya akan pertimbangkan lebih dulu dan memberikan jawaban secepat mungkin. Sebelumnya, terima kasih karena telah memilih saya miss Hanna," jawab Bianna tak bersemangat.

     "Kalau begitu, miss akan melakukan seleksi pada beberapa murid. Kirimkan posternya sebelum hari jum'at. Temanya bebas asalkan masih berhubungan dengan pendidikan," ucap miss Hanna pada akhirnya.

     "Baik miss."

     Bianna meninggalkan ruang guru dengan perasaan kalut. Bianna sama sekali tidak pernah mengasah kemampuannya dalam menggambar dan mewarnai. Hal itu dikarenakan kedua orang tuanya hanya memfokuskan Bianna dan Bailey pada nilai akademik. Bianna sendiri belajar menggambar dan melakukan teknik gradasi melalui tutorial di youtube, yang mana sama sekali belum siap untuk terjun ke perlombaan. Bianna jelas akan kalah dengan peserta lain yang mungkin sudah berpengalaman dan didukung oleh orang tuanya.

     "Hai Ann!" Sapa Bailey dari ujung koridor, menyadarkan Bianna dari kekalutannya. 

     "Eh Bailey, habis dari mana?" Tanya Bianna berbasa-basi.

     "Aku mau ke kantin, kamu mau ikut?" Sahut Bailey dengan senyum sumringah.

     "Aku? Eh itu, aku harus kembali ke kelas. Kalau nggak, nanti aku bisa dimarahin sama guru yang lagi ngajar," jawab Bianna jujur.

     "Oh baiklah kalau begitu. Fighting," seru Bailey, lantas berlalu dari hadapan Bianna. Diam-diam, Bianna menatap kepergian Bailey. Dia tersenyum hambar.

     "Kalau Bailey yang ikut lombanya, pasti mama papa bakal bangga. Dia kan, juara tiga dari satu angkatan," pikir Bianna sambil menyeret langkahnya menuju kelas. 

     Untung saja, mister Sony mempersilakan Bianna masuk ke dalam kelas meski dia terlambat beberapa menit. Gadis itu sempat menjelaskan, bahwa dirinya harus ke ruang guru untuk bertemu dengan miss Hanna. Setelah itu, Bianna duduk di bangkunya, dan mulai membuka buku untuk menyimak pelajaran.

☆☆☆☆☆ 

     "Ly, kamu bisa tunggu aku sebentar nggak? Aku harus ketemu dulu sama temen," ucap Bianna yang kini tengah berdiri di depan perpustakaan.

     "Oh iya, Bian, maaf banget hari ini kamu dijemput papa ya, pulangnya? Soalnya mama mau ngajak aku ke tempat les buat persiapan olimpiade fisika minggu depan," balas Bailey di seberang. Bianna sedikit terkejut ketika mendengar jawaban itu. Namun, dia tidak ingin menunjukkannya dalam nada bicaranya.

     "A-apa? Tapi mama nggak bilang apa-apa ke aku," 

     "Ya udah, jangan kemaleman ya. Nanti kalau udah selesai langsung telepon papa, okey? Aku harus berangkat dulu, bye bye," setelah itu, telepon diputus secara sepihak.

     Bianna masih terpaku di tempatnya. Hatinya terasa diremas, saat lagi-lagi menyadari bahwa Selena sudah tidak lagi peduli padanya sejak satu tahun yang lalu. Ketika Bailey berhasil meraih juara dua pada olimpiade fisika, sedangkan Bianna meraih juara pertama dalam perlombaan karate.

     Bianna masih ingat, bagaimana Bailey bercerita hal-hal seputar olimpiade fisika yang dia ikuti dengan semangat sepanjang malam kepada Selena dan Noren. Lain halnya dengan Bianna, yang malah sibuk mencoret-coret kertas kosong di kamarnya malam itu. Bianna bahkan belum sempat menunjukan medali emas yang dia dapatkan karena takut tidak memenuhi ekspetasi mama papanya.

     "Bianna nggak ikut olimpiade juga? Apa dia gagal seleksi di sekolah?" Tanya Selena malam itu.

     "Ssst, ma, jangan gitu. Bianna kan, passionnya bukan di akademik. Meskipun begitu, dia berhasil bawa medali emas di kejuaraan karate loh. Kalau aku jadi Anna, mungkin aku udah kabur duluan ngeliat lawannya, hehe, " begitulah kira-kira pembelaan yang dikeluarkan Bailey. Namun, sejak saat itu, Bianna memutuskan untuk keluar dari klub karate dan memilih untuk fokus pada nilai akademiknya. 

     "Ujung-ujungnya, masa depanmu bergantung pada nilai akademik di sekolah, bukan dari yang lain-lain," ketus Selena ketika suatu hari, Bianna memberanikan diri menunjukkan medali emasnya.

     "Bianna Ramond?" Panggil seseorang secara tiba-tiba. Bianna sedikit terlonjak, kamudian menghapus jejak air matanya yang sudah luruh entah sejak kapan. Dia belum semoat mengangguk, tapi gadis di depannya sudah tersenyum bak orang mendapat jackpot dalam sebuah permainan.

     "Bener kan? Ayo masuk!" Seru gadis berambut cokelat itu seraya menarik lengan Bianna. Keduanya masuk bersamaan ke dalam ruangan berbentuk persegi yang cukup luas. Di sana, terdapat lima bean bag yang membentuk melingkar. Tiga di antaranya sudah terisi oleh siswa dan siswi lain. Gadis itu mengajak Bianna untuk duduk di salah satu bean bag yang tersisa. 

     "Baiklah, karena kita kedatangan anggota baru, silakan perkenalkan diri kalian terlebih dahulu," ucap gadis itu, kemudian langsung duduk di samping Bianna.

     Salah seorang lelaki bertubuh tambun berdiri. Dia tampak membenarkan seragamnya sebelum berbicara.

     "Perkenalkan, namaku Joe Robin. Sang penakluk angka dari kelas 2C," setelah itu, suara tepuk tangan ramai mengudara, dan lelaki bernama Joe itu kembali duduk. Disusul seorang gadis berperawakan tinggi kurus yang bergantian berdiri. Dia berlagak centil sebelum membuka suaranya.

     "Namaku Shen Gaia. Si pemilik jari lentik yang lihai memainkan kuas layaknya tarian sihir di atas air. Senang bertemu denganmu anak baru," katanya dengan suara yang sedikit cempreng. Semua anggota kembali bertepuk tangan, termasuk Bianna. Selanjutnya, seorang lelaki berwajah pucat pasi berdiri. Kedua tangannya bersilang di depan. "Formal sekali," pikir Bianna.

     "Namaku Sam Brown dari kelas 2F," katanya dengan kaku. Gadis yang duduk di samping Bianna mengawali tepuk tangan, yang kemudian disusul oleh yang lain. Kemudian, giliran gadis berambut cokelat terang yang berdiri. Kali ini, dia berdeham dan merapikkan dasinya sebelum memperkenalkan diri.

     "Hai semuanya! Namaku Maevis Laron. Kalian bisa memanggilku Mavis atau Maron. Tetapi kalau kalian memanggilku Maron, aku akan langsung merontokkan gigi kalian. Banyak yang belum tahu, tapi aku adalah ahlinya di bidang teknologi dan informatika. Jika kalian berpikir untuk menyingkirkanku, maka bersiaplah untuk bertarung melawanku," paparnya dengan sorot berapi-api. Namun, ketika dia duduk, senyum yang lebar kembali menghiasi wajahnya, dan sorot berapi-api itu menghilang seketika.

     Sekarang, giliran Bianna yang harus memperkenalkan diri. Gadis itu menjadi sangat gugup karena belum mengiapkan kata untuk diucapkan. Bahkan kakinya sampai bergetar hebat ketika sudah berdiri mengahadap anggota lain yang menunggunya berbicara. Bianna masih menunduk, lalu tanpa sengaja menemukan manik legam yang menatapnya.

     "Kamu cukup memberitahukan nama dan kelas saja," bisik Maevis seraya tersenyum, yang entah bagaimana bisa sedikit membangkitkan kepercayaan diri dalam tubuh Bianna. Dia pun mengangkat kepalanya perlahan. 

     "Itu pun kalau kamu mau berada di level terbawah sebagai pengecut," sambungnya yang kini menatapnya dengan sinis.

     Kalimat tersebut berhasil memancing emosi Bianna. Dia menahan geram dengan kedua tangan terkepal di samping tubuhnya. Kemudian, Bianna menatap lurus dengan kedua alis menukik.

     "NAMAKU BIANNA RAMOND, SI JENIUS SERBA BISA DARI KELAS 2A. KATA PENGECUT NGGAK PERNAH ADA DALAM KAMUSKU. DAN, SIAPAPUN YANG MENGATAKANNYA, MAKA DIA SALAH BESAR!" Pekik Bianna dengan lantang. Seluruh anggota di ruangan tersebut menutup mulut tak percaya, termasuk Maevis yang kini berdiri dan merangkul bahu Bianna dengan bangga. 

     "Nah gitu dong, kita butuh semangat dan ambisi di klub ini. Kamu, Bianna Ramond, resmi diterima menjadi anggota kelompok belajar Horizon Academy," sahut Maevis penuh semangat. Padahal, Bianna masih belum pulih dari keterkejutannya karena berhasil memperkenalkan dirinya dengan berani. Tadi itu, merupakan momen yang langka dalam hidup Bianna.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tanda Tangan Takdir
158      134     1     
Inspirational
Arzul Sakarama, si bungsu dalam keluarga yang menganggap status Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai simbol keberhasilan tertinggi, selalu berjuang untuk memenuhi ekspektasi keluarganya. Kakak-kakaknya sudah lebih dulu lulus CPNS: yang pertama menjadi dosen negeri, dan yang kedua bekerja di kantor pajak. Arzul, dengan harapan besar, mencoba tes CPNS selama tujuh tahun berturut-turut. Namun, kegagal...
Trying Other People's World
136      118     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Spektrum Amalia
736      494     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
Switch Career, Switch Life
351      295     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Bunga Hortensia
1612      70     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...
Metanoia
46      39     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Finding My Way
667      429     2     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Jalan Menuju Braga
391      305     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Solita Residen
1459      808     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
VampArtis United
971      638     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...