“Mau kemana?” Zean memergoki Zindy yang sedang berdandan. “Tumben pakai pita segala. Kakak mau kemana?”
“Mau pergi, kamu nggak usah ikut!” Zindy menatap dirinya di cermin. Dia sengaja berdandan sedikit berbeda. Kemeja flanel putih dengan kotak warna pink. Kuciran di kepalanya dihiasi pita warna merah. Make up tipis juga tak lupa dioleskan. “Mau nonton film!”
“Zean ikut!” Rengek Zean.
“Aish, nggak usah. Kakak mau pergi berdua aja ….” Tolak Zindy.
“Mau ikut! Zean ikut!” Rengek Zean lagi.
“Aku mau pergi berdua saja sama Bang Kalib. Kamu jangan ganggu.” Zindy cemberut.
“Ada apa ini?” Ibu masuk karena mendengar keributan.
“Kakak mau pergi nonton film. Zean pengen ikut tapi nggak boleh ….” Zean mengadu pada Ibu.
“Kamu mau pergi sama siapa? Rapi dan wangi sekali….” Ibu menatap riasan Zindy.
“Mau nonton film sama Kalib. Boleh ya Bu, sekali-sekali….” Bujuk Zindy. Dia khawatir Ibu tidak setuju.
“Zean pengen ikut, Bu ….” Rengek Zean lagi.
“Kakakmu mau nonton film horor. Kamu belum cukup umur. Udah di rumah aja. Besok lain waktu nonton sama Ibu ya. Sana jajan aja!” Ibu memberikan uang kepada Zean.
“Ya udah, Bu. Makasih. Aku mau jajan dulu!” Zean segera pergi keluar rumah.
“Mau nonton film ya. Ehm … temen biasa, kakak adik saja atau temen spesial ….” Ibu berbisik di telinga Zindy.
“Kalau temen spesial boleh? Ini flim perpisahan ….” Zindy nampak sedih tapi juga bahagia.
“Nggak apa-apa sih. Kalib anak baik. Teman spesial juga nggak masalah. Ibu pernah muda, sekali lihat juga tahu. Kalau kamu mau kencan. Iya kan?” Goda Ibu.
“Cuma nonton film, Bu. Mau nonton Kesatria Gelembung dan Mbeek yang lagi viral itu. Boleh kan aku pergi?” Zindy meminta izin.
“Boleh, deh. Besok Kalib juga sudah pulang. Entah kapan bisa ketemu lagi. Hati-hati ya, jangan pulang malam-malam.” Ibu membelai lembut kepala Zindy.
“Ibu bikin sedih aja. Iya, nggak akan pulang malam-malam kok.” Zindy bergegas menuju ke halaman depan. Kalib sudah nampak rapi. Parfum segar dan maskulin tercium dari tubuhnya.
Aku beneran mau kencan ya? Auw, dag dig dug tapi juga senang. Nanti mau nonton film apa ya? Mata Zindy terus menatap Kalib.
“Hati-hati ya. Hatinya Zindy cuma satu. Dijaga baik-baik.” Goda Ibu saat Zindy naik ke boncengan motor Kalib.
“Hehehe, iya, Tante. Izin pergi dulu sama Zindy.” Kalib menyalakan motornya.
“Kita beli tiketnya yang tayangnya agak siang ya, Bang?” Zindy mengamati jadwal film yang ada di aplikasi smartphone Kalib saat motor itu berhenti di lampu merah.
“Iya, nanti kalo malam-malam takut hujan. Takut juga nggak dikasih izin sama Ibu. Aku pertama kali bawa cewek jalan ….” Kalib merasa canggung.
“Aih, anggap aja kayak main bareng. Kan udah pernah nemenin aku nonton YBL. Makasih sudah meluangkan waktu. Aku suka….” Zindy tersenyum.
Kalib makin dag dig dug. Dia diam saja sepanjang sisa jalan menuju bioskop. Parkiran bioskop itu nampak ramai. Hawa dingin langsung menyambut saat masuk ke gedung warna kuning itu.
“Mau nonton apa, Bang?” Tanya Zindy. Matanya sibuk mengamati poster film yang baru tayang. “Aku takut kalo horor….”
“Nonton Kesatria Gelembung dan Mbeek aja. Kayaknya seru….” Kalib menunjuk poster film anak-anak yang tengah viral.
“Boleh. Kayaknya kocak juga.” Zindy setuju.
“Dua tiket film Kesatria Gelembung dan Mbeek. Mau bagian tengah aja.” Kalib menunjuk dua nomor kursi yang menurutnya punya views bagus.
“Aku yang beli popcorn-nya ya!” Zindy bergegas memesan popcorn ukuran besar. Dia juga memesan minuman soda untuk dua orang.
“Padahal aku mau beliin tadi.” Kalib nampak kecewa.
“Bukan tipe cewek yang no effort. Aku juga mau traktir balik.” Zindy menyerahkan cup minuman itu kepada Kalib.
“Makasih. Aku kayaknya tepat memilih penghuni hati ….” puji Kalib.
“Kamu bisa aja. Udah, ayo masuk.” Zindy menarik jaket Kalib.
Petugas karcis itu menyobek tiket Kalib dan Zindy. Suasana di dalam bioskop sudah ramai. Penonton sudah siap di kursinya masing-masing. Kalib sibuk mencari letak kursi dengan cahaya flash dari kameranya.
“Sini deh kayaknya!” Kalib menunjuk kursi di bagian tengah.
“View-nya emang bagus. Tidak terlalu ke kanan dan tidak terlalu ke kiri.” Zindh mulai menikmati minuman dan juga popcorn-nya.
Zindy dan Kalib fokus menonton film itu. Mereka larut dalam kisah Kesatria Gelembung yang kehilangan orang tuanya. “Nasibnya dia kayak kita ya….” Zindy tanpa sadar meneteskan air mata.
“Eh, kamu nangis. Ini, dilap pakai tisu dulu….” Kalib mengelap air mata Zindy.
Aku nggak minta, tapi Kalib selalu peka. Hatiku rasanya hangat. Ayah, sekarang Zindy punua teman spesial.
“Hahahaha!” Kalib tertawa. “Kocak banget si trio kambing. Lucu, mana nggak takut sama penjahatnya.”
“Kambing kayak gitu yang jadi pengisi suara aktor mahal lho.” puji Zindy.
“Oh ya? Padahal cuma jadi kambing. Mbek mbek terus.” Kalib menikmati film sambil memakan popcorn.
Tanpa sadar film itu usai. Zindy dan Kalib bergegas keluar dari ruang teater itu. Kalib berhenti sejenak.
“Aku ingin mengabadikan momen kita. Selfie bareng yuk.” Ajak Kalib.
“Boleh. Kapan lagi bisa foto sama Abang!” Zindy memasang senyum paling ceria saat berfoto.
Entah kapan bisa bertemu. Tapi kupastikan akan kujaga masa depanku agar cerah. Ada hati lagi yang perlu diperjuangkan dan dibahagiakan, selain ibuku.