-That's Why He My Man-
•••
Ku coba untuk melawan hati
Tapi hampa terasa di sini tanpamu
Bagiku semua sangat berarti lagi
Ku ingin kau di sini tepiskan sepiku bersamamu
(Hingga Akhir Waktu – Nineball)
Malam itu, setelah panggilan video yang penuh haru dengan Bella, Tarmiji tidak langsung beranjak dari tempat duduknya. Perkataan Bella tentang beban hatinya dan kerinduannya untuk tinggal bersamanya terus berputar di benaknya. Ia ingin segera melakukan sesuatu untuk menghiburnya, untuk menunjukkan betapa ia mencintai dan mendukung istrinya.
Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Ia ingat betul betapa Bella sangat menyukai membaca. Di rumah mereka di Purwokerto, sudut kamar Bella selalu dipenuhi tumpukan buku. Terlintas di benaknya untuk menyiapkan sebuah ruang khusus di rumah mereka di Pasuruan, sebuah perpustakaan mini di mana Bella bisa menikmati hobinya dengan nyaman.
Dengan semangat baru, Tarmiji meraih laptopnya. Ia membuka salah satu situs belanja daring favoritnya dan mulai mencari rak buku yang sesuai. Ia mempertimbangkan ukuran ruangan yang telah ia siapkan, desain yang elegan namun tetap fungsional, dan tentu saja, kualitas kayu yang kokoh agar bisa menampung banyak koleksi buku Bella. Setelah beberapa saat mencari dan membandingkan, matanya tertuju pada sebuah rak buku kayu minimalis dengan beberapa tingkatan dan ruang penyimpanan di bagian bawah. Ia membayangkan rak itu akan terlihat indah di ruangan yang telah ia cat dengan warna lembut beberapa waktu lalu.
Tanpa ragu, Tarmiji menambahkan rak buku itu ke keranjang belanja dan menyelesaikan transaksinya. Ia memilih opsi pengiriman tercepat. Senyum tipis terukir di bibirnya membayangkan kejutan dan kebahagiaan Bella saat melihat rak buku itu nanti di rumah mereka. Ia berharap, dengan adanya ruang khusus untuk membaca, Bella akan semakin betah dan merasa memiliki tempat istimewa di rumah mereka di Pasuruan.
Keesokan paginya di Pasuruan, Tarmiji bergerak cepat dan efisien. Ia memanggil Zaki, salah satu karyawan kepercayaannya yang bertanggung jawab atas operasional harian butik, ke ruang kerjanya.
“Zaki, mari sebentar,” kata Tarmiji dengan nada serius namun tenang.
Zaki, seorang pemuda cekatan dengan senyum ramah, segera menghampiri. “Ada yang bisa saya bantu, Mas Tarmiji?”
“Ya, Zaki. Ada urusan keluarga mendesak di Purwokerto yang mengharuskan saya untuk pergi beberapa hari ke depan,” jelas Tarmiji.
Zaki mengangguk, menunjukkan pengertian. “Oh, begitu, Mas. Semoga semuanya baik-baik saja.”
“Aamiin. Nah, selama saya tidak ada, saya percayakan operasional butik kepada kamu. Pastikan semuanya berjalan lancar seperti biasa. Atur jadwal karyawan dengan baik, pantau stok kain dan perlengkapan, dan tangani pelanggan dengan ramah,” pesan Tarmiji. Ia menyerahkan beberapa catatan penting kepada Zaki.
“Siap, Mas. InsyaAllah akan saya jaga amanah ini sebaik mungkin. Ada instruksi khusus lainnya, Mas?” tanya Zaki dengan nada tanggung jawab.
“Untuk sementara ini itu saja. Jika ada hal-hal penting atau mendesak, kamu bisa menghubungi saya. Nomor telepon saya aktif. Jaga komunikasi ya, Zaki.”
“Baik, Mas. Jangan khawatir. Semoga urusan keluarga Mas lancar dan Mas bisa segera kembali,” ujar Zaki dengan tulus.
“Terima kasih, Zaki. Saya sangat mengandalkan kamu,” balas Tarmiji, merasa sedikit lega karena telah mempercayakan butiknya kepada orang yang tepat. Ia berdoa semoga Allah SWT melancarkan semua urusannya.
Perjalanan darat menuju Purwokerto terasa lebih lama dari biasanya. Di sepanjang jalan, Tarmiji terus memikirkan Bella. Ia membayangkan ekspresi wajahnya saat menceritakan kejadian itu, nada suaranya yang mungkin bergetar menahan tangis, dan rasa kecewa yang pasti mendalam. Ia menyesal karena jarak yang memisahkan mereka terkadang membuatnya tampak kurang mengerti apa yang Bella rasakan. Ia berjanji pada dirinya sendiri, begitu tiba, ia akan menjadi pendengar yang baik, memberikan dukungan tanpa syarat, dan meyakinkan Bella bahwa ia tidak sendirian.
Dalam perjalanannya, Tarmiji merenungkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Surah Al-Insyirah (94) yang artinya: "Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan." Ayat ini adalah janji Allah yang menenangkan hati. Di setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang menyertainya, sebuah kepastian yang memberikan harapan dan kekuatan untuk melewati ujian hidup. Tarmiji berharap dapat mengingatkan Bella akan janji ini, agar istrinya juga merasakan ketenangan dan tidak larut dalam kesedihan.
Sesekali, Tarmiji mengirim pesan singkat kepada Bella, sekadar menanyakan kabarnya dan memberikan semangat. Balasan Bella singkat namun terasa penuh kerinduan. Setiap pesan "Mas hati-hati ya" atau "Bella tungguin" membuat jantung Tarmiji berdebar lebih cepat dan menguatkan keinginannya untuk segera tiba. Ia juga mengirim pesan kepada Ayah Damar, mengabarkan kedatangannya dan menyampaikan turut prihatin atas kejadian kemarin. Ayah Damar membalas dengan senang hati dan mengatakan akan menunggu mereka di rumah.
Saat mobil Tarmiji akhirnya memasuki pekarangan rumah Bella, langit Purwokerto telah diwarnai senja dengan gradasi ungu dan jingga. Tarmiji melihat Bella berdiri di depan pintu, siluetnya tampak rapuh namun matanya memancarkan rindu yang besar. Ia memarkir mobil dengan tergesa dan segera keluar, langkahnya lebar menyamperin istrinya.
Pelukan mereka di depan pintu terasa erat sekali, seolah menyalurkan semua rindu dan khawatir yang selama ini terpendam. Tarmiji merasakan air mata Bella membasahi bahunya, dan ia membalas peluknya erat-erat, mencoba memberikan rasa aman dan tenang. Dalam keheningan pelukan itu, mereka seolah saling mengerti tanpa perlu banyak berkata. Tarmiji membisikkan kalimat thayyibah di telinga Bella, memohon perlindungan Allah SWT untuk mereka berdua.
Setelah agak lama, Tarmiji menggandeng tangan Bella masuk rumah. Ia mengamati sekeliling, mencoba merasakan sisa-sisa emosi setelah keluarga Bella datang. Ia membaca basmalah dalam hati, memohon keberkahan untuk rumah ini.
Malam itu, sambil duduk berdua di ruang tamu ditemani teh hangat, Bella akhirnya menceritakan semuanya lebih detail. Ia sudah tidak kuat menahan air mata lagi saat mengenang kata-kata sinis dan merendahkan dari keluarganya. Tarmiji mendengarkan dengan penuh perhatian, sambil sesekali menggenggam tangan Bella untuk memberikan semangat. Ia merasakan kekesalan yang besar, tetapi ia berusaha tetap tenang demi Bella.
“Abel, kamu nggak usah ngerasa salah atau malu soal apa pun. Kamu istri Mas, dan Mas sayang kamu apa adanya. Kamu berubah itu karena kamu sendiri yang pengen jadi lebih baik, lillahi ta'ala, bukan karena paksaan siapa-siapa. Terus soal anak, itu urusan kita berdua sama Allah. Nggak usah dengerin omongan mereka. Inget deh firman Allah, Bisa jadi kamu nggak suka sesuatu padahal itu baik buat kamu, dan bisa jadi kamu suka sesuatu padahal itu buruk buat kamu. Allah yang tahu, kamu mah nggak tahu.”
Tarmiji juga mengobrol lama dengan Damar di mertuanya tentunya, ditemani suara jangkrik dan angin malam. Tarmiji mengatakan ia salut sekali dengan Ayah Damar yang kuat menghadapi ini semua dan berterima kasih karena sudah menjadi ayah yang baik untuk Bella. Ayah Damar bercerita perasaannya dan harapannya untuk Bella bahagia. Tarmiji mengangguk, “Semoga Allah selalu melindungi Ayah dan memberikan kesabaran yang tidak ada habisnya.” Obrolan itu membuat Tarmiji dan Ayah Damar semakin dekat, saling mengerti dan saling mendukung karena iman.
Beberapa hari Tarmiji di Purwokerto, mereka tidak hanya membahas masalah keluarga, tetapi juga berbagi cerita-cerita soal minggu yang telah lewat. Bella menceritakan soal murid-muridnya yang lucu-lucu, soal teman-teman guru di sekolah, serta hal-hal kecil yang ia alami sehari-hari. Tarmiji juga bercerita soal kehidupannya di Pasuruan, soal butiknya, teman-temannya, serta hal-hal yang membuatnya kangen Bella. Di sela-sela cerita, Tarmiji sering menyelipkan nasihat agama, mengingatkan Bella untuk selalu bersyukur dan menyerahkan semuanya kepada Allah.
Malam terakhir Tarmiji di Purwokerto terasa begitu berharga. Mereka menghabiskan waktu di teras belakang, menikmati udara malam yang sejuk di bawah langit bertaburan bintang. Suasana terasa lebih tenang setelah berbagai percakapan yang telah mereka lalui.
“Mas inget nggak, dulu waktu kita pertama kali ketemu langsung abis dikenalin, kita kayak awkward banget ya?” tanya Bella sambil tersenyum mengenang.
Tarmiji tertawa kecil. “Iya, sampe bingung mau ngomong apaan. Tapi dari situ Mas tahu, kamu orang baik banget dan tulus. Mas selalu doa semoga Allah kasih kita jalan yang bener.”
“Rasanya kayak balik lagi ke masa itu ya, Mas. Bisa cerita semuanya tanpa ada beban,” kata Bella.
“Iya, Sayang. Jauh emang bikin susah, tapi Mas bersyukur kita selalu nyoba buat tetep nyambung. Semoga Allah selalu jagain cinta kita,” balas Tarmiji sambil menggenggam tangan Bella makin erat.
Kemudian, percakapan mereka beralih ke masa depan. Bella kembali mengungkapkan perasaannya tentang pekerjaannya dan kerinduannya untuk tinggal bersama Tarmiji. Ia juga menyinggung tentang keinginannya untuk fokus pada rumah tangga dan kemungkinan program kehamilan. Kali ini, ia tidak hanya menyampaikan keinginannya tetapi juga ketakutannya tentang meninggalkan zona nyamannya di Purwokerto.
Tarmiji mendengarkan dengan sabar, memberikan dukungan dan pengertian. Ia tidak memaksa Bella untuk segera mengambil keputusan. Ia hanya ingin Bella yakin bahwa apapun pilihannya, ia akan selalu ada di sisinya.
“Itu keputusan gede banget, Sayang. Tapi kalau itu yang bikin kamu bahagia, insyaAllah Mas dukung seratus persen. Kita bisa mulai hidup baru di Pasuruan. Kamu bisa cari kerjaan baru di sana, atau kita fokus sama hal lain yang kamu suka. Yang penting, kita bisa barengan tiap hari, nggak usah jauh-jauhan dan nggak usah dengerin omongan yang nyakitin. Inget deh, Allah nggak bakal ngasih ujian di luar kemampuan umat-Nya.”
Malam itu, di bawah rembulan yang bersinar lembut, mereka tidak hanya membahas masalah dan rencana, tetapi juga berbagi mimpi-mimpi dan harapan mereka untuk masa depan. Mereka membayangkan rumah tangga yang hangat dan harmonis, suara tawa anak-anak di rumah, serta kebahagiaan sederhana yang bisa mereka nikmati bareng tiap hari. Mereka mengakhiri malam itu dengan berdoa bersama, memohon kepada Allah SWT untuk kemudahan, keberkahan, serta kebahagiaan dalam setiap langkah hidup mereka. Tarmiji berjanji akan segera kembali ke Pasuruan untuk mengurus kepindahannya, dan Bella berjanji akan menyelesaikan tanggung jawabnya di sekolah dengan baik. Babak baru hidup mereka akan segera dimulai, penuh cinta, kebersamaan, dan harapan buat masa depan yang lebih bahagia di bawah ridha Allah.
•••
-That's Why He My Man-