Loading...
Logo TinLit
Read Story - That's Why He My Man
MENU
About Us  

-That's Why He My Man-

•••

Urusan perabotan dan wangi-wangian

Kuserahkan pada s'leramu yang lebih maju

Tapi tata ruang, aku ikut pertimbangkan

Kar'na kalau nanti kita punya kesibukan

(Kita Usahakan Rumah Itu – Sal Priadi)

 

Bella menarik napas dalam-dalam saat mobil Tarmiji memasuki halaman sebuah rumah yang terasa asing namun sudah ia sebut sebagai "rumah" dalam setiap doanya. Udara Pasuruan menyambutnya dengan kehangatan yang berbeda dari Purwokerto. Tarmiji menggenggam tangannya erat, senyumnya menenangkan segala kegelisahan di hatinya. Ayah Damar telah mengantarnya dengan berat hati, namun dengan senyum tulus dan kasih restu

Begitu mereka masuk, Bella mengedarkan pandangannya. Rumah itu sederhana namun terasa hangat dan penuh cinta. Tarmiji membimbingnya menuju sebuah ruangan yang pintunya tertutup. Dengan tatapan penuh harap, lelaki itu membukanya. Bella terkesiap. Di sana, terpajang rak buku kayu yang persis seperti yang ia impikan, kokoh dan elegan, menanti untuk diisi dengan dunia-dunia yang selama ini menemaninya. Air mata haru menggenang di matanya.

“Mas,” bisiknya, tak mampu menyembunyikan getar dalam suaranya, “Mas inget semua wishlist buku-bukuku?”

Tarmiji mendekat, memeluknya dari samping. “Ya iyalah, Sayang. Semua tentang kamu, Mas inget kok. Ini tempatmu. Tempat buat kamu nyelamin dunia tanpa harus ngerasa sendirian.”

Hari-hari pertama di Pasuruan terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Bella menikmati setiap rutinitas sederhana bersama Tarmiji: sarapan bersama di meja makan, berjalan-jalan sore di sekitar rumah, hingga obrolan larut malam di teras. Ia mulai menata buku-bukunya di rak baru, setiap jilid adalah bagian dari perjalanannya menemukan diri. Di sela-sela itu, ia mulai mencari komunitas literasi di Pasuruan, menemukan beberapa teman baru yang memiliki minat yang sama.

Setelah dua minggu tinggal di Pasuruan, saat mereka duduk berdampingan setelah makan malam, Bella bersandar di bahu Tarmiji. “Mas,” katanya lembut, “aku ngerasa... lebih tenang di sini. Bukan cuma karena ada kamu, tapi karena aku punya ruang buat aku sendiri. Dulu tuh, aku kayak selalu ngerasa harus jadi kayak yang orang lain mau. Sekarang, aku mulai belajar nerima aku apa adanya.”

Tarmiji menggenggam tangannya. “Nah, itu dia, Abel. Itu yang Mas pengenin buat kamu dari dulu. Kamu tuh berhak bahagia jadi diri kamu sendiri. Semua ambisi, semua pengen maju itu bagus, tapi jangan sampe kamu kehilangan diri kamu yang sebenernya.”

Percakapan mereka sering kali mengarah pada masa depan. Keinginan untuk memiliki anak masih menjadi harapan yang mereka jaga, namun kini tanpa tekanan eksternal. Mereka sepakat untuk menjalani semuanya dengan santai, menikmati waktu berdua sambil tetap berusaha dan berdoa. Bella mulai mencari informasi tentang komunitas pendukung program kehamilan di Pasuruan, namun kali ini bukan karena tuntutan, melainkan karena keinginan tulus dari hatinya.

Tak lama kemudian, Bella mendapat kabar baik. Setelah mengirimkan beberapa lamaran kerja, ia diterima sebagai pengelola perpustakaan di sebuah sekolah swasta di Pasuruan. Pekerjaan yang sesuai dengan minatnya, memberinya ruang untuk berkembang namun juga fleksibel. Ia merasa ini adalah langkah yang tepat, bukan hanya untuk mengisi waktu, tetapi juga untuk mengaktualisasikan dirinya.

Malam itu, di teras belakang rumah, di bawah langit Pasuruan yang juga bertaburan bintang, Tarmiji dan Bella duduk berdampingan, menikmati keheningan yang penuh makna. Bella menatap langit, lalu menoleh pada Tarmiji dengan senyum tulus.

“Mas,” katanya, “kayaknya... aku mulai ngerti deh, apa artinya nyayangin diri sendiri. Bukan berarti aku sempurna, tapi aku nerima semua bagian aku, termasuk masa lalu sama kekurangan aku. Kamu sama Ayah udah bantuin aku ngeliat aku tuh beda.”

Tarmiji memeluknya erat. “Iya, Sayang. Kamu emang istimewa. Dan kamu berhak bahagia sama semua keunikan kamu.”

Setelah beberapa saat hening, Bella kembali membuka percakapan. “Mas, kamu pernah nggak sih, bayangin rumah impian kita tuh kayak gimana?”

Tarmiji tersenyum lembut. “Sering banget, Abel. Dulu, Mas mikirnya rumah gede, mewah. Tapi sekarang, setelah sama kamu, rumah impian Mas tuh sederhana aja. Yang penting ada kamu di dalamnya. Ada ruang buat kita ngobrol kayak gini, ada dapur kecil tempat kamu bikin masakan enak buat Mas, terus ... ya, ada perpustakaan mini buat kamu sama anak-anak kita nanti.”

Bella tertawa kecil. “Aku juga gitu, Mas. Dulu mikirnya rumah yang banyak pernak-perniknya. Tapi sekarang, yang penting tuh suasananya. Anget, nyaman, terus banyak cahaya matahari masuk. Sama ... punya taman kecil buat kita ngopi pagi-pagi.”

“Nah, itu dia! Kita satu pikiran kan?” kata Tarmiji sambil mencubit hidung Bella pelan. “Nanti pelan-pelan kita wujudin ya, rumah impian kita yang bener-bener 'kita' banget.”

Bella mengangguk, menyandarkan kepalanya di dada Tarmiji. “Yang penting sekarang kita udah bareng, Mas. Rumah ini udah jadi awal yang indah.”

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kebersamaan yang akhirnya menjadi kenyataan. Bella menyandarkan kepalanya di dada Tarmiji, merasakan detak jantung yang selalu menenangkannya. Ia tahu, perjalanan mencari jati diri adalah proses yang panjang, namun ia merasa telah menemukan fondasi yang kuat di dalam dirinya dan di samping lelaki yang mencintainya tanpa syarat. Di rumah baru ini, di bawah langit yang sama, hati mereka akhirnya bersemi dengan utuh. Kebahagiaan sederhana kini menjadi bagian dari keseharian mereka, bukan lagi sekadar impian di antara jarak yang membentang. Mereka siap menatap masa depan, bersama, dengan hati yang lebih memahami dan mencintai diri sendiri dan satu sama lain.

•••

-That's Why He My Man-

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Spektrum Amalia
728      493     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
Liontin Semanggi
1399      865     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Manusia Air Mata
970      594     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Di Bawah Langit Bumi
2349      911     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Rumah Tanpa Dede
128      83     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Imajinasi si Anak Tengah
1930      1133     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Langit Tak Selalu Biru
68      58     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Maju Terus Pantang Kurus
882      580     2     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
GEANDRA
400      315     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
Rumah?
54      52     1     
Inspirational
Oliv, anak perempuan yang tumbuh dengan banyak tuntutan dari orangtuanya. Selain itu, ia juga mempunyai masalah besar yang belum selesai. Hingga saat ini, ia masih mencari arti dari kata rumah.