-That's Why He My Man-
•••
You didn't love when you had me
But now you need me so badly
You can't be serious
That's hilarious
Thinkin' I would still want you
After the things you put me through
Yeah, you're delirious
That's hilarious
(That’s Hilarious – Charlie Puth)
“SPMB tahun ini kacau, saya bahkan malu mengakui ke yayasan kalau target kita nggak terpenuhi.”
Bulan Juli datang dengan cepat, liburan telah selesai dan inilah waktu yang tepat bagi Bu Tari mulai mengeluarkan semua hal yang tidak sesuai baginya dari semester lalu. Bella tidak mampu mengatakan apapun. Ia terlampau lelah usai menghadapi masalah pribadinya. Seri yang menghiasi wajahnya bahkan seolah memudar, Bella hidup namun raganya seolah mati.
Bella berdiri tegak di hadapan meja Bu Tari, merasakan aura dingin dan tuntutan yang selalu terpancar dari atasannya. Bu Tari menatapnya dengan tatapan yang sulit dibaca, namun Bella bisa merasakan kekecewaan dan kemarahan yang tertahan.
“Bu Bella, lihat berapa angkanya? Seratus! Hanya seratus siswa yang mendaftar ke sekolah kita! Apa Bu Bella nggak sadar betapa memalukannya angka ini? Saya sudah mempertaruhkan reputasi saya di hadapan yayasan! Saya menjanjikan dua ratus siswa. Sebuah target yang seharusnya mudah dicapai oleh tim yang kompeten,” ucap Bu Tari dengan nada datar namun menusuk.
“Saya memahami kekecewaan, Ibu,” jawab Bella berusaha tidak terpancing oleh apa yang diucapkan oleh Bu Tari, yang terdengar merendahkan timnya. “Panitia SPMB juga sudah bekerja sesuai prosedur yang ditetapkan, Bu,” lanjutnya.
“Prosedur? Prosedur macam apa yang tidak menghasilkan siswa, Bu Bella? Prosedur yang tidak menghasilkan maksudnya? Ini hasil yang berbicara, dan hasilnya nol besar. Sekolah ini bukan sekolah pilihan terakhir jika kalian semua bekerja dengan benar! Ini adalah kegagalan kolektif, dan sebagai Waka Kesiswaan, Bu Bella memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini. Bu Bell sadar atau tidak?” cecar Bu Tari.
“Saya akan coba analisis kesalahan kami, Bu. Kami akan coba cari cara untuk memperbaiki hal ini, Bu,” kata Bella berusaha tetap tenang.
Emosi Bu Tari masih belum bisa Bella reda, perempuan itu sudah sangat pusing berada di ruangan ini. “Saya butuh hasil, Bu Bella! Saya nggak butuh cara-cara perbaikan yang cuma tertulis rapi di kertas! Yayasan tidak peduli dengan alasan atau analisis kalian. Mereka melihat angka dan angka kita ini sangat buruk. Saya merasa dipermalukan. Kalian semua membuat saya terlihat tidak kompeten!” bentaknya.
Mendadak Bella agak sedikit lega ketika mengingat ruangan Bu Tari memang cukup kedap suara. Ia tidak ingin ada orang lain yang mendengar kemarahan Bu Tari ini, terutama rekan kerjanya. Mereka semua sudah berusaha keras mencari siswa. Sebagai ketua tim, Bella sejujurnya sudah sangat berterimakasih dan sangat terbantu dengan timnya.
“Jika Bu Tari memberikan izin, saya siap membantu Ibu dalam menyusun laporan kepada yayasan. Kita bisa menyampaikan data yang ada dan rencana tidak lanjut yang realistis,” kata Bella
Bu Tari menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak terbawa emosi namun tatapannya makin menghujam Bella. “Rencana tindak lanjut? Itu urusan kalian! Yang terpenting sekarang adalah bagaimana saya menjelaskan kegagalan ini. Saya sudah membuat janji! Janji harus ditepati! Apa kalian mengerti arti sebuah komitmen? Atau kalian hanya tau cara membuat alasan?”
“Saya mengerti arti komitmen, Bu. Saya juga berusaha sebisa mungkin melaksanakan tugas yang sudah diamanahkan ke saya dengan rasa tanggung jawab,” jawab Bella tegas, berusaha untuk tidak gentar.
“Tanggung jawab? Tanggung jawab adalah memastikan target tercapai, Bu! Bukan sekadar membuat laporan! Saya tidak peduli dengan masalah pribadi kalian di luar sana. Di sekolah ini, yang penting adalah kinerja dan hasil! Kegagalan ini tidak bisa ditoleransi. Pertemuan dengan yayasan akan diadakan awal minggu depan. Pastikan kalian semua sudah menyiapkan pembelaan yang masuk akal. Jangan sampai saya terlihat bodoh di hadapan mereka karena ketidakbecusan kalian. Silahkan Bu Bella keluar dari ruangan saya. Tapi ingat, reputasi sekolah dan posisi saya ada di tangan kalian. Jangan sampai kalian mengecewakan saya lagi.”
Bella mengangguk pelan, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Kata-kata Bu Tari terasa seperti cambuk yang menghantam mentalnya yang sedang rapuh. Ia berbalik dan meninggalkan ruangan kepala sekolah, membawa serta luka hati pribadi dan tekanan besar dari atasan yang tidak pernah puas. Di balik wajahnya yang berusaha tetap tegar, Bella merasakan amarah dan frustrasi yang tertahan, namun ia tahu, ia harus tetap profesional demi sekolah dan demi dirinya sendiri.
Ruang guru nampak sepi saat Bella kembali dari ruang kepala sekolah. Guru lain sepertinya masih berada di kelas masing-masing. Bella menghela napasnya lelah, sudah hampir tiga minggu ia putus dengan Rakha. Hidup Bella tidak ada ubahnya, semua nampak biasa saja. Hanya saja isi pikiran dan hati Bella mampu tertata kembali usai dibuat porak poranda.
Bella menarik napas dan menghembuskannya lagi perlahan-lahan. Perempuan itu memilih untuk keluar dan masuk ke dalam ruangannya sendiri. Ruangan yang terletak paling belakang di sebelah taman sekolah dan menjadi satu dengan laboratorium IPA. Ini adalah ruangan Waka Kesiswaan sejak dirinya menjabat di sini. Namun ia jarang sekali menempatinya kecuali jika sedang melaksanakan praktikum, selain itu ia akan menempati mejanya di ruang guru.
Mendadak ruangan ini jadi tempat tersepi yang Bella sukai. Sejenak ia menemukan ketenangan diantara riuhnya suara anak-anak di dalam kelas yang berada di gedung utama. Perempuan itu terduduk di bangku koridor, menatap taman yang masih bersih. Pandangannya menerawang jauh ke belakang, mengingat momen-momen di mana ia dan Rakha masih bersama.
Tidak ada momen indah yang bisa ia kenang karena Rakha lebih sering membuatnya kecewa. Ia tertawa lirih, menertawakan dirinya yang menghabiskan bertahun-tahun waktunya untuk mempertahankan kisah cinta yang tak seberapa berharganya ini. Di saat Bella sudah mulai menerima semua yang Rakha lakukan, lelaki itu justru kembali berulah. Bella tersenyum pedih menyadari salah satu alasan terkuat mengapa dirinya selalu disembunyikan oleh Rakha, karena ada perempuan lain yang harus Rakha jaga perasaannya.
“Kamu kenapa nggak pernah post aku, Kha?” tanya Bella saat sedang melakukan panggilan video dengan Rakha.
“Kamu kan mahasiswa, Sayang. Masa kamu nggak tau aturan pendidikan siswa bintara, kamu kan juga kuliah jurusan pendidikan,” jawab Rakha yang sama sekali tidak memuaskan rasa penasaran Bella.
Rakha definisi lelaki yang terlalu private kehidupannya. Rakha tidak suka memposting tentang kehidupannya sedikitpun. Sosial medianya saja kosong, Bella bahkan hampir kesulitan mencari tahu tentang mantan pacarnya itu.
Bella cukup aktif bermain sosial media, postingan story-nya juga cukup menandakan dia termasuk perempuan yang aktif berorganisasi. Tak jarang ia juga menunjukkan dirinya yang terlihat sudah memiliki pasangan. Beberapa kali memposting chat, riwayat telepon dan potret Rakha yang meski tak terlihat wajahnya.
“Aku nggak mau kena masalah ketika masih pendidikan gini, Sayang. Jadi, aku pengin kamu ngerti, kalo aku nggak post kamu itu bukan berarti nggak sayang ke kamu. Lagian buat apa sih hubungan diumbar sana-sini, nanti malah banyak yang iri ke kamu kalo kamu punya pacar abdi negara,” tutur Rakha dan Bella mencoba mengerti hal tersebut. Perempuan itu berhenti menunjukkan hubungannya dan memilih untuk tidak memposting apapun terkait mantan pacarnya.
“Aku penginnya nikah umur 27,” ucap Bella. Awalnya ia hanya mengatakan hal tersebut tanpa tujuan apapun, namun melihat bagaimana Rakha terhadapnya, Bella pikir tidak salah baginya untuk membahas hal tersebut. Ia pikir, ini akan jadi pertama dan terakhir kalinya ia punya pasangan.
“Aman, Sayang. Pas kamu umur 27 aku udah kelar pendidikan. Umur kamu juga udah cukup banget buat punya anak. Aku pengin punya 4 anak. Duh jadi gemes bayanginnya, kita gas pengajuan nikah waktu umur kamu 25 aja gimana? Sekarang kamu cari tau aja dulu syarat pengajuan nikah sama abdi negara apa aja. Kalo udah tau kan kamu jadi bisa siapin semua berkasnya,” tanggap Rakha dengan semangat meskipun saat itu, hubungannya baru berumur 1 tahun.
Bella saat itu hanya tertawa mendengar celoteh Rakha. Diumurnya yang ke 21 tahun, usai ia kehilangan sang papa, ia bahkan meragukan dirinya yang akan menikah. Itulah salah satu alasannya mematok umur yang cukup jauh.
“Aku sih maunya kamu nggak usah kerja. Kamu di rumah aja gitu. Beres-beres, ngurus anak dan suami, ngurus rumah juga. Kalo kamu kerja, nanti waktu kamu sama anak pasti jadi berkurang dan anakku jadi kurang kasih sayang. Aku nggak mau anakku kekurangan kasih sayang. Lagian buat apa sih kamu kerja? Uang aku pasti cukup kok buat nafkahin kamu selama kamu nggak boros makenya.” Itu jawaban Rakha di tahun kedua hubungan mereka, ketika Bella bertanya apakah dirinya masih boleh bekerja setelah menikah.
Semakin Bella menanyakan hal-hal terkait dengan pernikahan, Rakha semakin terlihat malas untuk membalasnya. Kadang lelaki itu bahkan hanya membaca pesannya tanpa ada balasan apapun. Kemudian ia akan offline cukup lama, ketika kembali online topik obrolan mereka akan berganti.
“Sayang, semangat! Semoga seminar proposal kamu lancar, ya! Maaf aku nggak bisa dateng dan liat kamu. Tapi aku janji bakal dateng ke sidang dan wisuda kamu!” Di tahun ketiga, Rakha menjanjikan sebuah pertemuan yang sama sekali tak pernah ia wujudkan. “Aku capek, banyak kerjaan. Kamu paham nggak sih, sayang? Aku bukannya nggak mau dateng, tapi aku juga harus flight ke Makassar karena kemungkinan bakal ikut abangku pindah tugas ke sana. Lagian kamu tuh harusnya udah tau segimana ribetnya ngurus perijinan ke pusat buat dateng ke acara kayak gitu doang,” jelas Rakha ketika Bella menanyakan tentang kepastian kedatangan lelaki itu di acara wisudanya. Bella bahkan masih bisa tersenyum dan mengutarakan kata maaf karena sudah menambah beban pikiran Rakha. Perempuan itu tak marah, ia masih bersabar dan mengerti jika Rakha juga pasti lelah menjalani pendidikannya.
“Sayang, kayaknya aku nggak bisa ngabarin kamu untuk satu minggu ke depan. Wifi di pos lagi mati, aku juga nggak ada uang buat beli kuota. Eh tapi kalo kamu beliin ya aku bisa tetep ngabarin sih.” Di tahun keempat Rakha mulai sering menghilang dan Bella dengan naifnya selalu memberikan uang untuk memenuhi kebutuhan Rakha. Di tahun itu juga, Bella mengetahui Rakha telah menjalin hubungan dengan seorang perempuan di belakangnya.
“Sayang, aku udah tau kalau hubunganku sama Bea pasti bakal ketauan sama kamu. Tapi jujur, aku sekarang cuma bisa fokus ke kamu. Aku udah nggak mikirin Bea, karena yang aku pikirin cuma kamu. Aku sama Bea udah selesai.”
Meski Rakha bilang dirinya sudah mengakhiri hubungan dengan perempuan bernama Beatari itu, Bella masih merasa tidak percaya. 2 tahun belakangan saat mereka kembali bersama, justru jadi awal mula Bella semakin habis-habisan dalam bekerja. Rakha keluar dari pendidikannya dengan alasan orang tuanya sudah tidak mampu membiayai pendidikannya itu. Lelaki itu akhirnya bekerja serabutan, berpindah dari satu PT ke PT lainnya. Namun tidak pernah sekalipun uang gajinya ia pegang. Semua uang itu lari ke tangan orang tuanya; membayar biaya pendidikan kedua adiknya, membayar kebutuhan sehari-hari dan membayar hutang. Bella rasanya sampai kesulitan bernapas, ia bekerja untuk dirinya, untuk orang tuanya dan untuk Rakha.
“Sayang, kata ibuku kamu tuh cantik bangettt. Terus kata ibu, ibu pengin punya menantu yang bisa diajak masak di dapur. Oh iya, aku suka makanan yang agak ribet sih bikinnya, kayak soto, bakso, terus makanan yang emang agak lama proses masaknya. Gimana kalo kamu belajar masak semua makanan kesukaan aku? Aku percaya kamu pasti bisa masak yang enak-enak kayak masakan ibuku atau kamu besok belajar masak sama ibuku aja. Aku janji, kita bakal nikah secepetnya.” Di tahun kelima, Rakha masih mengutarakan janji-janji manis itu, namun Bella tidak lagi berbunga-bunga ketika mendengarnya. Ia sudah terbiasa dibuat kesepian dalam hubungannya selama ini, janji manis Rakha hanya Bella anggap sebuah isapan jempol semata. Rakha masih menjanjikan pernikahan impian Bella yang bahkan perempuan itu sendiri sudah menguburnya.
“Sayang, bentar lagi umur kamu 27, tapi aku belum punya apa-apa buat nikah sama kamu. Tapi aku usahain kita bisa nikah tahun ini, ya.” Begitu kata Rakha. Meski pada akhirnya Rakha tidak memenuhi janji tersebut, Bella tidak masalah. Perempuan itu mungkin marah, namun ia juga bersyukur karena tidak menikah dengan lelaki tukang selingkuh dan patriarki seperti Rakha.
Bella masih terus termenung sampai sebuah suara meruntuhkan keheningan yang menyelimuti dirinya. “Bu Bella!” seru seorang anak laki-laki sambil melambaikan tangan.
“Ibuuu!” sahut anak perempuan lainnya dengan senyum lebar.
“Ayo sini, Bu! Main ayunan sama kita!” ajak seorang anak yang sudah duduk di salah satu ayunan.
“Bu Bellaaa! Siniii, Bu!” Mereka anak-anak kelas 7 yang tengah bermain di taman. Bella tersenyum tipis menatap mereka yang masih bisa tertawa lepas tanpa beban. Perempuan itu hanya melambaikan tangan tanpa ada niatan untuk beranjak dari duduknya.
Bella menghela napas pelan. Perempuan itu merogoh saku batiknya dan mengecek ponsel. Tak ada lagi notifikasi yang ia bedakan suaranya, semua sama karena dirinya kini sendiri. Notifikasi dari grup yang berisi rekan kerjanya itu berbunyi, Humaira mengajak membeli makan siang. Hidup Bella sudah lelah dengan aktivitas kerjanya, kehilangan seorang Rakha ternyata tidak membuat dirinya porak poranda tak bersisa. Ketiadaan Rakha hanya menjadi pelengkap tutupnya sebuah ruang yang memang sudah sejak lama berdebu di dalam hatinya.
Ting!
@rkha_abdngr started following you
@rkha_abdngr want to sent you a message
Rakha Abdinegoro
Aku kangen sama kamu. Aku nggak bisa kalo nggak ada kamu, sayang
Aku butuh kamu sayang
Maafin aku, kita balik ya?
Aku cinta banget sama kamu
Bella membaca serentetan kalimat yang tidak lagi membuatnya berbunga-bunga. Perempuan itu tanpa pikir panjang langsung memblokir akun milik Rakha. Ia tertawa pelan, merasa lucu dengan tingkah Rakha. Dulu saat masih menjadi pacar, Rakha jarang sekali mengatakan bahwa lelaki itu mencintai dirinya. Ungkapan cinta itu seolah jadi hal terberat yang harus Rakha ucapkan. Sekarang ketika hubungannya sudah berakhir, Rakha justru mengungkapkan kalimat tersebut.
Semuanya sudah terlambat bagi Rakha. Lelaki itu takkan dapat kesempatan untuk yang kesekian kalinya. Bella sudah lelah, ia ingin beristirahat dari lelahnya hubungan. Bella ingin menata kembali dirinya, hidupnya yang baru.
•••
-That's Why He My Man-