πππ
Teruslah tersenyum, karena aku yakin kebahagiaan selalu kita dapatkan. Meskipun demikian, terkadang harus merasakan sebuah sakit sekaligus air mata. Akan tetapi, kita harus yakin semua akan indah pada waktunya. Terlebih lagi, jika kita sudah melakukan segala hal sebaik mungkin.
πππ
Sebenarnya dia siapa, ya?
Razel penasaran, kenapa orang itu seperti tahu apa yang dirasa serta dilakukan. Bahkan terkadang ada hal yang tidak pernah diceritakan pada orang terdekatnya. Namun, sosok Manito itu mengetahuinya tanpa ia harus katakan.
"Kak... Buruan, ini udah bikin pegal lho." Sera mulai menarik tangan Razel menuju mobil. Karena, kondisi sudah semakin mendung. Tentu saja, mereka akan terjebak hujan di jalan.
Razel mengikuti langkah Sera, seraya sedikit melupakan hal yang berhubungan dengan sosok Manito. Lantaran, ia tidak perlu memikirkan hal-hal yang mungkin belum dibutuhkan. Mungkin, seiring berjalannya waktu semua akan terungkap dengan sendirinya.
Waktu perjalanan pulang ke rumah Razel dari sekolah tidaklah lama. Sehingga, sekarang Razel serta Sera sudah berada di rumahnya. Kemudian, masuk untuk membersihkan diri serta beristirahat.
Orang tua Razel dan Sera memang sibuk bekerja. Membuat anak-anaknya sering merasa kesepian. Meskipun demikian, mereka tidak kekurangan harta benda. Akan tetapi, sebenarnya sedikit kekurangan sayang. Terkadang, itulah yang membuat Razel maupun Sera tidak suka berada di rumah. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di sekolah. Namun, sejak kejadian kecelakaan yang dialami Razel semuanya sedikit berubah. Perlahan-lahan, Mama mereka mulai bisa meluangkan waktu setiap akhir pekan.
Entah kenapa, Razel merasa ada yang aneh pada orang tuanya. Karena keduanya jarang berkomunikasi satu sama lain. Namun, ia bersyukur hubungan orang tuanya terlihat harmonis.
"Kak, nanti kita ajak Libby jalan-jalan ke mall, yuk. Suntuk kan kalo cuma di rumah. Dan, kalau di luar rumah mungkin bakalan lebih seru." Sera memberikan ide pada Razel. Tahu, kakaknya jarang sekali menolak permintaannya. Tak hanya itu, jalan menikmati keadaan sekitar bisa membuat pikiran lebih segar.
Razel mengangguk sambil menyinggingkan senyum. Sepertinya, tidak ada salahnya berjalan-jalan menikmati waktu luang. Daripada saja berdiam diri di rumah yang terlihat sangat sepi. "Oke. Nanti kalo mau pergi kasih tau aja ya. Sekarang gue mau istirahat dulu."
"Oke, siap, Kak." Sera tersenyum sambil melakukan gaya hormat. Terlihat sangat bahagia, keinginannya dipenuhi oleh Razel. Kakaknya.
Razel tersenyum, merasa bahagia melihat senyuman adiknya sangat senang. Itu menjadi semangat dalam hidupnya. Berusaha akan selalu bisa membuat semua orang yang disayangi bahagia.
πππ
Kini, Sera serta Razel sudah sampai di depan rumah Libby. Sedang menunggu kedatangan Libby, yang sepertinya masih meminta izin pada orang tuanya. Meskipun sedikit lama, tidak masalah bagi Sera maupun Razel. Sebenarnya, keduanya sempat ingin memintakan izin kepada orang tua Libby. Agar, terkesan lebih sopan dilakukan. Akan tetapi, gadis itu menolak secara halus. Merasa bisa menangani dengan baik mengenai izin orang tuanya.
"Kok agak lama, ya, Kak? Jangan-jangan Libby nggak dibolehin pergi sama kita." Sera merasa khawatir, tapi ia yakin sahabatnya bisa mendapatkan izin. Meskipun, harus membutuhkan waktu beberapa menit.
Pandangan Razel beralih ke arah rumah Libby, yang belum ada tanda sahabat Sera akan keluar. Pun, ia merasa sedikit mengkhawatirkan kondisi Libby. Namun, ia tidak mau terlalu berpikiran negatif. Lantaran, mungkin masih membutuhkan waktu untuk menunggu.
Berbeda di sisi lain, Libby berusaha mengobrol sembari meminta izin pada orang tuanya. Walaupun, tidak akan terlalu berjalan baik saat melakukannya. Namun, ia akan berusaha sebaik mungkin.
"Aku izin mau pergi sama teman ke mall, Pah. Cuma bentar, nggak akan sampai malam." Libby mengatakan itu sembari sudah rapi menenteng tas kecil.
Bimo mengalihkan pandangan ke arah Libby. Anaknya. "Mau ngapain pergi jam segini? Udah malam, mending belajar aja di rumah. Lagipula, ke mall bisa besok siang."
Libby menghela napas, berusaha tetap sabar menghadapi sikap Papanya yang terkadang terlalu khawatir serta keras padanya. "Pah... Aku cuma pergi bentar buat beli buku, kok. Tadi, udah belajar sebentar. Lumayan, materi yang ku pelajarin udah masuk ke kepala."
"Harusnya kamu tetap di rumah, belajar lebih giat lagi biar kayak Yumika. Nggak malu-maluin Papa lagi." Perkataan Bimo, tanpa diduga membuat Libby merasa kesal. Sering dibandingkan dengan sosok saudari tirinya.
"Aku beli buku pelajaran, Pah. Nggak akan macam-macam juga. Biasanya Papa juga nggak peduli apapun yang aku lakuin. Semenjak Mama meninggal, Papa jarang nanya keadaanku. Jadi, sekarang aku izin bentar buat ke mall. Itu harusnya nggak masalah, kan?" Libby mulai sedikit meluapkan apa yang selama ini dirasakan serta pendam. Sering disalahkan menjadi penyebab kepergian Mamanya. Membuat Libby sering merasa bersalah serta depresi tanpa sepengetahuan orang lain. Walaupun, beberapa keluarga terdekat tahu. Akan tetapi, tidak dengan sosok Bimo, Papanya sendiri. Lelaki paruh baya itu, terkesan selalu tak acuh pada Libby. Bahkan, terus menerus menyalahkan anaknya sendiri atas kepergian istrinya.
"Anak tidak tahu diuntung, harusnya kamu nurut perkataan Papa. Biar, Papa nggak selalu emosi berhadapan dengan kamu. Dasar anak--" Bimo terlihat tersulut emosi.
"Aku tahu kok, Pah. Lagipula, aku nggak sepintar, baik, dan penurut kayak Yumika. Soalnya, aku bukan anak kecil lagi yang gampang disalahkan atau kambing hitamkan. Itu bikin aku nggak bisa hidup tenang, Pah. Aku butuh hidup lebih baik. Nggak harus dalam tuduhan yang bukan merupakan salahku. Padahal, itu udah takdir tidak bisa disalahkan." Libby kini tidak mau selalu disalahkan. Serta, terlihat lemah dalam menghadapi segala tuduhan tidak berdasar padanya.
"Udah, Mas. Mungkin, Libby butuh waktu menikmati masa mudanya. Lagian, dia udah bilang cuma mau pergi sebentar ke mall bareng temannya." Mawar berusaha menenangkan serta suaminya. Agar, lelaki itu memberi izin Libby pergi ke mall.
"Tetap aja, lebih di rumah belajar. Biar, nilai dia makin naik itu akan membuat kita bangga." Bimo masih tidak bisa memberikan izin pada Libby. "Kamu lihat, Yumika selalu menuruti keinginan kita dan terbukti prestasinya selalu bagus. Berbeda,--"
"Mereka berdua berbeda, Mas. Tidak perlu selalu dibandingkan satu sama lain. Akan lebih baik, Mas bisa dukung apapun yang dilakuin anak-anak kita. Jadi, izinin aja Libby pergi ke mall buat beli buku, ya?" Mawar terus memberi penjelasan sekaligus pengertian pada Bimo, suaminya.
Bimo menghela napas, mulai paham dengan apa yang dikatakan oleh Mawar. Kemudian, beralih menatap Libby. Anaknya. "Oke. Papa izinin kamu pergi, tapi--"
Tak mau memperpanjang perdebatan, Libby melangkah meninggalkan rumah itu. Meskipun, mendapatkan izin seperti terpaksa dari Papanya. Akan tetapi, ia pergi bukan untuk melakukan hal buruk. Ia hanya ingin sedikit menghilangkan rasa stres-nya.
Dasar wanita ular, muka dua, dan penuh kemunafikan. Pantas saja, Papa selalu ketipu sama wanita itu. Soalnya, perkataan dari mulutnya manis banget. Padahal, aslinya sangat berbisa.
Kini, Libby sudah keluar dari rumahnya. Sembari melangkah menuju mobil Razel yang sudah terparkir di depan rumahnya.
"Maaf... Aku agak lama, ya? Jadi, kalian pasti udah nunggu dari tadi." Libby sedikit merasa tak enak pada Sera serta Razel.
Razel diam-diam memperhatikan Libby, merasa ada sesuatu dirahasiakan oleh teman adiknya itu. Akan tetapi, ia merasa bukan urusannya. Namun, merasa hal itu cukup berat ditanggung Libby. Hanya saja, gadis itu terlihat pandai menyembunyikan banyak hal.
"Kalo gitu, mending kita langsung pergi aja, Kak. Soalnya, ini udah mulai malam. Nanti, biar pulangnya tidak lebih dari jam sembilan." Sera sembari melihat jam tangan miliknya yang sudah menunjukan pukul tujuh malam.
Razel mengangguk, sambil diam-diam masih memperhatikan ekspresi wajah Libby yang terlihat sudah berubah dipenuhi senyum. Akan tetapi, ia rasa itu bisa aja hanya kamuflase.
Lima belas menit kemudian.
Mereka sudah sampai di tempat tujuan. Kini, Sera serta Libby menuju toko buku yang ingin dikunjungi. Karena, keduanya memang suka membaca. Razel hanya mengikuti langkah kedua gadis itu. Lagi pula, ia memang hanya ingin menikmati waktu luang untuk berjalan-jalan. Oleh karena itu, tidak masalah jika hanya mengekor perjalanan adiknya. Anggap saja, dia sedang menjaga Sera dan Libby.
Pun, tanpa sadar Razel tersenyum melihat kedua gadis itu terlihat sangat bahagia berada di toko buku. Seperti asik sendiri, seperti mempunyai dunia sendiri. Pun, Razel bagai ikut merasakan kebahagiaan itu.
Semoga mereka akan selalu tersenyum sekaligus tertawa bahagia. Kita semua harus selalu bisa tersenyum. Itulah yang bisa membuat hidup lebih bermakna.
Razel tahu, dalam hidup memang terkadang mengalami beberapa hal. Termasuk, merasakan pahit serta manisnya hidup. Itu sudah menjadi alur hidup manusia. Oleh karena itu, kita hanya perlu menjalani serta berusaha sebaik mungkin melakukannya. Agar, bisa mendapatkan sebuah kebahagiaan.
- Akan Dilanjutkan -