๐๐๐
Mungkin, sekarang aku masih bisa mencegahnya. Namun, ke depannya belum tentu. Akan tetapi, aku harap tidak ada hal buruk kembali terjadi. Tidak ada rasa sedih, kecewa, sekaligus sakit hati dirasakan. Aku akan selalu mengusahakan semua berakhir dengan baik.
๐๐๐
Razel masih memperhatikan Sera serta Libby. Tak mau menganggu waktu keduanya. Terlebih, baik Libby maupun Sera sangat senang menikmati waktu bersama.
"Kak, kalo gue beli beberapa novel boleh, nggak? Soalnya, banyak yang menarik perhatian, sih." Sera menghampiri Razel, sembari meminta pendapat pada kakaknya itu.
Razel terdiam, sembari memperhatikan buku-buku yang ada di tangan Sera. "Maksimal dua, ya. Lagipula, dibaca sekali juga nanti lo letakin doang novelnya."
"Iya juga, sih. Kakak tau banget, kalo gitu gue dua beli novel ini aja. Sama, mau beli buku pelajaran yang di sebelah sana. Kebetulan, emang direkomendasi sama guru. Biar, gue gampang belajarnya." Sera memberitahu Razel, apa yang mungkin akan dibelinya.
Razel mengangguk, sembari menyunggingkan senyum. "Beli aja asal itu berguna sekaligus bikin lo senang, Dek. Nanti, biar yang bayar. Libby kalo mau beli juga boleh sekalian."
Libby menyunggingkan senyum mendengar perkataan Razel. "Nggak usah, Kak. Aku bisa beli sendiri, kok. Kesini juga cuma mau beli buku pelajaran. Kalo novel, bisa beli kapan-kapan. Makasih atas tawarannya, ya."
"Padahal, nggak apa-apa kalo sekalian dibayarin Kak Razel. Mumpung dia lagi baik hati." Sera memberi saran agar Libby mau menerima tawaran Razel.
Libby kembali menyunggingkan senyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, Ser. Aku mau bayar sendiri. Jadi, sekali lagi makasih tawarannya."
Razel paham, Libby memang bukan gadis yang akan memanfaatkan kebaikan orang lain. Selain itu, Libby terlihat sangat tulus berteman dengan Sera. "Kalo gitu, habis ini kita makan malam bareng di restoran terdekat. Libby nggak boleh nolak, ya. Kali ini, gue nggak menerima penolakan dalam bentuk apapun. Gue yang traktir makan kalian berdua."
Rasanya Libby ingin kembali menolak tawaran dari Razel. Akan tetapi, kali ini sepertinya cowok itu memang tidak bisa ditolak. Sehingga, ia pikir tak ada salahnya menerima ajakan makan dari cowok itu.
Pun, Libby menganggukkan kepala menerima tawaran dari Razel. Itu membuat Sera terlihat senang. "Makasih, Kak. Maaf... Kalo malah jadi ngerepotin."
"Nggak apa-apa, kok. Iya sama-sama." Razel tersenyum, tampak bahagia karena Libby mau ikut makan bersamanya.
Beberapa menit kemudian.
Sera dan Libby sudah membayar buku yang dibeli. Kemudian, mereka berjalan menuju restoran yang tidak jauh dari toko buku. Lalu, mereka bertiga memesan makanan yang disukai.
Mereka bertiga, berbincang-bincang sembari menunggu makanan yang dipesan datang. Seusai pesanan datang, mereka menikmati makan masing-masing.
Diam-diam, Libby merasa bahagia bisa menikmati kebersamaan dengan Razel serta Sera. Sudah lama tidak mendapatkan hal yang membuatnya hatinya tersentuh. Ia harap, persahabatannya dengan Sera akan selalu baik-baik saja. Tidak ada hal buruk menyertai mereka.
"Habis ini, kita jalan-jalan sambil liat baju. Soalnya, gue pengin beli." Sera mengatakan itu disela-sela waktu makan.
Razel mengangguk, akan menuruti keinginan Sera. Tak mau membuat adiknya kecewa. Karena, melihat salah satu keluarganya tersenyum bahagia juga menjadi kebahagiaannya.
Libby menyunggingkan senyum, sembari mengangguk. Paham, bila Sera pasti tidak hanya ke beberapa tempat saja di mall. Karena, Sera tipe gadis yang tidak bisa diam.
"Tapi, jangan sampai lupa waktu, Dek. Soalnya, nanti takut kemalaman. Jam sembilan kita harus udah pulang, ya." Razel mengingatkan adiknya, agar tidak terlalu melupakan waktu yang ada. Terlebih, tahu bila mungkin Libby tidak diizinkan pulang terlalu larut. Karena, ia maupun Sera juga mendapatkan peraturan yang sama.
Sera mengacungkan jempol ke arah Razel. "Tenang aja, semua aman kok, Kak. Cuma keliling bentar, kalo ada baju yang cocok beli. Kalo nggak, ya kita pulang aja."
Libby hanya tersenyum, memperhatikan percakapan antara Sera dan Razel. Interaksi kakak beradik yang membuat Libby tersentuh. Dan, mungkin ia tidak akan membiarkan keduanya merasakan kecewa serta kesedihan. Ia akan mengusahakan orang terdekatnya bahagia. Meskipun, ia tak memiliki hubungan darah dengan Sera maupun Razel. Namun, keduanya cukup berarti dalam hidup Libby. Itu yang membuat Libby tak mau ada hal buruk terjadi pada keduanya.
Selesai makan, mereka benar-benar pergi berkeliling mall. Keluar serta masuk beberapa toko baju sesuai permintaan Sera. Tidak banyak, pakaian yang disukai oleh Sera. Sehingga, gadis itu masih mengelilingi toko untuk mendapatkan baju sesuai seleranya.
"Kayaknya, kita belum ke toko baju itu, deh." Sera menunjuk ke arah salah satu baju yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Libby menoleh ke arah toko itu, lalu tanpa sengaja matanya menemukan bayangan sepasang lelaki serta wanita yang dikenal dari kaca toko. Kemudian, beralih menatap ke arah Sera serta Razel. Ia harap, baik Razel maupun Sera tidak melihatnya. Karena, itu bisa membuat keduanya sedih.
"Hm... Mending kita beli es krim yang disitu dulu, ya. Soalnya, aku pengin beli itu dari kemarin tapi belum jadi. Terus, habis itu kita ke toko baju sebelah sana aja. Kayaknya, kemarin liat model baju bagus. Mungkin, cocok buat kamu, Ser." Libby berusaha mengalihkan perhatian, mengajak Sera serta Razel menjauh dari tempat itu. Lalu, pergi ke stand es krim dan toko baju lain.
Dengan cepat, Libby menarik tangan Sera. Agar, mereka tidak melihat sosok yang dikenal Libby. Itu demi kebaikan mereka semua.
Ngapain sih mereka harus disini. Benar-benar kayak nggak punya rasa malu.
Libby merasa kesal, harus melihat sosok yang seharusnya sadar dengan apa yang dilakukan tidaklah baik. Namun, sepertinya mereka sudah tidak memiliki perasaan. Sehingga, terang-terangan bisa ada di tempat umum seperti sekarang ini. Sungguh, sangat di luar nalarnya. Ada orang-orang seperti itu di dunia.
Sejujurnya, Razel cukup bingung sekaligus kaget dengan tingkah Libby. Terlebih, ia melihat sedikit ada kepanikan di wajah Libby. Namun, itu mungkin hanya perasaannya hanya. Sehingga, ia menghilangkan pikiran itu dari kepalanya.
Sera dengan pasrah, menuruti permintaan Libby. Kini, mereka sudah sampai di depan penjual es krim lalu membelinya. Kemudian, mereka melangkah menuju ke toko baju yang disarankan oleh Libby. Sebenarnya, Sera merasa heran dengan sikap Libby. Akan tetapi, ia mempercayai perkataan Libby.
Dan, tanpa diduga tepat pada toko baju rekomendasi Libby. Sera menemukan pakaian sesuai keinginannya. Pun, senang apa yang dikatakan Libby tidak salah. "Makasih, Bby. Ternyata, di sini memang bajunya bagus-bagus."
Libby tersenyum merasa lega, terlebih ia bisa mencegah Sera mendatangi toko pakaian yang sebelumnya ditunjuk. Karena, tak mungkin ia membiarkan Sera dan Razel melihat hal yang tidak seharusnya. Ini belum waktu yang tepat. Mengingat, bila itu akan mempengaruhi perkembangan kesehatan Razel. Sejujurnya, ia tak bermaksud jahat menunda hal yang tidak baik terungkap. Hanya saja, ia melakukan demi kebaikan semua orang. Lantaran, sebelumnya sudah terjadi hal buruk tidak terduga. Cukup membuatnya trauma. Dan, ia tak mau sampai hal itu kembali terjadi. Bahkan, semua itu masih dalam proses penyembuhan.
Maaf... Harusnya, aku nggak alihin kalian menjauh dari tempat itu biar kalian nggak ketemu mereka. Tapi, aku takut hal semakin buruk terjadi. Demi kebaikan kita semua. Aku janji, bakalan ungkapin semua pada waktu yang tepat. Sekaligus, kasih bukti akurat.
Bohong, jika Libby sekarang merasa baik-baik saja. Sejujurnya, ia ingin meledakan amarahnya dengan apa yang sempat dilihatnya tanpa sengaja. Padahal, dulu ia sudah memperingat orang-orang untuk menjauh serta mengakhiri semuanya. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak peduli. Bahkan, mereka sudah tahu risiko buruk apa yang akan terjadi. Namun, tetap menjalani hal itu. Benar-benar sudah keterlaluan.
"Aku senang kalo kamu nemu baju yang pas. Habis ini, kita langsung pulang, ya. Kebetulan udah hampir jam sembilan." Libby kembali mencari alasan yang terkesan logis. Agar, mereka bisa secepatnya pergi dari mall. Lantaran, ia tak mau sampai hal tidak terduga terjadi.
Razel menatap Libby cukup lekat. Sepertinya, ada sesuatu yang sengaja disembunyikan. Terlihat dari perubahan raut wajah sedari tidak nyaman. Namun, ia tidak bisa menebak itu karena apa. "Benar kata Libby. Ini harus pulang, biar nggak kemalaman."
Sera mengangguk, menyetujui perkataan Libby maupun Razel. Memang benar, mereka tidak bisa berlama-lama di sana. Karena, tidak diperbolehkan sampai lebih dari jam sembilan malam.
Beberapa menit kemudian.
Mereka sudah berada dalam perjalanan pulang. Tidak banyak terjadi percakapan diantara ketiga remaja itu. Sepertinya, fokus dengan pemikiran masing-masing.
"Lain kali, lo harus ikut jalan-jalan sama gue kayak gini lagi, ya, Bby? Lo mau, kan?" Sera mencoba memecah keheningan diantara mereka.
Libby tersenyum ke arah Sera. "Oke. Tapi, itu kalo nggak ngerepotin, sih."
"Nggak akan ngerepotin, kok. Lagipula, kita kan emang butuh waktu buat refreshing. Biar, nggak bosen mikirin pelajaran mulu. Iya, kan, Kak?" Sera tersenyum, sembari melirik ke arah Razel. Karena, cowok itu yang akan mengantarkan kemana pun mereka pergi.
Razel mengangguk, sembari melihat ke samping pada adiknya. Ia pasrah, karena itu memang sudah menjadi salah satu tanggung jawabnya. Selalu menjaga adiknya, selama orang tuanya bekerja.
"Tuh kan, semua aman kalo ada Kak Razel. Dia bakalan nganterin kita jalan-jalan. Bahkan, siap jadi bodyguard kita, Bby. Jadi, nggak perlu khawatir lah." Sera selalu bisa mengandalkan sosok Razel untuk menjaganya. Sehingga, tidak perlu ada rasa takut maupun khawatir.
Diam-diam, Libby menatap sekaligus memperhatikan sosok Razel cukup lekat. Ia tahu, cowok itu memang bisa diandalkan. Bahkan, mungkin bisa mengorbankan apapun demi orang terdekat.
Tanpa diduga, Razel sebenarnya sadar bila sedari tadi Libby memperhatikan dirinya. Akan tetapi, ada hal yang menarik perhatiannya. Karena, tatapan Libby seperti menandakan ada rasa kekhawatiran di dalamnya. Itu cukup membuatnya berpikir hal apa yang ada pada kepala Libby.
- To Be Continue -