πππ
Entah mengapa, seperti ada orang yang mengerti diriku lebih dalam sedari dulu. Akan tetapi, itu terlupakan oleh ingatanku. Sehingga, cukup menghantuiku sekarang. Namun, aku yakin nanti akan terungkap dengan sendirinya. Apalagi, bila itu masuk dalam hal baik. Karena, sebuah hal baik akan menemukan jalan keluar di waktu yang tepat.
πππ
Manitoπ
Kamu nggak perlu jadi orang lain. Soalnya, jadi diri sendiri lebih baik.
Oke. Terima kasih atas sarannya. Bener kata kamu seperti cara mencinta diri sendiri harus mulai dari itu.
Kalo gitu, lakukanlah sesuai apa yang kamu inginkan. Yang terpenting, itu masih dibatas wajar sekaligus bikin kamu nyaman.
Iya. Kamu juga harus semangat, ya. Meskipun, hidup memang penuh perjuangan.
Oke. Seperti itulah hidup di dunia ini. Jadi, jalani sesuai alur. Kita cuma berharap, bisa berakhir dengan indah.
Setuju banget. Kalo nggak sesuai, bisa kita ubah dengan cara yang baik.
Itulah isi pesan Razel dengan orang misterius yang sepertinya sudah terjadi sejak lama. Sebelum ia mengalami kecelakaan serta kehilangan sebagian ingatannya. Akan tetapi, terkadang orang itu mengirim pesan seperti menambahkan kode dalam chat-nya. Seakan-akan menyuruh dirinya mencari serta menemukan identitas aslinya. Selama ini, pesan itu mengatas namakan 'Manito'. Sehingga, Razel menamai kontak itu sama dengan sebutan dari aslinya.
Pun, Razel tak keberatan bisa saling bertukar pesan. Merasa bila orang itu bukan orang yang berbahaya. Sepertinya, tukar pesan sudah terjadi dari beberapa bulan lalu. Dan, Razel menerka ada sesuatu seperti sedang diungkap oleh dirinya serta Manito itu. Entah apa itu, tapi ia merasa hal yang penting. Terlihat dari beberapa chat sebelum ia mengalami kecelakaan menjurus ke arah mereka ingin melakukan pertemuan. Mungkin, itu yang membuat Razel seperti sudah mengenal Manito-nya.
Beberapa jam kemudian.
Jam pelajaran selesai, Razel memutuskan untuk datang ke pelatihan ekstrakurikuler Anggar. Karena, ia memang telah mengikuti itu dari lama. Meskipun, Papanya beberapa kali melarang dirinya. Namun, ia menyukai ekskul itu. Selain itu, ia juga masih sesekali ikut latihan basket. Walaupun, sudah tidak aktif lantaran sudah memasuki tahun akhir di sekolah itu.
Sejujurnya, Razel cukup berbakat dalam bidang anggar. Hanya saja, terhalang oleh Papanya. Sehingga, kadang ia tidak mengikuti kompetisi anggar yang ada.
Kini, Razel berdiri sembari memperhatikan beberapa siswa sedang berlatih anggar. Senyumnya terukir, sadar anggar memang terlihat sangat seru. Namun, juga sedikit berbahaya.
"Nggak mau ikut latihan juga, Kak? Kayaknya, lo udah lama nggak main. Lumayan, daripada lo cuma liatin doang dari sini." Salah satu anggota club anggar yang sudah mengenal sosok Razel dengan baik.
"Sekarang liat dulu, deh. Gue belum dibolehin banyak kegiatan sama keluarga. Tau sendiri, kecelakaan beberapa waktu lalu bikin orang tua gue takut." Razel menjelaskan apa kemauan orang tuanya. Ia rasa, perkataan keluarga tidak ada salahnya didengar serta turuti lebih dulu. Karena, ia masih dalam masa pemulihan. Bahkan, ingatannya masih belum kembali sepenuhnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Namun, ia bingung kenapa ingatan yang hilang seperti hanya kejadian yang terasa penting dalam hidupnya.
Pun, adik kelas Razel mengangguk paham. Lantaran, tahu bila Razel memang baru saja mengalami kecelakaan yang menyebabkan kehilangan ingatannya. Sehingga, harus menjalani masa hiatus dari beberapa kegiatan. Agar, kesehatannya cepat pulih seperti sedia kala.
Razel hanya menonton beberapa siswa berlatih anggar. Setelahnya, ia memutuskan untuk menghampiri adiknya yang terlihat sedang berada di ruang kesenian. Karena, Sera ikut dalam kelas tambahan melukis bersama Libby.
Razel terdiam, memperhatikan suasana dalam ruang lukis itu. Terasa sangat sepi, karena anggota ekstrakurikuler lukis itu memang butuh konsentrasi untuk mencurahkan ide dalam kanvas.
Sera tak sengaja mendapati sosok Razel. Kakaknya. Sudah berada di luar ruangan. Sehingga, ia memberi kode kepada Razel untuk menunggu beberapa menit. Pun, Razel mengangguk paham dengan apa yang diberikan oleh Sera.
Sepuluh menit kemudian.
Sera selesai mengikuti kelas tambahan melukis. Kini, ia sudah bersama dengan Razel. Sebenarnya, ia tidak terlalu memiliki bakat melukis. Namun, ia ingin mengikuti serta mendalami tentang lukisan. Sembari, melakukan itu bersama Libby. Berbeda dengan Libby, yang memang berbakat dalam seni lukis. Sepertinya, Libby memiliki bakat alami melukis. Sehingga, hampir semua lukisan hasil karyanya terlihat sangat indah.
"Sori... Nunggu lama, ya? Soalnya, emang susah sih buat bisa konsen ngikutin arahan dari kakak pelukis itu. Lagipula, gue emang terlalu berbakat ngelukis, sih." Sera terkekeh, tak merasa berkecil hati dengan kemampuannya. "Tapi, nggak apa-apa siapa tau nanti kemampuan lukis gue bisa makin bertambah. Meskipun, nyatanya tetap sama kayak dulu sampai sekarang."
"Nggak boleh gitu, Ser. Lukisan kamu udah bagus, lebih baik dari sebelumnya. Jadi, harus terus dilatih. Aku juga masih butuh banyak berlatih, sih. Makanya, ikut ekskul melukis di sekolah. Soalnya, kalo ikut les di luar bakalan mahal." Libby mengingat tidak akan bisa membayar atau dibiayai oleh orang tuanya. Apalagi, Papanya selama ini selalu membencinya. Sehingga, lebih baik mengikuti kegiatan yang tidak perlu banyak mengeluarkan biaya.
Sera mengangguk, paham bila memang biaya les di luar sekolah tergolong mahal. Itu yang membuat anak-anak malas mengikuti kelas tambahan. Meskipun, orang tua mampu membayar. Lagipula, belajar bisa dilakukan di rumah. Asal bisa berkonsentrasi serta mau serius melakukannya. Semua akan menghasilkan hal yang bermanfaat.
"Kak Razel juga sebenarnya bisa ngelukis. Hasilnya juga bagus banget, cuma nggak diterusin aja bakat lukisnya. Tapi, kayaknya kalo disuruh ngelukis sekarang masih bagus hasilnya. Dan, bisa-bisanya gue nggak punya bakat sama Kak Razel. Malah, gue nggak berbakat dalam bidang apapun." Sera sedikit berpikir dirinya tidak seperti yang lain memiliki banyak bakat.
Razel mengelus kepala adiknya dengan lembut. "Lo tuh bukan nggak berbakat, cuma malas gerak aja. Jadi, belum tau bakat lo di bidang apa. Jadi, asah kemampuan lukis lo. Nggak perlu berkecil hati. Semua butuh proses buat dapat hasil yang baik."
Libby tersenyum, melihat perlakuan Razel kepada Sera. Karena, cara cowok itu memang menenangkan sekaligus memberi pengertian pada adiknya. Terkesan bijaksana.
"Oke. Gue bakalan lakuin apa yang bisa dilakuin. Biar, nanti bakat bisa menyesuaikan." Sera tersenyum, paham apa yang dikatakan oleh Razel. Kakaknya. "Kalo gitu, mending sekarang kita langsung pulang aja, Kak. Takut nanti kesorean dikira jalan-jalan nggak jelas sama Papa. Ya, walaupun Papa juga sibuk di kantor, sih. Nggak akan liat juga beliau."
Razel mengangguk, sembari melirik ke arah jam tangan miliknya. Hari memang sudah menunjukan pukul setengah empat sore. Waktunya untuk ke rumah masing-masing.
Seperti mengerti situasi. Libby tersenyum, sembari berpamitan pulang pada Razel serta Sera. "Aku duluan, ya. Takut kesorean juga."
"Eh... Bareng kita aja, Bby. Biar--" Sera belum selesai berbicara, Libby sudah berlari meninggalkan Razel dengan Sera. Membuat, Sera menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya. Kemudian, Sera melirik ke arah Razel. "Harusnya tadi kakak juga cegah Libby pulang sendiri. Soalnya,--"
Razel merasa bingung, seraya mengerutkan kening. Sedikit tak paham dengan apa yang dibicarakan oleh Sera. "Apa, sih?"
Sera cemberut, lalu berjalan meninggalkan Razel. Merasa kesal, karena kakaknya tidak paham yang diinginkannya. "Libby tuh kalo berangkat sama pulang naik angkutan umum. Jadi, harusnya tadi kakak tawarin buat pulang bareng. Kita juga searah sama dia. Tapi... Ya udahlah. Kakak tuh nggak peka banget."
Razel mulai paham, tapi ia rasa Libby tidak akan mau menerima tawarannya. Lantaran, mungkin menganggap itu mengandung unsur rasa kasihan.
"Dek... Tunggu!" Razel mengejar Sera yang sudah berjalan mendahului dirinya. "Libby bakalan nolak ajakan kita, biasanya gitu. Mungkin, dia ngira kita kasihan sama dia yang selalu naik kendaraan umum."
"Udahlah, terserah kakak aja. Harusnya, tadi coba tawarin dulu." Sepertinya, Sera masih kesal pada Razel. Lantaran, sebenarnya ia ingin mendekatkan Razel dengan Libby. Karena, Sera rasa keduanya akan cocok satu sama lain.
Terima kasih telah menunjukan senyumanmu itu. Karena, bisa menularkan energi positif kepada orang lain. Selain itu, kamu juga merasakan energi baiknya. Jadi, tolong pertahankan sebarkan senyum dalam hidup. Semangat!
- Manito ( O ) -
Itulah pesan misterius pada aplikasi berwarna biru yang didapatkan Razel. Dan, ia merasa sedari kemarin ada kode di setiap pesannya. Seperti sekarang, ada hal yang menarik perhatiannya. Merasa diperhatikan secara diam-diam. Seakan Manito-nya selalu ada di dekatnya. Padahal, tidak ada orang yang mencurigakan terlihat olehnya.
Diam-diam, Razel memperhatikan kanan serta kirinya. Sekitarnya memang masih ada beberapa orang. Hanya saja, tidak bisa yang butuh dicurigai. Lantaran, hampir semua sedang mengobrol serta memegang ponsel satu sama lain.
Sebenarnya dia siapa, sih?
- To Be Continue -