Loading...
Logo TinLit
Read Story - Liontin Semanggi
MENU
About Us  

Ersa berniat rebahan sebentar. Sedikit meregangkan otot punggungnya yang tegang. Biasanya jam segini ia sudah berkelana di alam mimpi.

Ersa penasaran Pijar sedang membuat apa di dapur? Ia berencana mau menyusul Pijar setelah rebahan.

Tapi pikirannya malah menerawang pada segala hal yang ia peroleh, selama memantau semua aktivitas Binar.

Ternyata Binar tidak terbukti menjual cerita sedih. Orang tuanya benar-benar sudah meninggal. Dan ia memang miskin. Adiknya punya penyakit akut.

Lantas sekarang apa? Ersa juga bingung. Ia tidak punya alasan lagi untuk membenci Binar. Tapi hatinya masih menganggap Binar sebagai musuh.

Mata Ersa perlahan menutup. Mengantarkan pemuda itu dalam dunia mimpi.

***

Pijar sekarang hanya bisa tersenyum. Ia tidak marah karena Ersa malah tertidur, padahal ia sudah membuat nasi goreng.

Tidak masalah. Toh nasi gorengnya masih bisa dimakan nanti.

Pijar meletakkan nasi goreng itu di atas meja. Menutup dengan tudung saji kecil.

Pijar pun sudah mengantuk. Alih-alih menemani Binar di kamar, remaja itu lebih memilih untuk tidur dengan Ersa saja di atas karpet.

Malam ini tidak terlalu dingin. Pijar rasa ia tak perlu selimut. Ia hanya mengambil salah satu bantal yang tergeletak di atas karpet. Menyusul tidur di sebelah Ersa.

***

Binar terbangun dari tidurnya. Syukurlah, perutnya sudah tidak terlalu sakit.

Binar beranjak dari nyamannya ranjang tua itu. Penyebab ia terbangun adalah karena panggilan alam.

Binar dikejutkan dengan pemandangan tak biasa di atas karpet hijau. Binar tersenyum melihat Ersa dan Pijar tertidur bersama.

Binar memperhatikan wajah Ersa yang tampak damai. Kontras dengan muka menyebalkannya dalam kondisi sadar.

Binar terlebih dahulu memenuhi panggilan alamnya. Ketika kembali, pemuda itu megambil selimut dari kamar. Menggelar selimut itu untuk menutupi badan Ersa dan Pijar.

Binar menggeser bantal lain untuk mendekat pada Ersa dan Pijar. Walau posisi Binar tak bisa ikut sejajar ... mengingat terbatasnya ukuran karpet. Yang jelas Binar merasa harus ikut tidur di sana.

Sayangnya Binar tadi belum sempat ke minimarket lagi untuk mengambil ponsel. Jadi ia tidak bisa mengabari pemilik warung pecel tumpang, bahwa ia akan absen kerja sehari karena sakit.

Mau pinjam ponsel Pijar juga percuma. Ia tidak hafal nomor bosnya.

"Bismillah tidur nyenyak, pas bangun udah fit. Aamiin!"

Mereka terlihat seperti cosplay ikan pindang dalam reyek, karena tidur sejajar dan keruntelan.

***

Tetap saja, di antara mereka bertiga, yang bangun paling awal adalah Binar. Biasanya Binar selalu penuh semangat. Tapi sekarang, ia ingin tidur lagi.

Padahal ia sudah tidur cukup banyak. Di sekolah, minimarket, klinik, rumah. Tapi rasanya masih kurang.

Matanya terasa lengket, kepalanya berat. Binar menatap jam dinding. Sudah jam 5 pagi ternyata. Cukup lama ia ikut tidur di sini.

Seseorang yang Binar bangunkan pertama kali adalah Pijar. Ia goyangkan lengannya pelan-pelan sekali. Ia tidak boleh membangunkan adiknya terlalu keras. Tidak mau ambil risiko Pijar akan terkejut.

"Dek ... udah jam 5. Bangun, yuk. Sholat dulu."

Untung Pijar bukan tipe orang yang sulit dibangunkan.

"Jam berapa, Mas?" gumam Pijar, berusaha keras membuka matanya.

"Jam 5."

"Kok cepet banget. Perasaan barusan merem.

Binar terkekeh. "Ya kamu tidurnya dini hari. Kalau mau libur sehari boleh. Nanti minta tolong Meira kasih surat ke sekolah."

"Nggak mau. Aku udah keseringan absen." Pijar bangkit ke posisi duduk. "Mas Bin itu lho yang istirahat."

"Iya. Hari ini aku absen. Semalam udah dikasih surat dokter. Nanti biar dibawa Ersa."

"Nah, gitu dong istirahat."

"Kalian kok bisa tidur di sini?" Binar benar-benar penasaran. "Ersa kemarin nggak mau disuruh nginep. Tapi malah pules banget tidurnya."

Pijar tertawa kecil. "Dia kelaparan tadi, Mas. Aku bikinin nasi goreng. Pas aku balik, orangnya udah ngorok."

"Oalah ... kecapean pasti!"

"Mas Bin juga kenapa malah join?" Pijar awalnya tidak ngeh Binar ikut tidur bersama mereka.

Tapi ada bantal pada sisi Binar duduk. Ia mengambil kesimpulan bahwa Binar ikut tidur di sini.

"Aku kebangun, kebelet. Aku lihat kalian, ya udah ikut aja. Masa kalian di sini, aku di kasur sendiri."

"Ya kan Mas Bin lagi sakit." Pijar mulai melangkah menuju area belakang rumah.

Binar hanya tersenyum mengantarkan kepergian adiknya. Ia beralih pada Ersa. Untuk Elang, cara membangunkannya agak beda -- lebih brutal.

Binar menggoyangkan lengan Ersa dengan keras. "Sa!" Suaranya pun sedikit tinggi.

Itu pun belum berhasil membuat Ersa bangun. "Sa ... woi! Udah jam 5 lebih! Ayo bangun! Subuhan dulu! Udah telat!"

Ersa mengernyit. Namun matanya masih terpejam. "Udah telat, kan? Ya udah!"

"Heh, walau pun telat, harus tetep sholat! Buruan!"

Ersa menggeleng kasar. "Masih ngantuk!" Walau pun sudah menjawab, tapi Ersa belum sepenuhnya sadar. Makanya reaksinya agak lain.

Menciptakan senyum heran sekaligus geli seorang Binar. "Kebiasaan di rumah manja pasti, nih. Udah buruan bangun, Sa!"

Seruan itu akhirnya berhasil membuat Ersa membuka mata sepenuhnya. Kesadarannya langsung kembali penuh, setelah ingat bahwa ia masih berada di rumah Binar.

"Kenapa gue masih di sini?" Ersa langsung duduk. Menyingkirkan selimut yang menutup sebagian tubuhnya.

"Ya jelas masih di sini. Orang dibuatin nasi goreng malah tidur."

Ersa tampak frustrasi. "Duh ... bisa abis diomelin bokap!" Ersa meremas rambutnya yang sudah acak-acakan.

"Makanya sholat dulu, habis itu kabarin orang tua lo. Bilang aja terus terang. Pasti mereka ngerti kok."

Ersa langsung meraih ponselnya. Tidak menurut pada nasihat Binar untuk sholat dulu. Ia mau mengabari Damara dan Wina segera.

'Pa aku nginep di rumah teman. Dia lagi sakit, semalam aku bawa dia ke klinik. Terus aku ketiduran di rumahnya.'

Pesan itu ia salin. Kemudian ia kirimkan juga pada Wina, dengan mengganti kata awal Pa menjadi Ma.

Ersa rasanya ingin pulang sekarang. Ia sudah bingung mencari di mana tas dan kunci mobilnya. Tapi ia segera ditenangkan oleh Binar. Tahu bahwa Ersa panik. Takut dimarahi orang tuanya.

"Sa ... tenang. Mereka pasti ngerti. Toh juga udah jam segini. Kalau kamu pulang sekarang, tetap aja nanti sampai rumah udah terang. Mending sekalian sholat dulu. Sekalian mandi. Habis itu sarapan. Baru kamu pulang."

Binar merasa bersalah. Sekaligus jadi tahu, bahwa Ersa sebegitu takut pada orang tuanya. Ia tidak pernah melihat Ersa ketakutan sebelumnya.

Binar heran sebenarnya. Biasanya orang kaya memanjakan anaknya. Apa iya orang tua Ersa sebaliknya? Mereka galak, kah? Sehingga Ersa setakut ini?

***

Ersa akhirnya selesai beribadah, ia disambut wangi nasi goreng yang menggugah selera. Ia sebenarnya mau langsung pulang. Tapi tidak jadi, saking perutnya sudah kelaparan.

"Makan dulu, Mas Ersa. Udah aku panasin. Maaf kalau rasanya nggak sesuai ekspektasi."

Pijar membagi nasi gorengnya jadi 3 piring. Binar juga sudah di sana, duduk manis dengan adiknya itu.

Ersa sebenarnya agak malu, dan canggung pasti. Tapi lapar mengalahkan segalanya.

Ersa sudah tidak sabar mau makan. Walau hanya nasi goreng rumahan sederhana. Mungkin itu telurnya cuma 1. Perbandingan karbohidrat dan protein tidak seimbang.

Ia lihat Binar dan Pijar berdoa dulu sebelum makan. Ersa ikut-ikutan.

Ketika Binar dan Pijar mengambil piringnya, Ersa melakukan hal sama.

Ersa heran, ini hanya nasi goreng putihan, alias tidak pakai saos dan kecap. Bentuknya tidak menarik.

Tapi rasanya benar-benar enak. Atau hanya pengaruh kelaparan saja?

Ersa makan cepat sekali. Karena dasarnya Ersa memang buka tipe orang yang betah mengunyah. Suapannya pun besar-besar. Satu sendok penuh. Makanya isi piringnya cepat hilang.

Kebalikan dari Binar si slow eater, sekaligus small eater. Selain makan dengan lambat terlalu menghayati, Binar juga tidak bisa makan banyak.

Melihat piring Ersa yang sudah hampir kosong. Binar dengan sukarela membagi setengah isi piringnya.

"Lah, ngapain? Nggak mau makan bekas mulut lo!" kesal Ersa.

"Heh, gue kasih yang sebelah sini. Belum kena sendok bekas mulut!" Binar menjelaskan.

Ersa menatap Binar tajam. Tapi tetap ia makan juga pada akhirnya.

Pijar hanya bisa heran dengan kelakuan 2 manusia kontras di hadapannya. "Aku baru tahu Mas Bin punya teman dekat selain Mas Roy."

"Yang paling dekat memang Roy. Tapi sepertinya aku dan Ersa bisa jadi teman dekat juga." Binar terkekeh.

"Idih, ogah!" tolak Ersa mentah-mentah.

"Lah, kenapa, Sa? Lo bilang pengin punya teman. Gue mau kok jadi teman lo. Gue tahu lo orangnya baik." Binar berusaha tak peduli dengan sikap menyebalkan Ersa.

"Gue emang pengen punya teman. Tapi gue nggak mau temenan sama lo. Gue nolongin lo terpaksa."

Pijar sampai terbengong-bengong. Ia sempat mengira mereka akrab. Tapi ternyata kok begini?

"Ya udah, Mas Ersa temenan sama aku aja," celetuk Pijar.

Ersa mengangguk setuju. "Nah, kalau temenan sama Pijar mau."

Pijar langsung nyengir kuda. Sementara Binar mencebik kesal.

Ersa siap-siap pulang. Ia berhenti sejenak, memijat lehernya yang pegal. Selain karena memang lelah, ia juga tidur di atas karpet keras. Jujur ini pertama kalinya Ersa tidur tanpa kasur.

Tahu-tahu ada orang yang menempel sesuatu pada sisi leher Ersa yang pegal. Diikuti bau menyengat khas orang tua.

Ersa tahu itu bau apa. Makanya Ersa menepis. Sayangnya koyo itu sudah telanjur menempel. Binar terkekeh melihat reaksi Ersa.

"Ngapain, sih? Ogah gue pakai koyo!" Ersa berusaha melepaskan koyonya. Sayangnya susah sekali. Lengket!

"Coba dulu, lah. Jangan meremehkan koyo. Awas nanti ketagihan."

"Bodo amat!" Ersa masih berusaha melepaskan koyo itu.

***

"Nginep di rumah teman kamu yang mana?" tanya Damara yang masih sarapan. "Setahu Papa bukannya kamu nggak punya teman?"

"Punya kok. Teman dari tempat bimbel baru," jawab Ersa sok tenang.

"Rumahnya mana?"

"Rumahnya jauh. Aku nggak sempat tanya daerah mana. Juga nggak sempat baca-baca di sekitarnya. Nanti deh kalau ke sana lagi aku perjelas. Sebenarnya semalam aku juga nggak niat nginep, Pa. Aku ketiduran."

Ersa memperhatikan raut wajah ayahnya. Memastikan lelaki itu curiga atas kebohongannya atau tidak.

Ersa sebenarnya lega. Ia sudah membayangkan akan diamuk oleh Damara. Tapi ternyata tidak.

Damara memang marah saat ia datang. Tapi tidak semarah yang dibayangkan Ersa.

"Aku mau ganti seragam dulu ya, Pa. Habis itu langsung berangkat," pamit Ersa.

"Nggak sarapan dulu?"

"Udah sarapan tadi di rumah temenku."

"Ya udah. Agak cepat ... ini udah mepet jam masuk. Jangan sampai kamu terlambat. Bikin malu!"

Ersa meringis. Damara tak tahu saja, Ersa sudah pernah dihukum Pak Sastro.

***

Nyaris terlambat, Ersa langsung berlari ke kelas. Tepat sebelum ia membuka pintu kelas, bel masuk berbunyi.

Sebenarnya Ersa cukup takjub dengan efek koyo di lehernya. Ia tadi gagal melepas koyo itu. Berakhir tetap menempel di sana. Ternyata memang benar senyaman itu. Ia jadi mengerti kenapa Binar sampai ketagihan.

Cowok itu buru-buru masuk. Sebagian besar bangku di kelas sudah terisi. Teman-teman sekelasnya duduk rapi. Menunggu guru datang.

Ersa terlebih dahulu meletakkan surat dokter Binar di atas meja guru. Sebelum akhirnya duduk di bangkunya sendiri.

Ersa memimpin teman-temannya berdoa. "Berdoa menurut keyakinan masing-masing. Berdoa dimulai!"

Ersa sebenarnya sudah bosan dengan aktivitas semacam ini. Rasanya kadang ia sampa geli sendiri.

"Selesai."

Guru di depan mengucapkan salam. Kemudian mengabsen nama murid satu per satu.

Ketika menyebutkan nama Binar, tak ada yang menyahut hadir. "Ini Binar terlambat lagi pasti," gumam guru itu.

"Dia nggak masuk, Bu," sahut Ersa.

Dan seketika Ersa menjadi pusat perhatian. Tak terkecuali Roy yang paling terheran-heran.

"Binar kenapa?" tanya sang guru.

"KO, Bu. Itu surat dokternya."

Guru itu membuka amplop putih berisikan surat dokter, kemudian membacanya. "Oalah, ini tadi suratnya Binar. Semoga cepat sembuh."

Diaminkan oleh sebagian besar murid di sana.

Dan pelajaran dimulai seperti biasanya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • muymuy

    Gak di next kak?

    Comment on chapter Hari Pembagian Rapor
Similar Tags
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
2377      1037     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
Dear Vienna
395      303     0     
Romance
Hidup Chris, pelajar kelas 1 SMA yang tadinya biasa-biasa saja sekarang jadi super repot karena masuk SMA Vienna dan bertemu dengan Rena, cewek aneh dari jurusan Bahasa. Ditambah, Rena punya satu permintaan aneh yang rasanya sulit untuk dikabulkan.
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
12837      3419     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
When Magenta Write Their Destiny
6802      1906     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Sweet Seventeen
3109      1683     4     
Romance
Karianna Grizelle, mantan artis cilik yang jadi selebgram dengan followers jutaan di usia 17 tahun. Karianna harus menyeimbangkan antara sekolah dan karier. Di satu sisi, Anna ingin melewati masa remaja seperti remaja normal lainnya, tapi sang ibu sekaligus manajernya terus menyuruhnya bekerja agar bisa menjadi aktris ternama. Untung ada Ansel, sahabat sejak kecil yang selalu menemani dan membuat...
Menyulam Kenangan Dirumah Lama
2950      1000     1     
Inspirational
Sinopsis Di sebuah rumah tua yang nyaris dilupakan, kenangan-kenangan bersarang seperti debu di sudut-sudut ruang. Dina, seorang perempuan berusia tiga puluh lima tahun, kembali ke rumah masa kecilnya setelah kepergian sang ibu. Di tengah suara lantai kayu yang berderit dan aroma kayu lapuk yang khas, Dina perlahan membuka kembali kotak-kotak memori yang selama ini dia kunci rapat. Melalui benda...
Cinta Pertama Bikin Dilema
5862      1715     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Slap Me!
1660      768     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
3292      1865     1     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Kertas Remuk
349      297     0     
Non Fiction
Tata bukan perempuan istimewa. Tata nya manusia biasa yang banyak salah dalam langkah dan tindakannya. Tata hanya perempuan berjiwa rapuh yang seringkali digoda oleh bencana. Dia bernama Tata, yang tidak ingin diperjelas siapa nama lengkapnya. Dia hanya ingin kehidupan yang seimbang dan selaras sebagaimana mestinya. Tata bukan tak mampu untuk melangkah lebih maju, namun alur cerita itulah yang me...