Loading...
Logo TinLit
Read Story - Interaksi
MENU
About Us  

Seketika penatku hilang setelah bakmi masuk ke dalam mulutku. Apa aku terlalu berlebihan jika mencap bakmi buatan orang tua seniorku adalah bakmi terlezat sedunia? Sungguh, aku seperti terlahir kembali.

 

Seketika aku tersadar kala tangan seseorang menepuk kepalaku. Itu tangan Anbi yang duduk di depanku, tangannya yang lain memegang ponsel dan itu mengarah padaku. Apa yang sedang dia potret?

 

“Gue foto bakmi, keliatan enak, ‘kan?” Anbi tersenyum hingga gigi putih ratanya terpamerkan. Ia bahkan menunjukkan layar ponselnya setelah melepaskan tangannya dari kepalaku. Aku tersedak saat kulihat wajahku di layar. Memejam dengan ukiran senyum tipis seraya memangku dagu menikmati bakmi. Itu jelek.

 

“Hapus, Anbi.” Aku memintanya, hendak meraih ponsel cowok itu yang gesit menghindar. Aku sungguh malu, apalagi Anbi mengucapkan, “Nggak papa, lucu, kok.”

 

“Hapus, An. Jelek.” Aku memohon. Anbi menurut, aku terheran. Ternyata, Anbi kembali mengarahkan ponselnya padaku dan berkata, “Kalau yang tadi jelek, coba sekarang pose yang bagus.”

 

Wajahku memerah. Aku menutupinya dengan satu tangan kala tangan yang lain menutupi kamera ponsel milik Anbi yang tertawa jahat menikmati. Aku malu, apalagi anak basket lain ikut menertawakan disertai siulan.

 

“Iffaa kena omel mulu sama pelatih, Jun. Kasian.”

 

“Padahal shoot terakhir keren loh. Muji dikit tuh kayaknya nggak bisa.”

 

“Itu karena pelatih berharap banyak sama Iffaa. Dia punya potensi, makanya galak. Coba perhatiin aja ke anggota cewek lain, cuek aja tuh.”

 

Apa benar begitu? Aku jadi bertanya-tanya. Namun, omelan pelatih masih terngiang di kepalaku hingga saat ini. Tak perlu dipikirkan berlarut-larut, aku segera menghabiskan makanan yang tiada tara ini dan menenggak segelas air. Kenyang. Aku jadi mengantuk saat memangku dagu dan mendengarkan senior bercerita pengalamannya selama menjadi murid pelatih. Aku baru tahu bahwa pelatih mantan pemain nasional dan berhenti karena cedera.

 

Di luar sana hujan mengguyur jalanan, para pemilik kendaraan beroda dua menepi untuk meneduh atau mengisi perut di kedai ini. Para senior memutuskan untuk pulang karena kedai mulai dipadati dan berdesakan. Udara dingin segera menyerang kulit kakiku yang hanya mengenakan celana basket. Untungnya aku membawa hoodie hitam yang segera kukenakan, tetapi aku tak membawa payung untuk menuju halte. 

 

“Saya dikedai bakmi belakang sekolah, Pak.” Kulirik Anbi yang tengah menelepon dengan ekspresi tenang. Aku memalingkan wajah saat ia menatapku yang terpergok memerhatikannya. “Gue anterin lo pulang,” katanya.

 

“Makasih,” balasku yang kemudian menutup mulut karena menguap. Para senior yang masih dikedai, berpamitan satu persatu dan aku melambaikan tangan. Tak lama kemudian, seseorang berpakaian rapi berpayung menghampiri kami dan aku segera memandangi Anbi yang disapa, “Tuan.”

 

“Anter dulu temen saya, Pak.” Itulah perkataan Anbi dan aku hanya mengikuti langkah pria yang mengenalkan dirinya sebagai sopir pribadi. Aku jadi bertanya-tanya dalam kepala saat ditinggal sendiri di mobil. “Anbi orang kaya?”

 

Mengapa pula ia sekolah di SMA Negeri yang biasa saja? Aku menepuk tangan sekali saat tersadar akan satu hal. Jika bibi Anbi buka toko dessert di depan sekolah elit Skyline School, berarti tak dapat diragukan bahwa cowok berjaket denim yang memasuki mobil ini orang kaya. Aku mengusap tanganku tak enak hati.

 

“Nyonya berpesan ingin ditemani saat di rumah sakit malam ini.” Mobil mulai meninggalkan area. Anbi di sebelahku memasang sabuk pengaman seraya bertanya, “Papa udah pulang?”

 

“Jadwal pesawat Tuan besok pagi.”

 

Aku hanya diam mendengarkan dan merusak obrolan mereka karena suara bersinku yang besar. Anbi menertawakan dan aku menutup wajah malu. Selalu ada hal yang memalukan yang terjadi, rutukku. Kami tak banyak mengobrol hingga mobil berhenti di gang rumah, Anbi memintaku menunggu saat sopirnya keluar dengan payung.

 

“Makasih tumpangannya. Sampai besok, An.” Aku mengulas senyum dan akan turun, tetapi tertahan sabuk pengaman. Bodohnya aku. Tak habis pikir. Cowok berjaket denim itu lagi-lagi menertawakan dengan senyum menyebalkan terpasang di wajahnya. Ia bahkan mengucapkan, “Belum puas ya hari ini sama gue?”

 

Aku tak menjawabnya, lalu pergi dengan pak sopir yang mengantarku hingga gang di mana seseorang menungguku di sana. Aku tak menyangka justru Bapak yang menjemputku dan mengucapkan terima kasih pada sopir Anbi untuk mewakiliku. Padahal aku meminta Hima yang datang setelah dikabari, sehingga tiap langkah kami terasa canggung dan tak ada percakapan yang keluar.

 

Semenjak insiden hancurnya gitar, aku dan Bapak tak banyak bicara. Namun, aku tahu perasaanku bukanlah sejenis benci mendalam. Hanya menyayangkan saja. Bagaimana pun, gitar yang kusayangi itu dibelikan Bapak.

 

“Bapak dengar dari Hima kalau kamu kembali main musik.” 

 

Aku menggigit bibir, lalu kutanyakan ragu-ragu, “Bapak nggak suka?” Dan, aku menghela napas karena pria tinggi di sampingku ini tidak menjawab. Namun, beliau kembali bersuara saat di depan gerbang rumah, “Lanjutkan. Jangan berhenti.”

 

Aku mengangguk dengan perasaan yang tak menentu. Langkahku terasa ringan saat memasuki rumah yang ramai oleh obrolan di ruang televisi. Ada Hanif dan dua temannya di sana, ditemani Hima yang mencari film di televisi. Ramainya mereka terhenti sejenak saat Bapak lewat.

 

“Kak, channel YouTube punya gue masih aktif, ‘kan? Bisa minta datanya, nggak?” Aku duduk sejenak dekat kakak dan merogoh saku hoodie untuk mengambil ponsel. Ponselku tak ada setelah dicari di saku lain bahkan tas. “Jangan-jangan ketinggalan di mobil Anbi.”

 

“Telepon nomornya,” saran Hima, aku menjawab, “Nggak tau nomor Anbi.” Lalu, Hima tertawa dan meluruskan, “Nomor lo lah, Dek.”

 

Aku mengusap wajah malu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14442      2526     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Sacrifice
6797      1732     3     
Romance
Natasya, "Kamu kehilangannya karena itu memang sudah waktunya kamu mendapatkan yang lebih darinya." Alesa, "Lalu, apakah kau akan mendapatkan yang lebih dariku saat kau kehilanganku?"
Her Glamour Heels
545      381     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!
Janji-Janji Masa Depan
15707      3627     12     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
Ruang Suara
205      144     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Akselerasi, Katanya
623      350     4     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Golden Cage
504      291     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
That's Why He My Man
1064      672     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Langkah Pulang
484      341     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Lost Daddy
5302      1200     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...