Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Like Bubble Gum
MENU
About Us  

"Hai."

Sora menoleh dan mendapati sosok yang dulu sangat dekat dengannya. Sosok itu menunjukkan senyumnya hingga lesung pipinya terlihat.

"Hai," balas Sora kaku.

"Gue tahu lo pasti nonton ekskul basket latihan."

"Dan lo lebih suka futsal daripada basket, Kak. Apa sekarang lo sudah suka basket?" tanya Sora, menyiratkan pertanyaan alasan keberadaan Aksel ada di sini. Ya, sosok itu adalah Aksel.

Aksel yang dulu mendengar cerita randomnya tanpa mengeluh. Aksel yang suka mendengar musik-musik rekomendasinya. Aksel yang sering membuatkannya playlist lagu untuk ia dengar kala suasana hatinya buruk. Aksel si picky eater tapi menyukai kue lapis warna-warni yang ia buat. Aksel yang selalu menungguinya saat siaran radio.

Namun, semuanya sudah berbeda. Hari-hari Sora sekarang tidak pernah lagi terisi nama Aksel di dalamnya. Setelah naik kelas Aksel sudah di kotakan Sora dalam kenangan manisnya di kelas sepuluh dan sudah ia tinggalkan.

Tentu saja tidak mudah meninggalkan Aksel. Sora sudah terbiasa akan kehadiran Aksel ditiap harinya. Saat ia memutuskan pergi ia harus beradaptasi lagi. Saat ia memutuskan pergi maka ia harus bertahan dan tidak berbalik dan memeluk Aksel sekali lagi.

"Gue mau bicara sama lo, Ra," jawab Aksel.

Setelah memutuskan pergi Aksel tidak pernah menahannya atau sekedar menanyakan alasan. Aksel membiarkannya. Seolah-olah Aksel mengetahui semuanya, alasan Sora pergi meninggalkannya.

Mereka pernah begitu mudah menjadi akrab dan siapa sangka mereka pun bisa begitu mudah menjadi asing.

"Gue kira lo nggak mau ngomong sama gue lagi, Kak," balas Sora.

Mereka masih satu sekolah. Mereka bisa tak sengaja bertemu di mana saja entah itu kantin atau perpustakaan. Namun, setiap mereka berpapasan tidak ada satu pun kata sapaan yang terlontar.

"Gue merasa perlu, Ra. Terakhir pun lo nggak balas chat gue. Malah gue yang mengira lo nggak mau bicara lagi sama gue."

"Soal lagu itu .... "

Sekarang Sora menyesali tingkah gegabahnya yang merequest lagu Look On Down From The Bridge saat Aksel siaran. Siaran terakhir Aksel tepatnya.

"Gue senang lo mau dengerin siaran terakhir gue dan gue senang lo merequest lagu."

"Gue juga senang dulu lo selalu temenin gue siaran." Sora tersenyum tulus. Ia sangat berterima kasih kepada kakak kelasnya itu yang dulu selalu menemaninya.

"Mau ke kantin? Gue bisa saja bicara di sini, tapi terlalu berisik."

Tak enak menolak Sora pun mengiyakan. Ia berjalan bersisian dengan Aksel keluar dari Gymnasium.

Tanpa mereka berdua ketahui ada Rai yang memperhatikan kepergian mereka. Keningnya berkerut dalam. Tubuhnya terasa lebih gerah dari sebelumnya.

Belum sempat menanyakan kepadanya diri sendiri tentang reaksi tubuhnya Rai lebih dulu disenggol Davian. "Fokus, Rai!"

Rai menepuk-nepuk pipinya dan kembali menumpahkan perhatian pada sesi latihan.

🍬🍬🍬

 

Di bangku tengah kantin Sora dan Aksel duduk berhadapan. Di meja mereka sudah ada minuman teh kemasan yang tadi Aksel beli.

"Gue mau minta maaf, Ra. Permintaan maaf gue telat banget, gue tahu. Seharusnya gue minta maaf sedari awal dan nggak membiarkan lo pergi begitu saja," ucap Aksel.

Tidak ada kejelasan dalam hubungan mereka, itulah yang diyakini Sora dari lama. Disebut teman tapi mereka terlihat lebih dari itu. Disebut pacar tapi tidak ada satu pun dari mereka yang menyatakan perasaan. Namun, yang ada di antara mereka terasa spesial.

"Gue akui gue emang pengecut. Kita belum mulai tapi gue malah membiarkan lo pergi begitu saja. Gue nggak membela lo lebih keras lagi saat teman-teman menyudutkan lo. Saat lo memilih keluar dari ekskul gue pun nggak berusaha menahan lo. Padahal gue adalah orang yang menyaksikan gimana lo saat siaran, lo sangat senang dan menikmati saat siaran."

Aksel menunjukkan senyumannya yang terlihat menyedihkan di mata Sora. Lesung pipinya pun hanya samar terlihat. Sangat berbeda dengan senyum saat di gymnasium tadi atau senyum-senyum kala mereka masih bersama dulu.

"Mendengar dan melihat lo siaran secara langsung selalu berhasil bikin gue senang, Ra. Atau mungkin karena kebersamaan kita? Gue selalu senang di dekat lo. Jadi saat gue memilih membiarkan lo pergi gue tahu pilihan yang gue buat adalah pilihan bodoh."

"Kenapa kakak membuat pilihan itu?" Pandangan Sora tidak sedikit pun terlepas dari wajah rupawan Aksel. Ia ingin membaca raut wajah Aksel kala menjawab pertanyaan yang selama ini mengganjal dalam benaknya.

"Karena gue merasa bersalah. Gue nggak bisa bikin teman-teman ekskul radio percaya soal jadwal lo siaran, bahwa lo nggak memiliki hak istimewa dengan punya banyak jadwal siaran karena dekat sama gue. Gue nggak bisa menjaga lo saat beberapa teman ekskul menyudutkan lo. Terus lo pilih keluar. Gue nggak pernah berani bertanya alasan lo keluar dan gue sadar lo menjaga jarak. Gue berspekulasi sendiri kalau lo pergi karena gue, gue yang nggak bisa melindungi ataupun menjaga lo."

Hembusan napas kasar keluar dari mulut Sora. "Soal hak istimewa itu---"

"Gue nggak pernah menganak emaskan lo di ekskul Radio, Ra, meskipun kita dekat. Seperti yang pernah gue jelaskan ke anak-anak soal masalah itu, jadwal tetap lo itu saran dari pak Vidy. Terlepas dari jadwal tetap itu dan lo yang mengantikan anak-anak absen siaran kan itu juga karena mereka sendiri yang minta lo gantiin. Yah, meskipun pada akhirnya nggak semua anggota ekskul percaya sama penjelasan gue."

Sora mengangguk. Ia menepuk-nepuk punggung tangan Aksel yang ada di atas meja. Senyumnya terbit, ia merasa lega. "Gue percaya," ungkap Sora.

"Lalu kenapa lo pergi?"

"Gue nggak mau posisi lo lebih sulit lagi, Kak. Dan gue nggak mau penilaian anggota ekskul radio ke lo sebagai ketua menjadi jelek."

"Di luar ekskul kenapa lo jaga jarak?"

Pertanyaan-pertanyaan yang dulu dipendam Aksel kini semua ia tumpahkan. Ia tidak bisa selamanya berspekulasi dan mempercayai spekulasi-spekulasi yang ia buat sendiri.

"Seperti lo yang merasa bersalah, gue merasa nggak enak sama lo. Udah membuat kredibilitas lo sebagai ketua dipertanyakan."

Ternyata ini lebih rumit dari yang Sora kira. Komunikasi dirinya dan Aksel benar-benar buruk. Mereka sama-sama gemar berspekulasi sendiri dan enggan bertanya.

"Permintaan maaf gue? Gue nggak maksa lo buat maafiin gue kok, Ra."

"Gue juga minta maaf, Kak. Karena udah membuat lo berada di posisi yang sulit dan malah pergi begitu saja."

"Jadi?"

Sora menaikkan satu alisnya. "Jadi?"

Mereka tertawa bersama. Lesung pipi Aksel terlihat dalam saat tertawa. Bersama Sora semuanya menjadi menyenangkan.

"Kita bisa kayak dulu lagi, Ra?"

Karena bisa kembali memulai dari awal lagi adalah harapan Aksel.

"Kita bisa berteman," putus Sora.

Dan bagi Sora untuk menjalin hubungan lebih dari teman dengan Aksel adalah harapannya dulu. Harapan yang sudah ia pendam dalam-dalam dan tak ingin ia gali lalu keluarkan.

Berteman akan lebih mudah untuk mereka sekarang.

Aksel mengangguk, meski ada bagian dirinya yang terasa sakit. Hatinya. Sudah terlalu lama ia membiarkan Sora pergi dan tidak etis jika ia memaksa Sora kembali. "Teman?"

"Kak Aksel teman yang baik."

"Lo juga."

Sora tertawa. Tangannya menepuk-nepuk punggung tangan Aksel lagi.

"Jadi rumor itu benar ya, Ra?" tanya Aksel.

"Rumor? Rumor apa?"

"Kamu dan anggota ekskul basket. Rai Ronan."

Setelah sering pulang bareng bersama Rai, Sora jadi digosipkan ada apa-apa dengan Rai. Yuan si ketua kelas saja sampai mewawancarainya. Jangan lupakan anggota ekskul teater yang suka menggodanya. Paling parah anggota bandnya yang bersuka cita akan mendapat lagu baru karena kata mereka ia sedang berbunga-bunga karena jatuh cinta. Mereka pikir ia sama dengan Seth yang jatuh cinta dan patah hati langsung genjreng gitar dan buat lagu.

"Kami cuman teman kok, Kak," jawab Sora.

Aksel tahu Sora. Hubungan Sora dan Rai tidak sesederhana itu. Ia tahu Sora hanya belum menyadari saja.

Jika Sora menyadari perasaannya maka Aksel akan menyiapkan dirinya untuk patah yang kedua kali.

🍬🍬🍬

 

Saat ini yang Rai sadari ia tidak begitu mengenal Sora. Mendapati Sora duduk di kantin dan berbicara akrab dengan kakak kelasnya itu benar-benar menjadikan Rai merasa ia hanya salah satu orang yang sekadar mengenal Sora. Kedekatannya dengan Sora beberapa hari terakhir tidak membuatnya spesial di kehidupan gadis itu.

Seperti yang pernah dikatakan Davian padanya Sora berteman dengan siapa saja dan kadang kedekatan Sora dengan teman lawan jenisnya sering disalahpahami.

Ia dan Sora hanya teman. Tidak akan lebih dari itu. Tapi kenapa Rai merasa mulai menginginkan lebih?

Rai meremas penuh emosi botol air mineralnya yang isinya sudah tandas. Ia tidak marah pada Sora, ia hanya sebal pada dirinya sendiri.

Tak jauh darinya sekarang ada Sora yang duduk di bangku kantin bersama Aksel. Sudah berapa lama mereka bersama? Mereka seperti sedang membicarakan hal seru. Sesekali Sora tertawa dan menepuk tangan Aksel.

Rai mendesah dan buru-buru beranjak dari sana. Kesalahan besar ia pergi ke kantin untuk membeli air mineral. Lebih baik ia kehausan saja dari tadi. Air mineral yang baru ia minum tidak meredakan panas yang membakar hatinya.

Sebelum semakin membara Rai bertekad untuk memadamkan apinya. Sebelum semakin jatuh lebih baik bangkit dan lari menjauh.

[ ]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Mari Kita Menulis
3976      891     2     
Non Fiction
Ada banyak di Indonesia Pilih saja yang sekiranya cocok mau indie ataupun mayor Untuk pembayaran royalti dari penerbit ada yang beli putus ada yang sistem royalti 10 atau lebih Kalau royalti 10 itu tandanya dapat persepuluh dari harga buku yang terjual Pembayaran umumnya dilakukan 6 bulan setelah percetakan Kalau untuk penulis baru biasanya posisi tawarnya rendah belum bisa negosiasi karena b...
Nightmare
452      309     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
REWIND
14755      2116     50     
Romance
Aku yang selalu jadi figuran di kisah orang lain, juga ingin mendapat banyak cinta layaknya pemeran utama dalam ceritaku sendiri. -Anindita Hermawan, 2007-
Tumbuh Layu
597      379     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
Asa
4836      1444     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Gagal Menikah
4983      1679     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
For One More Day
500      351     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Imperfect Rotation
229      201     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Ruang Suara
272      197     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa β€˜bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
When the Music Gets Quite
114      104     0     
Romance
Senja selalu suka semua hal tentang paus biru karena pernah melihat makhluk itu di jurnal sang ibu. Ternyata, tidak hanya Senja yang menyukainya, Eris yang secara tak sengaja sering bertemu dengannya di shelter hewan terlantar dekat kos juga menyukai hal yang sama. Hanya satu yang membedakan mereka; Eris terlampau jatuh cinta dengan petikan gitar dan segala hal tentang musik. Jatuh cinta yang ...