Davian melempar botol berisi air mineral pada Rai. Mereka duduk selonjoran di lapangan basket bersama anak ekskul basket lainnya setelah selesai berlatih.
Sebulan lagi mereka ada pertandingan dan pertandingan itu tidak mereka lakukan dibawa kepimpinan Ziel lagi. Selama Ziel menjadi ketua mereka lima kali menyabet piala.
"Lo pacaran sama Sora?" tanya Davian.
Pertanyaan itu sukses membuat Rai yang lagi minum tersedak. Gila kakak kelasnya itu tidak pakai basa-basi langsung tembak.
"Judul hubungan kalian tuh apa sih love hate relationship? Dulu Sora misuh-misuh mulu setiap lo menghindar. Masih ingat banget gue Sora seneng banget waktu satu kelas sama lo, dia berambisi buat nerkam lo. Jadi ambisi Sora itu sukses besar sekarang? Lo kelihatan udah jinak sama dia," jelas Rai.
"Gue nggak pacaran sama Sora," jawab Rai.
"Pdkt?" kejar Davian.
Yang Rai tahu hubungannya dan Sora itu macan-macanan, nggak jelas memang. Salahkan saja Milo karena dialah pencetusnya.
Dan baru ini Rai ditanya mengenai kejelasan hubungannya dengan Sora. Memangnya di mata Davian ia dan Sora terlihat seperti pasangan yang lagi pdkt?
"Lo cemburu?"
Setelah pertanyaan itu keluar dari mulut Rai, ia langsung menyesal.
Tawa Davian pecah. Ternyata Rai termasuk orang-orang yang percaya dirinya dan Sora menjalani persahabatan dengan percik-percikan rasa cinta.
"Cemburu? Nggak lah. Hubungan gue sama Sora nggak kayak gitu. Gue tanya kayak gitu juga gara-gara track record percintaan Sora itu nggak jauh beda sama gue, kusut."
Rai menahan mati-matian agar tak bertanya soal Aksel. Ia sangat penasaran sama Aksel-aksel ini. Untuk tampangnya Aksel ia sudah tahu, yang membuatnya penasaran adalah hubungan laki-laki itu bersama Sora.
"Tapi sebenarnya lo ada rasa sama Sora nggak sih, Rai? Atau kalian cuman temenan aja?"
"Temen aja, Bang."
Davian mengangguk-angguk. "Sora emang berteman sama siapapun sih. Udah sering juga gue salah paham sama hubungan Sora dengan temen cowoknya, kayak sama lo gini nih. Yang buat beda lo dan Sora mengawali hubungan dari Tom and Jerry dulu, jadinya unik."
"Hubungan lo sama Sora juga sering buat orang salah paham, Bang. Rumor lo sama Sora udah bejibun."
Lagi-lagi Davian tertawa. Baginya rumor-rumor yang bertebaran itu hiburan untuknya.
π¬π¬π¬
Menemani Milo ke Gramedia bukanlah langkah yang tepat. Sahabatnya itu betah sekali di sana, memandang novel yang berjejeran di rak dengan tatapan mendamba.
Milo tak kenal lelah sama sekali. Sudah berapa banyak novel yang ia baca blurd-nya, tetapi tak kunjung membeli novel. Rai yang mengintili Milo saja capek sendiri.
"Gue baca ini!" Milo mengambil salah satu novel.
"Ya udah beli!"
Milo mengangkat bahu tidak peduli oleh Rai kesabarannya sudah diambang batas. Milo menunjuk novel yang ia bawa ke petugas dan bertanya apa novel itu sudah ada yang dibuka plastiknya. Rencana ia akan membaca singkat dulu, melihat gaya penulisnya, sebelum membelinya.
Petugas itu mengambil novel tujuan Milo yang plastiknya sudah di buka dan memberikannya pada Milo.
Rai yang tadi mengamati jadi bingung sendiri. Ia jarang sekali ke Gramedia, kali ini pun dipaksa Milo, kata sahabatnya itu mereka sudah lama nggak jalan-jalan bareng.
"Gue baca ini bentar," ucap Milo sembari menunjuk novel yang dibawanya.
"Kenapa nggak langsung lo beli?"
"Kalau gue tertarik gue bakal beli kok."
"Kudu muter-muter dulu?"
Milo memutar bola matanya, jengah sendiri dengan rengekan Rai. Ia menunjuk Rai dengan novel yang ia bawa. "Rai, denger! Sora suka baca novel sama kayak gue. Gramedia atau perpustakaan pasti ada di list tempat date yang harus dia kunjungi."
"Ha?" Sungguh Rai tidak paham maksud Milo.
"Seandainya lo kencan sama Sora dan dia ngajak lo ke perpustakaan atau Gramedia apa lo bakal ngeluh mulu kayak gini?"
"Gue nggak kencan sama Sora!"
"Heh, budek! Gue bilang seandainya!" Milo jadi gemas sendiri dengan Rai. "Tapi suatu saat nanti lo bakal kencan kok sama Sora. Pegang omongan gue."
Kerutan di dahi Rai semakin dalam. "Kenapa lo yakin banget?"
"Lo sama Sora mungkin belum sadar tapi orang-orang di sekitar kalian lihat jelas banget kalau kalian itu ada something. Kalau tiba-tiba kalian jadian pun orang-orang nggak akan kaget lagi. Dan gue sadar gue nggak perlu jadi Mak comblang buat kalian berdua, gue belum mulai aja kalian udah lengket banget."
Seminggu ini sudah ada 2 orang yang bilang hubungan Sora lebih dari teman. Davian orang pertama. Ya, Rai pun sadar ia dan Sora sekarang sering kali bersama. Sejak makan malam di rumah Sora.
Ia sering mengantar Sora pulang secara sukarela ketika Davian ada tugas kelompok atau acara dengan teman-temannya. Selama perjalanan pulang mereka mengobrol di atas motor walau Sora sering kali menanggapinya dengan 'ha' karena tidak kedengaran. Sora yang tiba-tiba budek menurut Rai sangat menggemaskan.
Mereka pernah belanja ke supermarket bareng. Awalnya Sora bilang mau belanja bulanan dan Rai ngikut saja. Mendorong troli dan melihat Sora memasukkan bahan makanan membuatnya ingat kisah cinta Bunda dan Ayah yang bersemi di supermarket. Bahkan orang tuanya itu sering sekali cooking date saat pacaran.
Setelah menikah pun Ayah bagian masak malam dan Bunda bagian membuat sarapan. Sudah makanan sehari-hari Rai mendapati ayahnya melingkarkan tangannya di pinggang Bunda saat bunda masak sarapan. Namun, Rai sangat senang melihat keharmonisan keluarganya.
"Malah ngelamun!" Milo menepuk bahu Rai keras hingga sang empu mengaduh.
"Ya udah baca sana!" Rai mendorong Milo untuk menyingkir. Ia memilih berkeliling Gramedia sendirian.
Rai mencari novel bercover cantik. Pengetahuan tentang novel sangat minim, jadi ia akan memilih cover novel yang menarik perhatiannya. Mau minta saran Milo pun gengsi. Gara-gara ucapan Milo tadi ia ingin membelikan Sora novel.
Akhirnya Rai membeli novel berjudul Nadine dan Tuan Kucing. Covernya cantik dan menurutnya judulnya juga lucu.
"Lah lo beli buku apaan? Sejak kapan lo suka baca?" cecar Milo ketika bertemu Rai di kasir, Rai sudah selesai melakukan transaksi.
"Resep masakan buat Bunda sama Ayah," bohong Rai.
Milo mengangguk-anggukkan kepalanya dengan masih menaruh curiga.
π¬π¬π¬
Sora duduk di kursi meja belajarnya sambil menopang dagu dengan telapak tangan yang menyiku di meja. Pandangannya tak lepas dari novel berjudul Nadine dan Tuan Kucing, novel pemberian Rai.
Senyum lebar terukir di wajah Sora. Tak berapa lama ia menepuk pipinya sendiri dan terkekeh. "Rai, Rai," gumamnya.
Rai memberikan novel itu saat sebelum jam pelajaran di mulai. Cowok itu langsung menaruh novel itu di atas meja Sora dan kabur. Di atas sampul novelnya ada sticky notes bertuliskan 'untuk Miss Stabilo Pink yang hobi baca. Semoga lo suka dan pelan-pelan aja halunya'.
Kedekatannya bersama Rai sangat menyenangkan buat Sora. Rai teman yang seru. Ia lega mengetahui Rai tak risi padanya.
Ingatan Sora kembali saat ia menonton Rai latihan taekwondo. Saat ia makan bersama Rai.
"Rai, tiba-tiba gue kepikiran, lo risi ya gue kayak tadi? Atau sebenarnya lo risi sama gue dari dulu! Sikap gue kelewatan, ya?" Sora menggoyangkan kedua kakinya cepat, kebiasannya ketika khawatir.
"Gue nggak merasa risi atau yang gimana-gimana sama lo, Ra. Gue juga tahu lo orangnya kayak gimana kok, nempel ke semua inang!"
"Gue benalu gitu?!"
"Bukan gitu maksud gue."
Rai memang juara memberikan jawaban-jawaban bodoh kepada Sora. Otaknya masih berfungsi kok saat di dekat dengan Sora, tapi mungkin jadi sedikit konslet aja. Otaknya pintar sekali menyesuaikan.
Apa maksudnya otak Sora konslet juga? Ia tidak bisa menjawab langsung karena nanti jawaban bodohnya akan bertambah.
"Ya, terus?!"
"Lo mudah bergaul maksud gue."
"Mudah bergaul sama menempel ke inang itu jauh sekali, Rai Ronan. Mentang-mentang anak IPA gue lo samain kayak tali putri dan tumbuhan teh-tehan, alias simbiosis parasitisme! Ya, masih okelah gue lo samain sama Ikan badut dan anemon yang simbiosis mutualisme. Lah ini?!"
"Hehe."
"Hehe," tiru Sora.
"Alih-alih risi sama lo gue malah takut lo tanya-tanya rondom dan gue kasih lo jawaban bodoh kayak tadi."
"Oh, Rai." Sora gemas sekali. Mati-matian ia tahan tangannya agar tidak menguyel-uyel pipi Rai.
Tiba-tiba muncul ide jahil. Seringai muncul di wajah Sora. Pipi Rai yang memerah akan membuat cowok itu lebih menggemaskan. "Kalau gue tanya lo mau nggak jadi pacar gue. Lo bakal jawab gimana?"
Rai membeku. Rona merah muncul di pipinya. Rai menggosok ujung hidungnya. Seringai Sora semakin lebar.
Salah satu kesenangan Sora yang Rai tahu sekarang adalah menjahilinya dan menggodanya seperti tadi. Haruskah ia membalas?
"Gue mau."
Kini giliran Sora yang membeku. Matanya mengerjap-ngerjap lucu.
"Itu salah satu contoh jawaban bodoh gue," lanjut Rai.
Tawa Sora bergema di gymnasium yang sepi. Tangannya memukul-mukul bahu Rai. Lucu sekali. Rai memberikan contoh langsung. Sekarang ia dan Rai sudah sefrekkuensi. Iya kan?
[ ]