"Lo beneran udah nembak Anya? Diterima?" tanya Sora pada Juna yang kini sedang duduk menempati bangku Anya di sebelahnya. Pemilik bangku sedang sibuk berkeliling menagih kas.
"Belum. Anya nggak kasih tanda-tanda lampu ijo. Ya, gini-gini gue takut juga ditolak. Kalau nanti Anya udah kasih lampu ijo langsung gue gas," jawab Juna.
Sora menopang dagu dengan sikunya yang bertumpu pada meja. Hubungan Juna dan Anya itu lucu, love hate relationship. Juna jahil sekali, dia sering sengaja menunggak kas cuman ingin sering-sering didatangi Anya walaupun sambil marah-marah. Tingkah Juna sangat mudah dibaca.
Biasanya Sora cuman bisa membaca novel-novel bertema love hate relationship, tetapi karena teman sekelasnya itu ia jadi bisa menyaksikan langsung. Ternyata seseru itu menyaksikan percintaan orang lain, ya meskipun percintaan kita tidak mulus-mulus amat.
"Lo sendiri gimana sama Rai? Makin lengket banget. Si Shasa udah gembar-gembor ke semua warga sekolah kalau lo ada sesuatu sama Rai. Bahkan dia bertaruh bakal nggak nyebar gosip selama setengah semester kalau dugaannya salah!"
Sora memutar bola matanya malas. Tidak kaget teman dekatnya di ekskul teater itu akan heboh tidak jelas. Shasa itu lambe turah di angkatannya. Terlepas mulut Shasa yang ember dia teman yang baik dan asik.
Namun, untungnya Shasa tidak tahu tentang kedekatannya dulu dengan Aksel. Bisa semakin runyam kalau Shasa tahu.
"Shasa bukan cenayang, meskipun cita-citanya jadi dukun. Jadi nggak semua dugaannya bisa terbukti."
"Bukannya cita-cita dia gantiin Feni Rose?"
Sora terkekeh. "Terakhir dia bilang pingin jadi dukun siapa tahu bisa ikut dating show Korea yang talentnya dukun itu loh. Nggak cuman dukun sih ada pembaca tarot juga."
"Jadi nggak bener, ya?"
"Apanya?"
"Lo sama Rai?"
"Nggak."
Juna mengangkat bahunya. "Ya, gue juga ngiranya lo ada apa-apa sama si Rai. Lo dulu-dulu suka ribut sama Rai sekarang tiba-tiba adem ayem kan aneh."
"Kita udah berdamai." Sora menoleh ke belakang di mana bangku Rai berada. Ia mengerjap saat tatapannya bertemu dengan Rai. Raut wajah cowok itu sulit diartikan.
Mereka saling pandang tanpa bersuara cukup lama. Tidak ada yang mau mengalah. Sora yang menerka-nerka ekspresi Rai yang tidak seperti biasanya. Sedang Rai menduga-duga topik pembicaraan Sora dan Juna yang sepertinya asik sekali. Ia juga pernah melihat Juna salah tingkah saat bersama Sora ketika mereka akan menjenguk Anya.
"Ra, ikut gue yuk!" Ajakan dari Yuan memutuskan aksi saling pandang Rai dan Sora.
Mata Rai masih mengikuti Sora yang beranjak dari bangkunya lalu menghampiri Yuan. Yuan mengajak Sora ikut ke ruang guru untuk mengumpulkan tugas yang tadi diberikan guru. Sora membawa seperempat buku di tangan Yuan.
"Terima kasih," ucap Yuan.
"Udah kayak sama siapa aja, Wan. Santai-santai."
Mereka berjalan beriringan keluar kelas sambil mengobrol soal kekalahan tim Yuan saat sparing futsal sama sekolah sebelah.
Bukan sekali dua kali Rai mendapati Sora membantu Yuan mengumpulkan tugas atau bantuan apa pun itu. Selama ini Rai tidak terusik akan fakta itu, tetapi kini kenapa ia merasa terganggu?
Perasaan-perasaan aneh yang tidak seperti biasanya sudah menggelayuti Rai sejak ia mendapati Sora mengobrol dengan Aksel. Seolah-olah perasaan aneh itu terpancing kepermukaan.
Rai enggan mengartikan perasaan aneh itu sebagai cemburu sebab ia tak ingin mengakui ia sudah jatuh cinta pada Sora. Pada cewek yang dulu ia jauhi.
🍬🍬🍬
"Lo marah sama gue?" tanya Sora sambil berjalan mundur di depan Rai yang menuju tempat loker.
"Nggak," jawab Rai singkat.
"Ngambek?"
"Nggak."
"Terus kenapa lo tiba-tiba menjauh lagi?"
Rai berdehem sambil menggaruk ujung hidungnya. Matanya menatap selain mata gadis di depannya. "Perasaan lo aja kali," balasnya.
Sora menyilangkan tangannya di depan dada. Dari tiga hari yang lalu tidak ada angin hujan atau pun badai tiba-tiba Rai menjaga jarak. Setiap ia menghampiri cowok itu akan mencari-cari alasan agar cepat pergi, ke toilet lah, ke ruang TU lah, sampai ke perpustakaan.
Menjaga jarak dengan Sora adalah hal yang tepat bagi Rai untuk saat ini. Ia tidak ingin perasaan tidak jelasnya pada Sora semakin menjadi-jadi. Memporak-porandakan semuanya. Pertemanannya dengan Sora baru dimulai tidak ada tempat untuk perasaan cinta atau apapun itu.
"Gue ada salah?"
"Nggak ada, Ra."
Mata Sora memicing. "Bohong!"
"Lo boleh percaya atau nggak. Terserah lo."
"Rai, kalau kita ada masalah atau ada sikap atau kata gue yang menyinggung lo, bisa kan kita omongin? Lo diem aja dan malah menjauh itu bikin gue frustasi. Gue jadi nebak-nebak alasan lo tiba-tiba kayak gini dan nebak-nebak apa yang udah gue lakuin sama lo sampai lo tersinggung."
Rai menghembuskan napas. "Nggak ada yang salah dari lo, Ra. Gue juga nggak menjauh," bohong Rai.
Sebab, yang salah itu kayaknya perasaan gue!
"Jangan jauhin gue, oke? Lo boleh negur gue kalau sikap gue keterlaluan. Seandainya lo nggak mau temenan sama gue lagi bilang-bilang juga, ya." Sora tersenyum walau tak selepas biasanya. Ia menepuk bahu Rai singkat, lalu berbalik pergi meninggalkan Rai.
Berkali-kali Sora menghembuskan napas kasar.
Kok sakit ya hati gue? Udah kayak orang baru putusan aja.
Saat menaiki tangga lantai tiga di mana ruang latihan teater berada bahu Sora di rangkul seseorang. "Jangan bubaran dulu! Gue belum siap bungkam mulut gue sendiri," ucap Shasa.
"Bubaran apa sih, Sa?"
"Itu loh sama si Rai. Tadi gue ada di belakang Rai agak jauh dikit sih tapi masih denger obrolan kalian. Dia jauhin lo?"
Sora mengangkat bahu malas. "Nggak tahu. Kata dia nggak."
"Sedih ya, Ra?"
"Bingung."
"Itu yang dirasakan Kak Aksel dulu, Ra."
"Ha?" Sora menoleh sepenuh pada Shasa.
"Gue tahu ya masalah lo sampai keluar ekskul Radio. Dan gue nggak buta lihat kedekatan lo sama Kak Aksel."
Baru tiga hari yang lalu saat ia mengobrol sama Juna ia bersyukur Shaha tidak tahu tentang hubungannya dengan Aksel, tapi ternyata salah total. "Terus kok lo---"
"Nggak nyebarin itu? Ya, gue tahu sih posisi lo sulit. Mana harus keluar ekskul kesukaan lo."
Senyum Sora terbit. "Teater juga ekskul favorit gue."
Shasa mengeratkan rengkuhan di bahu Sora. "Harus lah! Kan ada gue!"
Di ruang latihan sudah ada anggota ekskul teater yang berkumpul. Bu Anita selaku pembimbing ekskul juga sudah duduk melingkar bersama anggota yang lain.
Shasa dan Sora langsung ikut duduk. Sambil menunggu anggota yang lain mereka mengobrol-mengrobrol perihal teater dengan Bu Anita.
"Nanti mau tampil class meeting kita buat naskah sendiri kayak tahun kemarin atau nampilin teater yang sudah ada?" tanya Bu Anita memulai diskusi.
"Buat naskah sendiri saja bagaimana, Bu? Nanti kita kumpulin ide-ide brilian kita terus kita pilih salah satu."
"Boleh-boleh saja. Itu juga melatih kerja sama kalian."
Diskusi itu terus berlanjut hingga sore menjelang senja. Mereka mendiskusikan banyak hal tentang penampilan di class meeting nanti.
Tenggelam dalam diskusi membuat Sora melupakan kegelisahannga mengenai sikap Rai yang menyerupai bungklon. Suka tiba-tiba berubah.
[ ]