Loading...
Logo TinLit
Read Story - Merayakan Apa Adanya
MENU
About Us  

"Kamu duduk sendiri, kan? Donna akan duduk di samping kamu, ya." Tanpa bertanya lebih dulu, wali kelas langsung menyuruh Donna duduk di sebelah Raya. 

Meski sebenarnya Donna lebih ingin jauh-jauh dari musuh lamanya itu, dia tidak mungkin melawan perintah wali kelas. Apalagi ini hari pertamanya di sekolah baru. Donna tak pernah menyangka kalau bakal bertemu Raya, sekelas lagi. Bertahun-tahun setelah kelulusan sekolah dasar, dia tak mendengar sedikitpun kabar Raya. Padahal kalau dirunut lagi, dia tidak pernah sedikitpun membenci Raya. Dia terpengaruh teman se-gengnya yang selalu memandang buruk kondisi yang ada. Sehingga muncullah semua hinaan dan ejekan tanpa terkendali.

Mendengar perintah wali kelas, Raya mengangguk. Dia tidak ada pilihan, karena di kelas cuma dia yang duduk sendiri. Tak banyak bicara, Raya bergeser ke sisi dekat jendela. Sehingga Donna langsung menempati kursinya.

"Tenang aja, gue nggak bakal ganggu lo lagi." Donna mengatakan kalimatnya tanpa menoleh sedikitpun. Dia seperti tidak peduli Raya mendengar atau tidak.

Tentu saja Raya mendengar. Meski hanya seperti gumaman, mereka duduk sebelahan. Pendengarannya masih normal. Namun, setelahnya dia merasa ada yang berbeda dari Donna. Entah apa, tapi Donna tidak banyak tingkah. Biasanya dia sombong, dagu terangkat, dan berjalan pun sangat percaya diri. Seolah-olah hanya dia orang yang paling segalanya.

Kali ini dia tampak lebih dingin, tanpa ekspresi dan mengabaikan reaksi orang-orang sekitar. Sesekali Raya melirik ke sebelah, sempat beberapa saat menatap teman lamanya itu. Begitu besar perubahan yang terjadi, tapi dirinya sendiri tidak berubah banyak. Tetap jadi si kurus dan penyendiri. 

"Stop tatap gue! Fokus sama diri lo sendiri."

Nada bicara Donna tidak sesumbar dulu. Apa pertambahan usia bisa mengubah orang sebanyak ini? Raya juga tidak tahu. Kedatangan guru mulai menyedot perhatian siswa. Tak terkecuali Raya dan Donna. Fokus Raya kembali setelah guru memanggil satu persatu siswa untuk presensi.

Jam pertama hingga ke empat semua berjalan lancar. Raya lega, Donna menepati janjinya. Dia fokus pada dirinya sendiri tanpa memedulikan orang di sekitar. Bel istirahat berbunyi, tak lama siswa siswi keluar kelas. Lorong ramai, kantin penuh, dan koperasi juga berdesakan. 

Donna langsung dihampiri beberapa siswa yang ingin mengajaknya ke kantin. Sedagkan Raya seperti biasa mengeluarkan bekal yang selalu mamanya siapkan. Dia berdecak saat porsinya diisi lebih banyak dari hari biasa. 

"Kenapa? Lo nggak suka?" Lagi-lagi Rasya sudah duduk di bangku depan Raya.

"Astaga!! Lo nggak bisa datang permisi dulu?" Raya hampir menjatuhkan sendoknya gara-gara kedatangan Rasya yang tiba-tiba.

"Lo yang terlalu fokus sama dunia lo. Gue datang juga tadi sempet nyapa murid baru, kok! Hmm, siapa namanya?"

"Tanya sendiri aja, sama orangnya." Raya menyuap makanannya dan mengunyah perlahan. 

Menu ayam katsu, kentang dan sayuran rebus membuat Rasya ingin mengambil satu kentangnya. Melihat itu Raya berdecak lagi.

"Ya elah, cuma satu. Ntar gue traktir, deh. Terserah lo mau makan apa."

"Bukan itu, tangan lo bersih nggak, tuh? Sakit perut tahu rasa, ntar." 

"Ya udah, gue pinjam garpu lo." Rasya kembali menusuk potongan ayam dan brokoli. Memasukkan ke mulut dan mengunyahnya dengan nikmat. Tindakannya itu bertolak belakang dengan ekspresinya yang datar. Senyum juga nggak kelihatan saking tipisnya.

Raya merasa lebih banyak bicara dengan Rasya. Bukan hanya hari ini. Tapi tiap kali berhadapan dengan cowok itu, Raya merasa tidak ada penghalang untuk mengeluarkan apa yang dia pikirkan. Rasya bukan keluarganya tapi entah kenapa dia bisa membuat Raya nyaman.

"Harusnya lo bawa bekal sendiri. Daripada minta gue terus." Raya membereskan kotak bekal dan sendok garpunya. 

"Sengaja, biar bisa ngobrol sama lo. Sebenarnya gue mau tahu kondisi lo. Karena ada orang baru datang. Apa lo nyaman? Atau malah terganggu?"  Rasya tidak bisa menunjukkan perhatiannya terang-terangan. Untuk sekarang biar dia lakukan semua dengan perlahan.

Ada rasa asing muncul, membuat Raya ingin tersenyum tapi ditahan. Wajahnya panas dan perutnya sedikit bergejolak. Kenapa dengannya? Perasaan apa ini? 

"Gue mau keluar." Raya bangkit dan langsung berjalan meninggalkan Rasya yang terkejut lalu menyusul langkahnya.

"Gue ikut. Lo mau ke perpustakaan, kan?"

Tak ada jawaban, itu dianggap Rasya sebagai persetujuan. Tanpa banyak bicara keduanya menuju perpustakaan, dengan posisi Raya berjalan lebih dulu. Sedangkan Rasya menyusul di belakangnya. 

Donna yang melihat dari sudut lain di salah satu taman sekolah, menatap keduanya dengan sorot mata yang sulit dijelaskan. Raya—si kurus yang sering diejeknya dulu kini sudah mulai didekati cowok cakep. Donna melihat bayangan dirinya di cermin jendela tak jauh dari tempatnya berdiri. 

Masih lebih cantik gue, Raya. Tapi lo seringkali beruntung dapat perhatian dari cowok-cowok cakep di sekitar lo.  Hal itu sudah terjadi sejak dulu. Iri. Iya, gue iri sama lo. Dan itu bikin gue gampang kepancing buat hina lo. 

Donna berbalik, tapi langkahnya terhenti karena tiga cewek minus menghadangnya. Donna tahu ketiga siswa sekelasnya itu cewek-cewek rese' yang kerjanya suka kepo ikut campur urusan orang.

"Minggir! Gue nggak ada urusan sama kalian."

"Tapi kami punya," ujar salah satu yang paling vokal sambil menghadang langkahnya.

Donna melihat pin nama yang terpasang di dada sebelah kanan. "Eca. Gue nggak mau ada urusan sama lo. Jadii, lo minggir dan ajak anak buah lo sekalian." Karena tidak ada pergerakan, Donna menyingkir tanpa peduli reaksi kesal Eca dan antek-anteknya.

"Dasar sombong," teriak Eca sambil menghentakkan kakinya karena kesal. Tujuannya mengajak Donna gabung dengannya malah ditolak mentah-mentah.

"Iyo, orang kok, ndak ngerti sama siapa diajak omong. Wis ndak usah digubris." 

Dua rekan Eca ini memang tidak bisa pisah dari bosnya. Eca dikenal punya banyak uang, mereka juga tak kekurangan, tapi sejak jadi temannya Eca mereka ikut populer dan disegani siswa lain. Intinya tidak ada yang berani cari masalah dengan mereka bertiga.

Sejak awal Donna masuk tadi, Eca mengamati perubahan ekspresi Raya dan Donna. Dia tidak tahu pasti tapi ada sesuatu yang menarik, apalagi melihat kejadian barusan. Dia memastikan Donna dan Raya ada masalah. Kesempatan ini bisa digunakan Eca untuk membuat Raya jauh dari Rasya. 

Kakaknya Raya tampan, sih. Tapi karena adiknya itu si Raya, Eca tidak sudi harus bersikap baik sama dia. Pokoknya sudah tidak pantas dikejar lagi. Mending yang jelas-jelas di depan mata, bertemu juga tiap hari.

***

Dalam perjalanan ke perpustakaan, ada ruangan musik yang separo terbuka. Selama ini saat Raya lewat, pintunya selalu sudah tertutup. Kali ini terbuka dan terdengar beberapa orang sedang memainkan alat musik. Tanpa aba-aba, langkah Raya memelan. 

Rasya yang berada di belakangnya ikut memelankan langkah. "Dia mau ke mana?" gumamnya sambil mengikuti arah pandang cewek di depannya.

Terdengar sayup-sayup lagu Juicy Lucy mengalun. Suara vokal cowok sangat merdu dan begitu nyaman di telinga membuat Raya ikut bersenandung. 

Rasya pun makin mendekat dan ikut mendengar lagu itu. Semakin dekat posisinya dengan Raya, senandung pelan dari bibir cewek itu juga terdengar. Lirih dan kurang begitu jelas, sehingga Rasya bergeser lebih dekat ke sebelah Raya.

Sayang sekali, lengannya menyenggol Raya sedikit. Gara-gara itu, Raya tersadar dan senandungnya terhenti.

"Kenapa berhenti? Suara lo bagus." Melihat Raya bereaksi tidak yakin dengan ucapannya, Rasya melanjutkan kalimatnya. "Serius, gue nggak bohong. Lo coba gabung di ekskul musik, aja."

"Gue nggak tertarik. Suara gue juga nggak sebagus itu. Sampe bisa gabung sama mereka." Raya berbalik dan melangkah cepat meninggalkan Rasya.

Raya begitu mirip dengan gadis cilik di masa lalunya. Gadis itu menangis sambil bersenandung. Waktu dia tanya, gadis itu cuma bilang merindukan ayahnya yang naik kapal lalu pergi jauh. Karena gadis itu tertunduk, Rasya hanya bisa melihat wajahnya dari samping. Tak lama seorang perempuan paruh baya menjemput dan menggendongnya. 

Hanya ingatan itu yang Rasya punya. Bahkan wajah perempuan yang membawa gadis itu pergi, dia tidak mengingat dengan jelas. Informan yang dibayar papinya juga belum kasih informasi baru yang lebih detail. 

Rasya segera tersadar dari ingatan masa lalunya. Sosok Raya sudah menghilang di belokan lorong menuju perpustakaan. 

Raya tidak ingin ada yang tahu apa pun soal suaranya. Sudah cukup hinaan soal badan kurusnya. Jangan sampai orang mendapat alasan lagi untuk menghina. Dia hanya ingin jadi orang biasa saja. Saat melihat Rasya masuk, Raya langsung menuju rak buku yang paling penuh isinya. Untuk saat ini dia ingin sendiri. 

Rasya tidak menemukan Raya. Dia menyerah dan akhirnya pergi dari sana. Langkahnya menuju kantin tempat dua sahabatnya juga menunggu. 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Trust
1987      835     7     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
Sepotong Hati Untuk Eldara
1662      781     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
When I Found You
3232      1081     3     
Romance
"Jika ada makhluk yang bertolak belakang dan kontras dengan laki-laki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan." Andra Samudra sudah meyakinkan dirinya tidak akan pernah tertarik dengan Caitlin Zhefania, Perempuan yang sangat menyebalkan bahkan di saat mereka belum saling mengenal. Namun ketidak tertarikan anta...
Mimpi Milik Shira
530      300     6     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.
Ghea
481      318     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Help Me Help You
2406      1314     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Langkah yang Tak Diizinkan
214      175     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Senja di Balik Jendela Berembun
29      28     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
P.E.R.M.A.T.A
1921      953     2     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Fragmen Tanpa Titik
50      46     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...