***
Sebuah pesan masuk datang dari ibunya yang khawatir dengan keadaannya. Kasih bercerita sedikit tentang yang ia alami tadi tapi sekarang sudah baik-baik saja. Ibunya langsung menelpon.
"Tidak apa-apa, Bu."
"Beneran sekarang ibu itu di mana?" Suara ibunya serak-serak terdengar di panggilan.
"Sudah ke kursinya lagi. Beneran semua baik-baik saja."
"Alhamdulillah. Dari tadi perasaan ibu tidak enak. Gelisah. Ibu sampai tidak bisa tidur teringat kamu."
"Ya ampun, Bu. Kasih sudah sering naik kereta begini bolak balik Bandung Semarang. Sekarang Ibu tidur tidak usah khawatir, Oke."
"Baiklah, hati-hati ya, Sayang. Banyak berdoa."
"Iya, InsyaAllah."
Telepon ditutup Kasih tertawa kecil mengingat ia masih diperlakukan seperti anak 6 tahun. Bu Kasih sebenarnya bukan ibu kandungnya tapi teman ibunya. Keluarganya meninggal dulu saat kecelakaan karena ia tidak punya siapa pun, Ibu Lily sahabat dekat ibunya mengadopsinya. Sekarang ia sudah menganggap Ibu Lily sebagai Ibu kandungnya sendiri. Ibu Lily bilang kalau mereka berdua seperti orang tersesat yang saling menemukan kekuatannya satu sama lain.
Kasih melanjutkan bacaannya. Jam menunjukkan tengah malam dimana kesunyian mulai merayap. Kasih lupa menutup korden jendela, ia melihat kereta memasuki terowongan. Saat ia hendak menarik korden seekor kelelawar hinggap di kaca jendelanya. Mata dan hidungnya yang mengerikan tampak jelas lalu tiba-tiba datang kelelawar lain menabrakkan diri menimpa kelelawar pertama. Kedua kelelawar pun jatuh tersisa sedikit bekas darah menempel di kaca. Kasih ketakutan dan langsung menutup jendela. Jantungnya berdegup sangat kencang. Perasaannya tidak menentu.
"Apa kau tidak bisa tidur?" celetuk Bright yang lagi melihat sesuatu di tangannya.
Kasih menggeleng.
“Kasih?” panggil Bright. Kasih menoleh alisnya terangkat.
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” Kasih mengangguk.
Bright menengok ke arahnya tapi ia tidak kunjung berkata apapun. Hanya menatap Kasih. Kasih yang bingung pun bertanya, “Ada apa?”
Bright terdiam. Terdengar suara rel kereta yang beradu.
“Kenapa?” tanya Kasih lagi melihat Bright yang tiba-tiba melamun.
Bright terkesiap lantas menggeleng. Ia memasukkan sesuatu yang dipegang di kantong celananya.
“Tidak jadi. Maaf, mengganggu.”
Kasih terheran dipenuhi pertanyaan tapi ia coba abaikan. “Tidak apa-apa.” Kasih memutuskan untuk memejamkan matanya berusaha untuk tidur.
Beberapa menit kemudian hening. Kereta memasuki daerah perkotaan. Ada proyek pembangunan yang dilakukan di pinggir kota. Kereta melewati proyek itu dan sebuah derek konstruksi tiba tiba terjatuh menghalangi jalur kereta. Beberapa ratus meter suara deru rel kereta terdengar dari ujung mendekat.
Kasih yang tidak bisa tidur akhirnya menghabiskan waktu melihat kumpulan foto-foto bersama ibunya saat liburan selepas wisuda. Ia terharu tanpa sadar menitikkan air mata seketika rindu membuncah. Ia pun membuka WhatsApp dan mengetikkan sebuah pesan kepada ibunya. Tentang permintaan maaf dan rasa bersalahnya selama ini belum bisa membahagiakan ibu. Dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya karena telah menjadi ibu terbaik di muka bumi ini untuknya walau ia bukan siapa-siapa. Kasih mengukir senyum tulus dan bahagia. Ia melihat bapak yang memegang tasbih sedang berdzikir di kursi depannya. Ia pun memejamkan mata dan ikut beristigfar.
Waktu seketika hening seolah berhenti. Udara seakan kering dan dingin. Tidak terdengar suara apapun. Semua melambat dan tiba-tiba dentuman dahsyat terjadi. Booom.
Kereta berguncang hebat seakan gempa memutar balikkan gerbong kereta. Kasih tidak sempat berteriak ia terlalu terkejut yang ia rasakan badannya sakit. Semua persendiannya nyeri. Dirinya terpelanting seperti bola kesana kemari. Telinganya berdenging. Pandangannya kabur. Sampai kepalanya terbentur sesuatu yang keras dan semuanya pun memudar hilang lenyap.
***