Read More >>"> PurpLove (SATU) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - PurpLove
MENU
About Us  

Aku menekuni adonan kue di hadapanku sambil terus memastikan takaran yang kumasukkan sudah tepat. Terigu protein rendah, soda kue, keju parut, garam, dan gula. Setelah memberi lubang di tengah adonan yang sudah tercampur, giliran minyak goreng, susu cair, dan lima butir kuning telur yang sudah kusiapkan, masuk dalam adonan. Dengan cekatan tanganku mencampur semuanya sampai licin.

Aku spontan melirik ponsel di samping ketika alarmnya berbunyi, lima menit lagi ovenku siap menerima kehadiran adonan. Aku beralih mengocok putih telur dengan mixer hingga terlihat berbusa, lalu menambahkan beberapa kondimen penting lainnya sambil terus mengaduk hingga adonan membentuk ujung yang tumpul ketika mixer diangkat atau biasa disebut stiff peak. Bergegas aku mencampurkan adonan ini ke dalam adonan pertama secara bertahap dan mengaduknya perlahan menggunakan spatula sampai tercampur rata. Setelah memastikan adonanku jadi, aku mengambil loyang dan memercikinya dengan sedikit air agar adonan tidak lengket ketika sudah matang nanti. Aku juga harus memastikan oven unguku sudah siap memanggang chiffon dengan suhu 180 derajat dalam waktu setidaknya 70 menit atau sampai matang.

Aku memang baru dua tahun menjalani usaha rumahan ini, tapi beruntunglah orderan yang aku terima terus berdatangan, khususnya dari kalangan mahasiswa, kampus, dan juga arisan ibu-ibu kompleks. Untuk itulah aku harus selalu memastikan tidak ada kesalahan adonan, termasuk suhu oven dan waktu pemanggangan. Karena sedikit kesalahan saja bisa membuat hasil olahanku tidak maksimal dan mungkin mereka tidak akan memercayaiku lagi.

Sekali lagi kupastikan timer berada pada posisi yang tepat sebelum aku meninggalkan oven dan beralih merapikan meja serta segala peralatan memasak yang berantakan. Sambil mengangkat bowl, mixer, dan beberapa mangkok kecil ke dalam tempat cucian piring, tiba-tiba bel rumah berdenting diiringi ketukan pintu bernada khas. Kevin. Ya, pria itu selalu datang tiga kali sehari untuk mengambil jatah makan, dua kali dalam sehari untuk menanyakan kabar, serta mengingatkanku agar tidak lupa mengunci pintu. Sebenarnya tujuan dia hanya menghabiskan kuota telepon dan jatah kesabaranku, tentunya.

“Buka pintu, Vi!” teriaknya dari depan.

“Buka sendiri. Pintunya nggak dikun --”

Aku belum menyelesaikan kalimatku, Kevin sudah merangsek ke rumah dan menceramahiku karena tidak mengunci pintu. Spontan aku melempar serbet yang baru saja aku pakai untuk mengelap tangan saat menangkap tatapan penuh penghakiman darinya.

“Tadi pagi gue sudah keluar rumah, Kevin,” ketusku sambil melepas apron dan menggantungnya di sisi kulkas. “Gue baru buang sampah. Makanya pintu nggak dikunci.” Aku mencerocos sambil meraih cangkir di laci, kemudian menyeduh kopi untuk Kevin, sementara pria itu mendekati oven dan sesekali melirik ke dalamnya.

“Jangan dibuka dulu, ovennya! Nanti kempis.”

“Iya. Gue cuma ngintip. Chiffon lagi?”

“Iyalah, masih menu terlaris. Chiffon Sandwich.”

Kevin mengangguk-angguk. “Gue kebagian, kan, kali ini? Tiramisu ya, Vi?”

“Pede banget!”

“Harus pede, lah. Kalo nggak, mana mungkin gue di sini.”

“Ish … dari dulu. Kepedean plus emosian!”

“Gue bukannya emosi tanpa sebab, Vi. Kalo ada apa-apa sama lo gara-gara pintu nggak dikunci, siapa yang repot? Gue juga, kan?” balasnya tak kalah ketus sambil meraih cangkir dari tanganku dan meletakkannya di meja.

“Iya, deh, iya. Lo memang paling repot di dunia ini.”

“Karena Gue nggak rela lo kenapa-kenapa.”

Kevin paling jago melambungkanku ke langit penuh bintang sebelum detik berikutnya melemparkanku kembali ke dasar jurang terdalam bertemu para siluman.

“Nanti siapa yang nyediain kopi buat gue tiap pagi?” selorohnya santai sambil menyeruput kopi.

“Sialan!”

Seketika deretan gigi putihnya terpampang ketika ia tersenyum. Senyum yang selalu mengingatkanku akan awal pertemuan kami dua puluh tahun lalu. Senyum yang membuat semua orang tergerak hati peduli dan berbagi dengannya. Senyum yang membuat siapa pun jatuh hati kepadanya. Setidaknya kalimat yang terakhir aku salin tempel dari ucapan Viona, kembaranku, bukan muncul begitu saja dalam kepalaku.

Sontak aku mengerjap cepat dan bergegas mengintip ke dalam oven untuk mengetahui kondisi cake sebelum beralih melanjutkan adonan lainnya.

 

*

 

Aroma gurih butter dan daun pandan memenuhi ruangan ketika aku membuka oven. Untuk menghindari hasil yang keriput, aku segera mengangkat loyang dan membalikkan cake dengan menggantungnya di leher botol sirup sampai benar-benar dingin agar aman ketika dikeluarkan dari loyang.

Terburu-buru aku meraih ponsel yang dari tadi berdering, dan melihat nama Viona terpampang di layar. Saudari kembarku itu memang tidak pernah absen menelepon, untuk menanyakan kabar atau sekadar mengabsen kegiatanku. Katanya demi menjalin komunikasi yang intens antara siblings. Namun, kalau masih pagi namanya sudah berulang kali muncul di layar ponsel, pasti ada kabar yang sangat penting.

“Hai, Sib!” pekik Viona dari seberang. Wajahnya terlihat sangat ceria. Binar di matanya membuatku yakin bahwa kabar yang akan kudengar pagi ini berhubungan dengan calon tunangannya.

“Ada kabar apa, nih, tumben pagi-pagi nelepon?” tanyaku memastikan. Sambil meletakkan ponsel di stand holder, kedua tanganku cepat-cepat merapikan meja, lalu memilih duduk di dekat meja makan sambil menyesap cokelat panas karena bagian sofa dikuasai Kevin.

“Sib, orang tua Alden minta kami secepatnya menikah,” ucapnya sambil terlihat berbisik-bisik.

“Bagus, dong. Kalo memang lo udah siap, terima aja, Sib,” jawabku lantang.

“T-tapi lo ….”

“Gue? Kenapa gue?”

“Ya kalo gue married ntar lo gimana?

“Astaga, Sib. Lo yang mau married, ya pikirin kesiapan lo aja. Cukup. Ngapain mikirin gue. Kecuali lo maunya ada chiffon sandwich yang bakal lo bagi-bagi di hari pernikahan lo, nah gue siap.”

“Gue setuju!” teriakan Kevin mengejutkanku. Tiba-tiba saja dia sudah duduk di sebelahku dan ikut merespons Viona. Bukannya kaget, air muka Viona malah terlihat makin cerah.

“Tadinya gue kepikiran kalo married, lo bakal sendiri. Tapi ternyata gue lupa kalo ada Kevin. Gue sudah lebih tenang sekarang,” celetuk Viona santai yang diiringi acungan jempol Kevin.

“Apa-apaan, sih. Lo married mah married aja, Sib. Gue ada Kevin atau nggak ada Kevin, jangan jadikan acuan.”

“Jangan gitu, Sib. Gue serius. Lo sama Kevin itu bagai lodeh dan sambel teri.”

“Apaan?” tegurku.

“Gue yakin, sih, kalian berjodoh.”

“Betul, Na. Lo tenang aja.” Kevin semena-mena mendorong wajahku menjauh dari kamera. “Gue bakal jagain kembaran lo baik-baik, jauh lebih baik ketimbang usahanya me-resting chiffon cake biar nggak keriput.”

“Woi! Apaan sih, kalian!”

“Muka lo merah, Sib!” pekik Viona, padahal sudah pasti Viona tidak bisa melihat mukaku, karena seluruh layar hanya berisi muka Kevin. “Tapi beneran, lho, asalkan ada Kevin, lo pasti aman.” Viona mencerocos mengumbar kenangan masa lalu ketika kami bertiga masih kecil.

“Ah, udah, deh, Sib. Gue mau lanjut ngerjain orderan, keburu customer gue datang, nih,” putusku agar Viona tidak makin menjadi-jadi menggodaku dengan Kevin. Aku memutuskan menjauh dari ponsel dan membiarkan Kevin berkelakar lanjut dengan kembaranku itu.

Sambil mengayak terigu dan vanili, aku mendengar Viona berusaha menahanku.

“Eh, bentar, dong. Gue masih kangen.”

“Gue juga,” celetuk Kevin menanggapi Viona.

“Ya udah, sih, kalian berdua kangen-kangenan, gih,” celotehku.

Paling juga pembahasan mereka masih sama seperti yang biasa mereka lakukan sejak dulu. Mulai dari memuji-muji Kevin yang selalu benar dalam membedakan kami, padahal bagi kebanyakan orang, kembar identik seperti aku dan Viona sangat susah dibedakan. Setelah itu Viona akan mengungkit-ungkit kepekaan Kevin terhadap apa pun yang kualami dan kurasakan, lalu dilanjutkan dengan menjodoh-jodohkan kami. Memang, sih, Kevin baik, perhatian, dan tulus, tapi buatku itu wajar dilakukan karena kedekatan kami sejak kecil. Kevin juga tidak punya saudara kandung, jadi menurutku hubungan kami sudah seperti saudara, daripada teman.

“Lo sama Viola jelas beda bangetlah!” celetuk Kevin saat Viona lagi-lagi mengulang pertanyaan yang menurutnya masih misteri. “Sekali kenalan juga gue udah bisa bedain kalian. Di bawah kuping kiri Viola ada tahi lalat kecil, lo nggak ada. Bulu mata Viola lebih tebal, sudut bibirnya lebih naik, dan satu lagi. Tatapan lo itu aktif banget, Na. Sedetik aja kita berpapasan, gue udah ngerasa marathon tiga hari tiga malam, saking liarnya. Kalo Viola, kan, tatapannya jelas. Tajam, tapi kalem. Buktinya setiap kali Viola menatap, gue langsung meleleh.”

“Astaga!” hardikku sambil melempar serbet ke arah Kevin. Dengan tangkas ia menangkap, lalu melemparkannya lagi ke arahku.

“Apaan??!” pekik Viona hampir bersamaan dengan suaraku saat menghardik Kevin, sehingga dia mengulang kedua kalinya agar Kevin menanggapi. “Marathon apaan?!”

 

 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Abnormal Metamorfosa
2039      714     2     
Romance
Rosaline tidak pernah menyangka, setelah sembilan tahun lamanya berpisah, dia bertemu kembali dengan Grey sahabat masa kecilnya. Tapi Rosaline akhirnya menyadari kalau Grey yang sekarang ternyata bukan lagi Grey yang dulu, Grey sudah berubah...Selang sembilan tahun ternyata banyak cerita kelam yang dilalui Grey sehingga pemuda itu jatuh ke jurang Bipolar Disorder.... Rosaline jatuh simpati...
Nonsens
476      354     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
Tentang Hati Yang Mengerti Arti Kembali
549      368     4     
Romance
Seperti kebanyakan orang Tesalonika Dahayu Ivory yakin bahwa cinta pertama tidak akan berhasil Apalagi jika cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri Timotius Ravendra Dewandaru adalah cinta pertama sekaligus pematah hatinya Ndaru adalah alasan bagi Ayu untuk pergi sejauh mungkin dan mengubah arah langkahnya Namun seolah takdir sedang bermain padanya setelah sepuluh tahun berlalu A...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
358      253     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Dialektika Sungguh Aku Tidak Butuh Reseptor Cahaya
427      303     4     
Short Story
Romantika kisah putih abu tidak umum namun sarat akan banyak pesan moral, semoga bermanfaat
Hug Me Once
8062      1822     7     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman
Listen To My HeartBeat
456      278     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Maharani Shima
89      71     1     
Mystery
Semenjak kematian suaminya yang misterius, membuat Ratu Shima naik tahkta menggantikan posisi suaminya sebagai Raja di Kerajaan kalingga. Kala itu kedua putra dan putrinya masih kecil untuk menduduki tahkta, hingga ia sendiri mengambil alih supaya tidak terjadi kekosongan pemerintahan. Hatinya berniat akan mengungkap dalang siapa yang telah merenggut nyawa suaminya, karena ia yakin ada yang t...
Gareng si Kucing Jalanan
7396      2975     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Not Alone
490      247     3     
Short Story
Mereka bilang rumah baruku sangat menyeramkan, seperti ada yang memantau setiap pergerakan. Padahal yang ku tahu aku hanya tinggal seorang diri. Semua terlihat biasa di mataku, namun pandanganku berubah setelah melihat dia. "seseorang yang tinggal bersamaku."