Selesai makan malam, Isaura dan Aldi kembali ke kantor Miss Irene. Miss Irene memberi mereka waktu tiga hari untuk beradaptasi dengan lingkungan asrama, juga teman sekamar di asrama mereka nanti. Setelah itu, baru mereka diizinkan untuk mengikuti pelajaran.
Isaura mendapat kamar nomor 61. Sementara Aldi mendapat kamar nomor 49.
Seorang gadis berkacamata dan berambut panjang, serta seorang pemuda tinggi masuk ke dalam ruangan, memenuhi panggilan Miss Irene.
"Gadis yang berkacamata itu Penny, ketua asrama putri. Yang laki-laki itu Rudy, ketua asrama putra," Miss Irene memperkenalkan kedua orang itu. "Penny, tolong kamu antar Isaura ke kamarnya, ya. Rudy juga, tolong antarkan Aldi ke kamarnya,"
"Siap, Miss," balas lelaki bernama Rudy itu. Sementara Penny mengangguk dengan patuh. Ia tersenyum pada Isaura.
Aldi dan Isaura berpamitan pada Miss Irene, kemudian keluar sambil membawa barang-barang mereka. Dua bersaudara itu berpisah di persimpangan koridor yang menghubungkan asrama putra dan putri. Aldi dibawa oleh Rudy menuju arah barat, tempat asrama putra berada, sementara Isaura dan Penny ke arah timur. Aldi menoleh ke belakang sambil melambaikan tangan, yang dibalas oleh Isaura dengan lambaian tangan juga.
Penny dan Isaura berjalan melewati lorong-lorong asrama dan menaiki anak tangga menuju lantai atas.
"Laki-laki tadi itu saudaramu, ya?" tanya Penny.
"Iya," jawab Isaura.
"Oh, tapi kelihatannya kalian tidak mirip, ya,"
"Sebenarnya aku anak adopsi,"
"Ah," Penny manggut-manggut. "Maaf,sepertinya aku...terlalu kepo, ya?"
Isaura menggeleng.
"Orangtua kandungmu ke mana?"
"Sudah meninggal,"
"Ah...aku turut berduka, ya," ujar Penny. Wajahnya terlihat bersimpati. "Banyak kok, anak-anak di asrama ini yang sudah tidak punya keluarga, atau dititipkan di asrama ini oleh keluarga mereka. Ada juga yang ditinggalkan di sini begitu saja sejak lahir. Semoga kamu betah di sini,ya,"
Isaura membalas dengan anggukan kepala.
Mereka sampai di lantai 3, tempat di mana kamar 61 berada. Penny mengetuk pintunya. Sesaat kemudian pintu terbuka, dari dalam muncul seorang gadis berwajah oriental.
"Malam, Mei," sapa Penny pada gadis itu. "Malam ini, kamu dan teman-temanmu dapat teman sekamar baru,"
Teman-teman. Berarti di dalam kamar itu ada orang lain selain Mei.
Kedua mata sipit Mei kemudian memandang Isaura. Isaura hanya tersenyum canggung.
"Kalau ada apa-apa, kamu bisa meminta bantuanku," kata Penny. "Tanya saja pada mereka nomor WA ketua asrama. Dari sini kamu bisa kutinggal, ya,"
"Terima kasih sudah mengantar," ucap Isaura. Penny mengangguk, lalu berjalan meninggalkannya. Mei pun mengajak Isaura masuk ke dalam kamar dan membantu membawakan barangnya.
"Aku Ameilia Kusuma, panggil saja Mei," Mei memperkenalkan diri. Di dalam kamar ternyata ada dua orang gadis lainnya.
"Aku Prishilla Floriana, kamu bisa panggil aku Shilla," Gadis yang rambutnya dikepang dua ikut memperkenalkan diri.
"Aku Ayu," Gadis lainnya yang berambut sebahu menjadi orang yang terakhir memperkenalkan diri.
"Aku Isaura, senang bertemu kalian," balas Isaura sambil menyebutkan namanya. Nama Isaura memiliki arti "udara lembut", nama pemberian kedua orangtua angkatnya yang selain berfungsi sebagai identitas baru juga mengandung harapan agar Isaura dapat memulai hidup baru.
Sambil membantu memindahkan pakaian Isaura dari dalam koper ke lemari, keempat gadis itu mengobrol. Shilla, Ayu, dan Mei mengobrol tentang diri mereka.
"Ibuku menikah dengan seorang laki-laki Jepang yang menjadi ayahku," cerita Ayu. Wajah Ayu mengingatkan Isaura pada salah satu artis yang sering ia lihat di televisi, Yuki Kato. Bahkan, gadis itu juga punya nama Jepang : Asako Saito.
Ayu melanjutkan ceritanya. "Tapi saat umurku 6 tahun, ayahku meninggal karena sakit. Aku dibawa ibuku kembali ke Indonesia. Ibuku membuka usaha restoran Padang dan toko kue. Saat aku kelas 9 SMP, ibuku meninggal. Diracuni oleh adiknya sendiri yang ingin menguasai hartanya. Tapi polisi berhasil menangkapnya...setelah itu bibiku yang lain mengambil alih usaha ibuku, dan aku dikirim kemari supaya melupakan kesedihan karena kematian ibuku,"
Isaura menelan ludah. Kisah Ayu hampir mirip dengan kisahnya.
Sementara itu alasan Mei bisa berada di asrama karena orangtuanya yang mengirimnya. Di rumah ia mendapat perlakuan yang berbeda dengan kakak laki-lakinya. Pernah ia meminta tolong pada ibunya untuk membuatkan mie instan, namun ia malah disuruh membuatnya sendiri. Namun ketika kakaknya yang meminta, ibunya langsung membuatkannya. Sampai saat ini, orangtua Mei tak pernah sekali pun menghubunginya. Mei berpikir, kalau orangtuanya sepertinya dari awal tidak menginginkannya.
Mata Isaura berkaca-kaca. Masa lalu teman-teman barunya ternyata juga tak kalah menyedihkan dibandingkan dengan masa lalunya.
"Ngomong-ngomong, kamu bagaimana,Ra?" tanya Shilla yang membuat Isaura tersadar dari lamunannya.
Isaura menghela napas sebelum membuka mulut untuk bercerita."Aku...aku sebelumnya tinggal bersama ibuku. Sementara ayahku...sejak aku belum lahir, ia meninggalkan ibuku. Dan ibuku...beliau membenciku..."
Ketiga gadis itu terdiam, memandang Isaura dengan prihatin. Tanpa banyak bertanya, mereka sepertinya paham maksud perkataan Isaura.
Meski wajahnya murung, Isaura tetap melanjutkan ceritanya.
"Tapi...ayah tiriku menyayangiku. Tapi sayangnya beliau dan ibu kandungku meninggal saat terjadi kebakaran di rumah kami. Aku diadopsi oleh kedua orangtua angkatku...Lalu aku dan kakakku dikirim ke sini..."
Ayu, Shilla, dan Mei tampak kaget. Mereka saling berpandangan. Ayu langsung memeluk Isaura.
"Maaf, kami tidak bermaksud membuatmu sedih," ucap Ayu.
"Hidupmu ternyata lebih rumit dari yang kami kira," kata Mei. "Jangan khawatir, kau punya teman di sini, Ra,"
"Iya," Shilla mengangguk sambil tersenyum. "Kalau ada hal yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita pada kami. Kami tidak akan menghakimimu,"
Isaura mengangkat wajahnya dan tersenyum haru. Ia senang karena kali ini ia berada di tempat dimana orang-orang menyambutnya dengan hangat dan menerima kehadirannya dengan baik.
"Terima kasih, teman-teman,"
****