Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love 90 Days
MENU
About Us  

Vika langsung menghambur ke arah Ara begitu melihatnya keluar dari stan Madam Maris. “Gimana? Gimana?” tanya Vika antusias.

“Bukan yang jelek-jelek, kan?” Monic menyusul di belakang Vika, wajah cewek berkacamata itu lebih terlihat cemas daripada penasaran. “Lo sampai pucat gitu. Nih, minum dulu.” Monic menyodorkan bubble milk tea pesanan Ara tadi.

Ara menerimanya dan menyedot isinya sedikit. Perasaannya masih tak keruan, pikirannya amburadul. Sampai-sampai dia bingung dari mana harus memulainya.

Kematian.

Duh!

Percayalah, mengetahui waktu kematianmu sendiri bukanlah hal yang bisa diterima dengan lapang dada. Ara masih merasa jika semua hal tadi begitu konyol, akan tetapi dia juga tidak bisa mengabaikan apa yang diucapkan oleh Madam Maris tadi. Oh ayolah, bisa saja kan jika Madam Maris hanyalah orang iseng yang asal bicara?

Vika mengguncang bahu Ara. “Ra, lo ... nggak apa-apa, kan? Orang tadi bilang apa sama lo? Lo kelihatan shock berat.”

Ara menarik napas sekali. Dia akan bercerita, hanya saja tidak sekarang. Sebab dia sendiri masih mencari alasan untuk percaya pada ramalan itu. Lagi pula mana tega dia merusak antusiasme kedua sahabatnya? Mereka sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menonton festival musik ini—bahkan butuh waktu hampir seharian untuk memilih baju apa yang akan dikenakan.

“Nggak terlalu bagus sih,” Ara mengangkat bahu, coba untuk acuh tak acuh, “jadi nanti aja ceritanya. Kita have fun aja dulu.”

“Ra....”

Melihat Vika dan Monic yang keberatan, Ara buru-buru melanjutkan, “Gue janji bakalan cerita.”

“Jangan sampai ada yang dikurang-kurangin,” ancam Monic.

“Iya, gue bakalan ceritain lengkap-kap-kap-kap! Kalau perlu gue tambahin kata pengantar dulu.”

“Emang mau bikin karya ilmiah?”

Ara terkekeh.

“Kita masuk aja, yuk!” Vika melihat jam tangannya. “Sebentar lagi mulai nih.”

“Yuk!”

Sebenarnya, daripada memikirkan bersenang-senang bersama kedua sahabatnya, Ara lebih memikirkan dirinya sendiri. Tak lebih dari lima belas menit dia duduk di dalam sana, tapi semua perkataan Madam Maris seakan telah merenggut kesenangannya. Dalam sekejap, semua bayangan menyenangkan di benak Ara bermutasi menjadi kengerian.

Ara menarik napas, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Jika memang ramalan itu benar, biar saja waktunya di dunia berkurang satu hari. Toh masih ada delapan puluh sembilan hari lagi yang tersisa untuk mencari siapa ‘cowok kekurangan cinta’ itu.

“Eh, ngomong-ngomong band dari sekolah kita tampil kapan?” tanya Vika, setelah mereka melewati gerbang utama SMA Nusantara.

Monic mengangkat bahu.

“Katanya sih pas penutupan,” sahut Ara.

Vika kelimpungan. “Yah, berarti masih lama dong. Kalau pulang di atas jam dua belas gue bakalan dikunciin sama nyokap.”

“Lo tidur rumah gue aja kalau dikunciin. Bilang aja sama nyokap lo kalau ada acara tahun baruan sama temen-temen.”

“Gue ikutan dong.” Monic tak mau ketinggalan.

“Oke. Malam ini lo berdua nginep di rumah gue.”

Monic mengangguk. “Sekalian dengerin cerita lo.”

“Iya. Iya.... Bawel banget sih lo!”

Lapangan upacara SMA Nusantara sudah disulap menjadi arena konser, para penonton dari sekolah lain juga sudah berkerumun di depan panggung yang masih kosong.

“Eh buset, kok pada banyak yang bawa lightstick?” komentar Vika sembari menunjuk cewek yang memegang lightstick merah berbentuk tongkat bisbol.

Ara langsung histeris. “Astaga! Ada iKONIC[1] di sini. Harusnya tadi gue bawa juga ya.” Sebagai salah satu iKONIC, Ara kegirangan karena menemukan teman ‘sebangsanya’. Well, Ara, Vika, dan Monic memang sama-sama penggemar K-Pop, hanya saja mereka bertiga menyukai idol grup yang berbeda. Untungnya meski berbeda, tidak pernah terjadi fan war di antara ketiga sahabat tersebut.

Monic mendekatkan bibirnya ke telinga Ara dan mencibir, “Emang lo mau nonton siapa? Di sini nggak ada June Oppa, nggak ada!”

Ara memutar mata menanggapi godaan sahabatnya. “Ya kaliii. Ngayal dikit boleh dong,” balasnya membela diri.

“Ketinggian khayalan lo!”

“Ya kalau nggak tinggi itu namanya kenyataan.” Ara menjulurkan lidahnya pada Monic.

Monic masih hendak membalas, tapi Vika mendahuluinya. “Eh, itu ada yang bawa lightstick-nya BTS juga,” pekik Vika girang sambil melompat-lompat kecil. “Kayaknya gue perlu samperin deh, kan sesama ARMY[2].”

“Itu juga ada yang bawa Aeri Bong[3] juga,” Monic menujuk benda berbentuk segi enam yang dibawa oleh seorang cewek berjaket abu-abu, “tapi gue B aja tuh. Kenapa kalian berdua norak amat sih?!”

“Kan wajar, Mon, namanya juga ketemu rekan se-fandom,” balas Vika penuh antusias.

Ara mengangguk setuju. Memangnya siapa sih yang nggak seneng ketemu sama temen seper-Oppa-an?

“Iya, gue tahu! Tapi ini bukan konsernya Oppa-oppa kita. Ini adalah festival musik SMA Nusantara dan kita kemari bertiga. Kalau kalian nyamperin temen se-fandom kalian sendiri, terus ngapain dong kita tadi berangkat bareng?” Monic merengut, masih terlihat tidak terima dengan kalimat Vika.

Hening sebentar.

“Udah. Udah.” Ara menengahi dengan memosisikan diri di antara kedua sahabatnya. “Monic bener kok, tapi Vika juga nggak salah. Emangnya lo nggak pengin jingkrak-jingkrak gitu, Mon, kalau ketemu sama sesama EXO-L?” tanya Ara pada Monic.

Monic tersenyum malu-malu. “Ya pengin sih....”

“Tuh, kan!” Vika menyentil pelipis Monic.

Ara terkekeh. “Lagian emang agak ganjil juga sih. Festival musik sekolah berasa kayak festival musik K-Pop.” Kening Ara berkerut, mengamati sekelilingnya yang mayoritas membawa lightstick milik idol grup kecintaan mereka masing-masing.

“Semacam identitas kali,” celetuk Vika. “Biar orang tahu kalau mereka itu Carat[4], VIP[5], atau apalah!”

“Bisa jadi....” Monic dan Ara manggut-manggut.

“Lagian kata si Dion bebas kok mau bawa apa aja, asal bukan barang-barang yang bahaya kayak senjata tajam gitu. Ya kali aja nanti ada yang perform lagu-lagu K-Pop,” lanjut Vika berharap.

“Eh, ngomong-ngomong soal Dion, tuh anak di mana? Kok nggak kelihatan batang hidungnya sama sekali?” Ara menyenggol lengan Vika dengan sikunya.

“Nggak tahu. Kami tadi janjian buat ketemu di sini,” jawab cewek berambut ikal tersebut. “Coba lo telepon dia.”

Ara mendecih. “Kok gue? Kan lo pacarnya.”

“Tapi lo sepupunya.”

Ketiganya mundur, menarik diri dari kerumunan. Ara mengeluarkan ponselnya dan menelepon Dion. Lama, tidak juga diangkat. Setelah beberapa kali mencoba, barulah ada jawaban dari seberang sana.

Ara mengaktifkan loudspeaker. “Lo di mana?”

“Di SMA Nusantara. Lo sendiri di mana?”

“Gue juga udah di TKP. Barengan Vika sama Monic.”

“Gue di belakang panggung barengan Brian sama Hendra. Lo bertiga di mana? Jangan ke mana-mana dulu, biar gue aja yang samperin ke sana.”

“Di depan panggung, tapi ini lagi senderan di depan kelas...” Ara mendongak, “10-D.”

“Oke. Tungguin bentar.”

Lalu panggilan telepon berakhir.

*

 

[1] iKONIC : Sebutan untuk para penggemar iKON.

[2] ARMY : Sebutan untuk para penggemar BTS.

[3] Aeri Bong : Nama lightstick milik idol grup EXO.

[4] CARAT : Sebutan untuk para penggemar Seventeen.

[5] VIP : Sebutan untuk para penggemar Big Bang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Pupus
438      293     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.
CHANGE
485      347     0     
Short Story
Di suatu zaman di mana kuda dan panah masih menguasai dunia. Dimana peri-peri masih tak malu untuk bergaul dengan manusia. Masa kejayaan para dewa serta masa dimana kesaktian para penyihir masih terlihat sangat nyata dan diakui orang-orang. Di waktu itulah legenda tentang naga dan ksatria mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu terdapat suatu kerajaan makmur yang dipimpin oleh raja dan rat...
Dia yang Terlewatkan
396      272     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
fall
4659      1394     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Balada Valentine Dua Kepala
310      196     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.
Let it go on
1142      814     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~
Bulan dan Bintang
492      363     0     
Short Story
Bulan dan bintang selalu bersisian, tanpa pernah benar-benar memiliki. Sebagaimana aku dan kamu, wahai Ananda.
Premium
Akai Ito (Complete)
6764      1349     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
CREED AND PREJUDICE
3309      1039     2     
Mystery
Banyak para siswa yang resah karena pencurian beruntun yang terjadi di kelas VII-A. Amar, sebagai salah satu siswa di kelas itu, merasa tertantang untuk menemukan pelaku dibalik pencurian itu. Berbagai praduga kian muncul. Pada akhirnya salah satu praduga muncul dan tanpa sadar Amar menjadikannya sebagai seorang tersangka.
AVATAR
8078      2275     17     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�