Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love 90 Days
MENU
About Us  

“Nak....”

Seseorang memanggil. Orang itu duduk di salah satu booth yang berderet-deret di sepanjang jalanan masuk SMA Nusantara. Di hadapannya terdapat sebuah bola kristal seukuran kepalan tangan, bola itu menguarkan aura aneh melalui cahaya keunguannya yang temaram. Ara ragu-ragu, dia menoleh bergantian pada Vika dan Monic yang berdiri mengapitnya, melayangkan pandangan bingung.

“Nak,” panggil orang itu lagi.

Sekali lagi, Ara menoleh bingung. Siapa yang dipanggilnya? Dirinya, Vika, atau Monic?

Seolah bisa membaca pikiran Ara, orang dengan jubah hitam bertudung itu memperjelasnya, “Kamu yang di tengah. Kemari, Nak.”

Ara menunjuk dirinya sendiri untuk memastikan. “Saya?”

Orang itu mengangguk pelan.

“Tapi—”

“Sana gih. Orang itu kayaknya serius. Kali aja dia ngelihat sesuatu yang berbahaya bagi lo,” ujar Vika.

“Kalian ikut juga ya. Takut gue.” Ara berbisik pada kedua sahabatnya.

“Kamu. Hanya kamu,” pinta orang yang kini sudah berdiri dari kursinya. “Teman kamu bisa menunggu. Saya hanya sebentar.”

“Udah, buruan sana, kami berdua tungguin lo di sini,” timpal Monic sambil mendorong Ara mendekati booth bertirai merah marun tersebut.

Ara mendengus pelan, merasa tak punya pilihan. “Oke. Gue ke sana, tapi kalian beneran tungguin gue ya.”

“Iya. Kami mau beli minum sama snack dulu. Lo mau minum apa?” tanya Monic.

Bubble milk tea,” jawab Ara.

Setelah kedua sahabatnya berlalu, Ara masuk dengan berbekal seluruh pikiran positif yang dimilikinya. Dia tidak suka berurusan dengan hal-hal semacam ini. Ramalan, atau hal-hal di luar logika lainnya. Namun tak tahu kenapa, kali ini seperti ada yang menariknya masuk. Ada sebagian kecil di alam bawah sadar Ara yang menyuruhnya mendengarkan apa yang orang itu hendak katakan.

Aroma bunga kamboja yang begitu pekat langsung menusuk hidung Ara. Tangannya spontan menutup hidung, akan tetapi segera dijauhkannya lagi. Ara takut itu akan menyinggung sang pemilik booth yang kini sudah kembali duduk.

“Tutup tirainya,” perintah orang itu.

Suaranya yang serak membuat Ara bergidik, tapi toh dia tetap menurutinya. Setelahnya, Ara mematung di hadapan orang asing yang tidak diketahui namanya tersebut. Bahkan dia pun bingung harus memanggilnya apa.

“Panggil saya Madam Maris,” ucap orang itu. Ara tersentak di tempatnya berdiri, rupanya orang itu memang bukan orang sembarangan. “Ya, saya bisa baca pikiran kamu. Duduklah,” lanjutnya.

Ara duduk dengan punggung tegak. Untuk beberapa saat, dia merasa mati gaya. Ara bingung, tapi juga takut. “Maaf, Madam, apa keperluan Madam memanggil saya kemari?” tanya Ara setelah keberaniannya berhasil terkumpul.

Madam Maris meraih tangan kanan Ara dan membalikkannya. Kuku-kuku tangannya yang panjang dipoles kuteks merah darah, ujungnya yang runcing menggores kulit Ara. Rasanya tidak nyaman, meski begitu Ara memilih diam dan menurut.

Seperti yang biasa Ara lihat dalam film, adegan selanjutnya adalah Madam Maris menyusuri garis tangannya untuk membaca nasib atau masa depannya. Selanjutnya Madam Maris mengangkat kepala hingga setengah wajahnya terlihat oleh Ara. Bibir tipis berpoleskan lipstik merah yang senada dengan warna kukunya membuat Ara lagi-lagi bergidik.

Bibir tipis itu bergerak perlahan. “Bahaya.”

Butuh beberapa detik bagi Ara untuk mencerna kata ‘bahaya’ yang terucap dari bibir Madam Maris. “B-bahaya gimana maksudnya, Madam?” Ara takut, juga penasaran.

“Saya melihat seorang kesatria berwajah tengkorak yang menunggang kuda putih.”

“I-itu maksudnya apa? Saya nggak ngerti.”

“Kematian.”

Keringat dingin sontak menyeruak dari seluruh pori-pori Ara. Kematian katanya?

Ara melengos sedikit, berusaha mengembalikan seluruh pikiran positif yang tadi ikut dibawanya masuk. Ingin rasanya menganggap semua yang dia dengar barusan adalah bagian dari omong kosong. Sayangnya, pikiran positif terakhir yang dimiliki Ara malah tergerus oleh sesuatu yang baru saja bercokol di benaknya.

Kematian.

“Hidup kamu dikelilingi oleh banyak cinta, bisa dibilang semua jenis cinta ada dalam genggaman tanganmu. Celakanya kamu lupa seperti apa harusnya semesta ini berjalan.” Madam Maris meremas tangan Ara. “Seimbang. Kamu jauh dari kata seimbang, Nak. Oleh sebab itu semesta akan menyeimbangkannya. Kamu harus mati agar cinta yang ada dalam genggamanmu bisa terbebas dan hinggap pada orang lain.”

Teori dari mana lagi ini?! pikiran Ara memaksa menyangkal. Namun, dia gemetaran. Suhu tubuh Ara mendadak turun drastis. “Apa tidak ada penangkalnya, Madam?” tanyanya setelah beberapa saat terpaku.

Madam Maris tersenyum tipis, yang di mata Ara lebih terlihat seperti senyum sarkas nenek sihir. “Tidak ada satu pun ruangan yang tidak berpintu, Nak. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya.”

Ara buru-buru mengembuskan napas lega. Dia masih tidak tahu apa jalan keluarnya, tapi setidaknya dia lega masih punya kesempatan hidup.

“Kamu harus bisa membelokkan takdir jika ingin tetap hidup,” lanjut Madam Maris.

Membelokkan takdir? Memangnya bisa?

“Bisa,” tukas Madam Maris, lagi-lagi dia berhasil membaca pikiran Ara. “Kamu harus berbagi cinta dengan orang lain. Cintailah orang yang ada di sekelilingmu.”

“Saya mencintai orang-orang di sekitar saya, Madam. Orangtua, kakak, sahabat—” Kalimat Ara terhenti saat melihat Madam Maris menggeleng.

“Ada orang di sekitar kamu yang kekurangan cinta.”

Kening Ara mengernyit.

“Seorang anak laki-laki.” Madam Maris tersenyum lagi. Hanya saja kali ini senyumnya tidak terlihat mengerikan seperti tadi. Kali ini senyumnya terlihat tulus. “Jatuh cintalah. Memberikan cinta pada orang yang tepat akan menyelamatkan hidupmu.”

Ara terbelalak. “Jatuh cinta? Memangnya saya harus jatuh cinta pada siapa?”

Madam Maris menggeleng. “Saya melihat orang itu dekat dengan kamu. Kalian selalu berpapasan, kadang beriringan, tapi tidak pernah bersentuhan. Anak laki-laki yang benar-benar kekurangan cinta.”

“Siapa, Madam? Orangnya seperti apa?” tanya Ara meminta petunjuk. Lama-lama dia pusing sendiri.

“Kamu sendiri yang harus mencari dan menemukannya.”

Ara mengembus napas pasrah. Siapa sangka membelokkan takdir akan serepot ini. Selintas pikiran jelek singgah di benaknya. Mendingan gue mati aja daripada berburu cinta nggak jelas gini.

“Jangan.” Madam Maris meremas tangan Ara lebih keras. “Anak laki-laki itu juga sedang mencari alasan untuk bahagia. Percayalah, jika kamu bertemu dengannya dan memberikan cintamu padanya, kalian akan sama-sama bahagia.”

“Apa nggak ada cara lain, Madam?” Ara mencoba bernegosiasi.

Madam Maris menggeleng. “Kamu punya waktu sebelum ulang tahunmu yang ke-17.”

Ara memucat. Ulang tahunnya jatuh pada tanggal  1 April, itu artinya Ara hanya memiliki waktu kurang lebih tiga bulan dari sekarang.

“Saya masih bisa melihat kamu selama sembilan puluh hari ke depan, tapi hari berikutnya saya hanya melihat gelap.”

Sampai di sini Ara semakin tidak mengerti. Hati kecilnya ingin menyangkal semua ini, tapi entah kenapa rasa percayanya malah lebih besar. “M-maksudnya apa?”

“Sembilan puluh hari yang kamu miliki akan menentukan hari berikutnya. Masa depan bisa berubah, semua tergantung pada kamu sendiri.”

Cukup lama Ara terpekur. Dia benar-benar tidak habis pikir kenapa nasib baik yang selama ini menaunginya harus meminta bayaran di belakang. Apa benar selama ini dia merampas cinta yang harusnya dimiliki orang lain?

“Semoga kamu bisa melewatinya.”

Ara mengangguk dan menggumamkan terima kasih sebelum meninggalkan tempat yang baru saja menjungkirbalikkan akal sehatnya.

Mati, hah?

“Gue nggak mau mati!”

*

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Me vs Skripsi
2135      919     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
HAMPA
419      291     1     
Short Story
Terkadang, cinta bisa membuat seseorang menjadi sekejam itu...
XIII-A
826      610     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
DariLyanka
3048      1047     26     
Romance
"Aku memulai kisah ini denganmu,karena ingin kamu memberi warna pada duniaku,selain Hitam dan Putih yang ku tau,tapi kamu malah memberi ku Abu-abu" -Lyanka "Semua itu berawal dari ketidak jelasan, hidup mu terlalu berharga untuk ku sakiti,maka dari itu aku tak bisa memutuskan untuk memberimu warna Pink atau Biru seperti kesukaanmu" - Daril
A Tale of a Girl and Three Monkeys
334      197     6     
Humor
Tiga kakak laki-laki. Satu dapur. Nol ketenangan. Agni adalah remaja mandiri penuh semangat, tapi hidupnya tak pernah tenang karena tiga makhluk paling menguji kesabaran yang ia panggil kakak: Si Anak Emas----pusat gravitasi rumah yang menyedot semua perhatian Mama, Si Anak Babi----rakus, tak tahu batas, dan ahli menghilangkan makanan, dan Si Kingkong----kakak tiran yang mengira hidup Agni ...
Bukan Pemeran Utama
43      42     0     
Inspirational
Mina, Math, dan Bas sudah bersahabat selama 12 tahun. Ketiganya tumbuh di taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah yang sama. Dalam perjalanan persahabatan itu, mereka juga menemukan hobi yang mirip, yakni menonton film. Jika Bas hanya menonton film di sela waktu luang saat ia tak sibuk dengan latihannya sebagai atlet lari , maka kegandrungan Math terhadap film sudah berubah m...
Kisah Kemarin
7183      1732     2     
Romance
Ini kisah tentang Alfred dan Zoe. Kemarin Alfred baru putus dengan pacarnya, kemarin juga Zoe tidak tertarik dengan yang namanya pacaran. Tidak butuh waktu lama untuk Alfred dan Zoe bersama. Sampai suatu waktu, karena impian, jarak membentang di antara keduanya. Di sana, ada lelaki yang lebih perhatian kepada Zoe. Di sini, ada perempuan yang selalu hadir untuk Alfred. Zoe berpikir, kemarin wak...
The Boy
1889      738     3     
Romance
Fikri datang sebagai mahasiswa ke perguruan tinggi ternama. Mendapatkan beasiswa yang tiba-tiba saja dari pihak PTS tersebut. Merasa curiga tapi di lain sisi, PTS itu adalah tempat dimana ia bisa menemukan seseorang yang menghadirkan dirinya. Seorang ayah yang begitu jauh bagai bintang di langit.
Confession
568      416     1     
Short Story
Semua orang pasti pernah menyukai seseorang, entah sejak kapan perasaan itu muncul dan mengembang begitu saja. Sama halnya yang dialami oleh Evira Chandra, suatu kejadian membuat ia mengenal Rendy William, striker andalan tim futsal sekolahnya. Hingga dari waktu ke waktu, perasaannya bermetamorfosa menjadi yang lain.
Perempuan Beracun
68      63     5     
Inspirational
Racuni diri sendiri dengan membawanya di kota lalu tersesat? Pulang-pulang melihat mayat yang memilukan milik si ayah. Berada di semester lima, mengikuti program kampus, mencoba kesuksesan dibagian menulis lalu gagal. Semua tertawa Semua meludah Tapi jika satu langkah tidak dilangkahinya, maka benar dia adalah perempuan beracun. _________