"Mulai sekarang aku percaya, kalau bidadari itu memang benar adanya."
-Genandra Mahavir Aditama-
*******
"Lima belas menit lagi pertandingan final bakal dimulai, lo harus dukung gue sekarang," ujar Genandra lalu menarik lengan Akira, mengajaknya pergi dari kantin menuju lapangan basket.
Ketika melewati pintu keluar kantin, tanpa sengaja mereka berdua berpapasan dengan Xavier. Ternyata laki-laki itu belum juga kembali.
"Xavier, lo ada di sini? Gue kira ada di lapangan belakang sama anak-anak," kaget Akira dengan keberadaan Xavier, menunjukkan raut muka yang sama sekali tidak bisa dijelaskan.
"Iya, semua sudah beres kok," balas Xavier merasakan suasana yang canggung di antara mereka bertiga, terutama dengan adanya Genandra di sana.
"Owh bagus deh," dengan tatapan kesal namun juga sedih, Xavier hanya bisa mengepalkan tangannya ketika menatap tangan Akira digenggam oleh Genandra. Menyadari ekspresi menyedihkan itu, laki-laki berkaos basket tersebut semakin memperkuat genggamannya sembari mengelus punggung tangan Akira.
Dia ingin menunjukkan kepada Xavier, kalau Akira hanya miliknya.
"Cih, dasar breng*sek!" batin Xavier mengeraskan rahangnya, ia tahu kalau Genandra memang sengaja melakukan hal itu di hadapannya.
"Oh ya, bakso lo masih di meja. Kayaknya udah dingin deh, mending sekarang lo makan, daripada nanti nggak enak," ujar Akira mengingatkan tentang semangkok bakso yang Xavier pesan tadi.
"Udah belum basa-basi nya? Ayo Ra, mereka semua udah nungguin kita!" selat Genandra sekilas menatap sinis kepada Xavier, sebelum pada akhirnya kembali menarik lengan gadis itu pergi.
"Iya-iya, Xav gue cabut dulu ya!" teriak Akira melambaikan tangannya kepada laki-laki tersebut.
"Iya," balas Xavier juga melakukan hal yang sama, ia melambaikan tangannya sampai tubuh mereka berdua benar-benar tidak terlihat lagi.
Setelah kepergian Akira, tubuh Xavier terdiam beberapa detik, kemudian memukulkan tangannya kepada dinding, hingga menghasilkan suara retakan pada tembok putih tersebut.
Brak!
"Cih, pangeran ya?" gumam Xavier tersenyum sinis, teringat kembali akan sebutan indah yang Akira berikan kepada Genandra tadi. "Kalau dia pangeran, dimata lo gue apa Ra? Kstaria?"
"Gue nggak mau menjadi kstaria yang rela menjaga tuan putrinya sampai si pangeran tiba, gue mau menjadi raja yang bisa memiliki lo seorang," sambungnya menatap tajam.
"Padahal gue sudah berusaha keras menjauhkan lo dari dia," terlukis goresan senyum kecut pada bibir Xavier, sorot matanya memandang sendu ke arah dua mangkok bakso di meja kantin. Padahal sekembalinya dari lapangan belakang tadi, ia sudah membayangkan betapa menyenangkannya nanti menghabiskan waktu bersama Akira.
Dan ternyata, hal itu hanya akan menjadi khayalan abadi dalam ingatan Xavier. Genandra datang dan merusak segalanya.
********
Di lapangan basket, tim lawan sudah bersiap-siap berbaris di tengah-tengah arena. Hanya tinggal tim Black Spider saja yang terlihat masih menunggu kedatangan seseorang.
"Gue tanding dulu ya!" pamit Genandra kepada Akira, lalu berlari-lari kecil menuju ke tengah lapangan.
"Semangat!" teriak Akira memberikan dukungan.
"Ini dia si fosil, dari mana aja lo?" sebal Anggasta akhirnya bisa membuang napas lega, ketika melihat kapten tim mereka sudah datang. Genandra meringis, menampakkan sederet gigi putihnya.
"Biasa," balas Genandra seolah-olah kedua sahabatnya itu pasti sudah paham.
"Hadeh, udah selesai kan ketemu ayang beb nya? Yok baris, pertandingan mau dimulai, cuman nungguin lo aja nih," hela Javas tidak terkejut lagi dengan kelakuan Genandra, manusia kalau lagi kasmaran yang begini contohnya.
"Siap!" balas Genandra dan mulai membentuk formasi tim, lalu pertandingan pun dimulai tepat setelah bunyi peluit wasit.
Teriakan penonton kembali bergemuruh, bola berhasil dikuasai penuh oleh tim Black Spider. Formasi yang mereka ciptakan, berhasil membuat pihak lawan sama sekali tidak bisa berkutik, Genandra, Javas, serta Anggasta, trio tampan yang tak henti-hentinya menjadi pusat perhatian.
Tangan-tangan mereka begitu lihai mendribble bola, sampai memasukkannya ke dalam ring lawan. Merubah angka yang semula nol, menjadi berubah berkali-kali lipat.
"Nice bro, cetak skor terus, biarin mereka pulang bawa telor ayam," senang Anggasta ketika melihat papan skor, dimana tim lawan sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk mencetak angka satu pun.
Javas tersenyum smirk, "yoi dong, masa tuan rumah kalah sih? Harus menang dong," balas Javas dan disetujui oleh Genandra.
"Ingat, nggak ada tradisi kalah dalam sejarah Black Spider," tambah Genandra semakin membakar semangat mereka.
Akira ikut bertepuk tangan ketika laki-laki itu kembali berhasil mencetak angka, bisa dikatakan Akira bukanlah jenis penonton yang heboh. Ketika semua perempuan yang menyaksikan pertandingan tersebut sampai berteriak-teriak, merelakan pita suara mereka. Akira lebih memilih bersikap sewajarnya saja.
"Fans cowok gue banyak juga ya," batin Akira hampir mendengar nama Genandra kerap diserukan oleh para siswi di sana. "Nggak kaget sih, orang cakep gitu," pujinya dengan tatapan terpaku kepada laki-laki tersebut, yang menyugar rambutnya ke belakang.
"Haha, sampai sekarang gue masih nggak nyangka. Dulu gue mau menerima perasaan dia, yang terkenal dengan sebutan cowok sepuluh detik itu," batin Akira dibuat teringat akan masa lalu.